3 minute read

2.12 Hak-hak Masyarakat Adat

dibentuk yang mengakibatkan konflik antara komunitas adat dan perusahaan kelapa sawit. Meskipun perkembangan perkebunan kelapa sawit seringkali dipromosikan sebagai peluang ekonomi bagi komunitas adat di Indonesia, eks-pemilik lahan dan pengguna tanah adat adalah kelompok yang paling terdampak negatif dari perubahan tata guna lahan ini. Penurunan sumberdaya hutan mendorong perambahan yang lebih jauh ke kawasan hutan dan mengancam kehidupan masyarakat adat. 2.12 Hak-hak Masyarakat Adat Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat, Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) 16910 dan berbagai instrumen internasional lainnya menjamin berbagai hak masyarakat adat. Hak-hak tersebut mencakup hak untuk memiliki, menggunakan, dan mengendalikan tanah mereka serta sumber daya alam; dan hak atas Free, Prior and Informed Consent (FPIC), yang memungkinkan masyarakat adat “untuk memberi atau tidak memberi ijin terhadap suatu proyek yang dapat berdampak terhadap mereka atau wilayah mereka.”

Hak penguasaan hutan masyarakat adat, sebuah konsep yang mencakup kepemilikan hutan dan hak untuk hidup di hutan dan pemanfaatan hutan, mulai memperoleh pengakuan legal pada akhir 1980-an, yang didorong oleh perjanjian internasional, tekanan politik, dan kepentingan komunitas lingkungan hidup dan pembangunan. Semenjak itu, kecenderungan terhadap pengakuan hak-hak kepemilikan hutan masyarakat adat telah mengalami pasang surut, dengan meningkatnya pengakuan atas hak penguasaan hutan dan tanah yang mencolok sejak 2013. Sesungguhnya, masyarakat adat memperlihatkan kebiasaannya sebagai pelaku konservasi, serta pemanfaatan hutan sebagai mata pencarian. Dengan begitu, mereka sengaja mengamati

Advertisement

pemanfaatan sumber daya hutan yang dapat menopang kehidupan mereka. Berkat kepeduliannya terhadap hutan itu sendiri yang dianggap sebagai bagian dari jaringan keluarga besar, sehingga dinilai membantu perkembangan dalam praktik pengelolaan hutan berkelanjutan. Dampaknya adalah semakin baik apabila penguasaan hutan secara legal diberikan dan ditegakkan sesuai regulasi yang ada. Perlindungan hukum yang lemah terhadap masyarakat adat dan masyarakat hutan bukan hanya semata persoalan hak atas tanah, tetapi juga persoalan mengenai konservasi dan perubahan iklim. Dengan mengelola sejumlah besar hutan tropis dunia secara berkelanjutan dan mencegah hilang dan rusaknya hutan, masyarakat adat dan masyarakat hutan mempunyai peran yang sangat dominan, namun perannya belum diketahui secara luas dalam mitigasi perubahan iklim global. Padahal, dengan memperkuat hak masyarakat adat atas hutan akan diperoleh hutan yang lebih sehat dalam menyimpan lebih banyak karbon, sehingga berdampak mengurangi tekanan terhadap iklim. Begitupun tanah yang dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat adat akan memberikan perbedaan yang terukur dalam menghadapi perubahan iklim. Meskipun tanah adat berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim dan menjaga jasa ekosistem untuk kepentingan umat manusia, namun pemerintah terus kehilangan kesempatan penting ini dalam menanggulangi perubahan iklim dengan memperkuat dan menerapkan hak-hak masyarakat adat dan masyarakat hutan. Harus diakui, hubungan kuat antara hak masyarakat adat dengan mitigasi perubahan iklim sering diabaikan, sehingga dapat mengancam kehidupan diri kita sendiri. Dalam perspektif hukum, memberikan hak hutan kepada masyarakat adat dan perlindungan kuat pemerintah atas hakhak tersebut, jelas akan menurunkan tingkat kerusakan hutan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan; ketika hak-hak tanah masyarakat adat dan komunitas hutan tidak diakui atau tidak ditegakkan, maka kondisi hutan semakin rentan terhadap deforestasi. Menjaga hak-hak dan wilayah masyarakat adat merupakan strategi hemat biaya dalam melindungi hutan tropis. Masyarakat adat yang tinggal jauh di dalam hutan dengan atau tanpa hubungan dengan orang luar tetap menghadapi ancaman lain. Misalnya ketika mereka berhubungan dengan para penebang kayu, penambang, pemburu satwa liar ilegal atau kelompok perusak hutan lainnya yang melanggar batas tanah mereka. Di seluruh dunia, masyarakat adat, masyarakat hutan, dan para pegiat lingkungan sering menghadapi resiko berbahaya karena melindungi hutan dari kehancuran dan kerusakan. Banyak di antara mereka diancam secara fisik, diserang, dipenjarakan, dan bahkan dibunuh karena melindungi ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan seluruh umat manusia. Meskipun menghadapi ancaman dalam mempertahankan lahan dan hak mereka, masyarakat adat dan masyarakat hutan pada akhir-akhir ini telah melakukan langkah maju untuk menjamin penguasaan tanah dan dalam memperoleh pengakuan atas hak-haknya. Isu ini menarik karena komunitas masyarakat tersebut berhasil mendapat perhatian dunia atas jasa besar yang mereka berikan meskipun mereka kerap bertaruh nyawa karena ancaman yang mereka hadapi. Pada 2016, Pengadilan Pidana Internasional (The International Criminal Court) mengumumkan bahwa kerusakan lingkungan dan perampasan lahan dapat dituntut sebagai kejahatan atas umat manusia, walaupun hingga sekarang belum ada kasus yang terdengar. The International Land and Forest Tenure Facility mendukung Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atas upayanya memperoleh hak milik atas 1,5 juta hektar tanah di Indonesia. Kemajuan ini menunjukkan bahwa masyarakat adat sangat serius mendapatkan pengakuan atas martabat yang

This article is from: