Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Pengemban Pengamal Pancasila
Rabu, 16 September 2015
No. 168 tahun IX
WN Malaysia Dihukum Mati PEKANBARU - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Provinsi Riau, menjatuhkan vonis mati kepada seorang warga negara Malayisa Ng Hai Kwan terdakwa penyelundup 46,5 kilogram sabu. ‘’Majelis hakim memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, Menjatuhkan vonis mati,” kata Ketua Majelis Hakim, Amin Ismanto, saat membacakan putusan, kemarin. Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa terbukti melawan pemerintah dalam upaya pemberantasan narkotika karena berupaya menyelundupkan 46,5 kilogram sabu melalui pelabuhan rakyat di Dumai. Vonis mati yang ditetapkan oleh majelis hakim tersebut sesuai dengan tuntutan JPU Zainal Effendi yang menjerat
terdakwa dengan Pasal 113 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan tuntutan mati pada pekan lalu. Didalam pasal itu disebutkan bahwa terdakwa bersalah melawan hukum dalam kaiatannya memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dan percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika atau precursor narkotika. Pada saat pembacaan vonis, Ng Hai Kwan alias Jimmy alias Ati (50) yang diketahui sulit memahami bahasa Indonesia hanya diam tanpa ekspresi. Selanjutnya, majelis hakim meminta kuasa hukum terdakwa untuk berkomunikasi dengan terdakwa dan hasilnya terdakwa akan melakukan banding. (ant)
Suluh Indonesia/ant
GELAR PERKARA - Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto berbicara kepada sejumlah korban kriminalisasi aparat penegak hukum saat diskusi di Surabaya, kemarin.
Mulai Tahun Depan
K2 Diangkat
Suluh Indonesia/ade
DEMO GURU - Ribuan guru honorer yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, kemarin. Para guru honorer yang datang dari berbagai daerah di Tanah Air itu meminta kepada Pemerintah untuk mengangkat status mereka dari honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS)
JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan pengangkatan tenaga honorer kategori 2 (K2) menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dimulai tahun 2016. ‘’Karena tahun 2015 ada moratorium pengangkatan CPNS, maka pengangkatan K2 dimulai 2016 secara bertahap paling lama hingga 2019, tapi kita usahakan dipercepat,” ujar Yuddy seusai melakukan rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, di gedung parlemen, Jakarta, kemarin. Pada rapat tersebut, Menteri Yuddy menyatakan menyetujui mengangkat 440.000 tenaga honorer K2 sebagai PNS secara bertahap dan dengan sejumlah catatan. Dia mengatakan pengangkatan 440.000 tenaga honorer K2 itu diestimasi akan meningkatkan biaya gaji senilai Rp34 triliun per tahun. ‘’Tapi itu baru perhitungan kasar. Kalau diasumsikan 440.000 itu diangkat seluruhnya tanpa evaluasi, maka satu
orang dengan gaji Rp2 juta dan tunjangan, maka totalnya sekitar itu,” jelas dia. Meskipun demikian, Yuddy meyakini setelah dilakukan proses evaluasi, jumlah tenaga honorer K2 yang diangkat menjadi PNS bakal berkurang. ‘’Mungkin ada yang sudah
Yuddy Chrisnandi
meninggal dunia, mungkin ada yang sudah tidak bekerja, mungkin ada yang tidak memenuhi persyaratan,” jelas dia. Yuddy mengatakan secara garis besar Presiden Jokowi telah mengetahui persoalan tenaga honorer K2. Namun ha-
sil rapat dengan Komisi II baru akan disampaikan ketika presiden tiba di tanah air dari lawatan ke luar negeri. Sementara itu, demonstrasi ribuan guru dan karyawanan honorer yang berlangsung sejak Selasa pagi di depan Gedung DPR/MPR berakhir dengan haru ketika pemerintah memutuskan semua tenaga honorer akan diangkat menjadi PNS secara bertahap dari 2016-2019. Ketua Umum PB PGRI Sulistyo naik ke mobil komando dan berbicara di depan ribuan tenaga honorer di depan Gedung DPR/MPR Jakarta, sekitar pukul 18.30 WIB. ‘’Semua tenaga honorer akan diangkat secara bertahap mulai 2016 sampai 2019,” katanya. Pengumuman yang ditunggu-tunggu oleh ribuan tenaga honorer itu disambut dengan tangis haru. Sebagian dari mereka yang Muslim langsung melakukan sujud syukur, sebagian yang lain saling berpelukan dan menangis haru. Mereka bahkan bertepuk tangan dan bersorak sebelum membubarkan diri. (ant/son)
KUHP, Perlukah Segera Direvisi ? JAKARTA - DPR masih menunggu sikap tegas pemerintah atas protes yang diajukan KPK yang meminta agar delik korupsi dikeluarkan dalam rumusan pasalpasal draf revisi UU KUHP yang sudah diajukan pemerintah. Apabila pemerintah berkehendak mencabut pasal-pasal korupsi dalam draf tersebut, DPR akan mendukungnya. ‘’Jadi, DPR RI akan mempertanyakan dulu kepada pemerintah mengapa berkehendak kodifikasi total? Karena itu, kita akan mendengar filosofi, background, alasan pemerintah mengajukan kod-
ifikasi total dalam UU KUHP ini,” kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani dalam diskusi Forum Legislasi bertema ‘Revisi UU KUHP’ di Gedung DPR Jakarta, kemarin. Apabila pemerintah sepakat menarik pasal-pasal korupsi itu, maka pembahasan UU KUHP dilakukan dengan kodifikasi parsial, sehingga pembahasannya nanti tinggal membongkar bab dan pasal mana yang perlu dibahas atau tidak. Sejauh ini. dalam draf yang dikirimkan pemerintah, kejahatan-kejahatan khusus seperti tindak pidana korupsi (tipikor), terorisme, pelanggaran HAM
berat, narkotika, pencucuian uang (TPPU), perdagangan manusia (traficking), yang semula diatur oleh UU tersendiri, akan dijadikan satu (kodifikasi total) dalam UU KUHP. Tak heran, revisi UU KUHP menjadi tambun karena terdiri dari 768 pasal yang dibagi dalam dua buku. ‘’Saya sendiri mendukung kodifikasi parsial, fraksi-fraksi sendiri kini sedang menyusun DIM. Komisi III DPR pun akan mengundang masyarakat untuk memberi masukan,” ujarnya. Arsul mengaku dapat memahami kekhawatiran KPK, apabila pembahasan revisi KUHP dilakukan
dengan kodifikasi total karena akan mengambil porsi tindak pidana khusus korupsi yang selama ini diatur dalam UU KPK. Tetapi, menurutnya bukan KPK saja yang tentunya akan dilemahkan, tetapi Kejaksan Agung dan Kepolisian yang juga memiliki kewenangan melakukan penanganan atas korupsi juga dapat dilemahkan. ‘’Kepolisian, Kejagung, dan MA juga dapat dilemahkan. Khususnya dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, karena penguatannya akan diatur dalam aturan peralihan,’’ kata Asrul. (har)
Kader Jadi Menteri
PDIP Siapkan Tiga Anggota PAW JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat PDIP telah menyiapkan tiga nama sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu (PAW) dari kadernya yang saat ini telah menduduki jabatan menteri di kabinet. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta, kemarin mengatakan, meskipun belum dilakukan pelantikan anggota DPR PAW, tapi tidak ada rangkap jabatan. Menurut dia, ketiga kader PDI Perjuangan itu yakni Puan Maharani, Tjahjo Kumolo, dan Pramono Anung sudah mundur sebagai anggota DPR, sehingga tidak ada rangkap jabatan. Saat ini, Puan Maharani
menjadi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Tjahjo Kumolo menjadi Mendagri, dan Pramono Anung menjadi Seskab. Hasto menambahkan, pada rapat pimpinan di DPP PDIP, hal tersebut sudah dibahas dan tidak ada rangkap jabatan. ‘’Setelah Mas Tjahjo, Mbak Puan, dan Mas Pram jadi menteri dan mundur dari keanggotaan di DPR, maka tidak ada lagi fasilitas dari negara yang diterima,” katanya. Ia menjelaskan, DPP PDIP sudah menyiapkan pengganti Tjahjo Kumolo yakni Tuti N Rosdiono dan pengganti Puan Maharani adalah Darmawan Prasodjo.
Kemudian untuk mengganti Pramono Anung, menurut dia, DPP PDIP dengan berbagai pertimbangan strategis memilih Eva Kusuma Sundari. ‘’Meskipun suara terbanyak
kedua setelah Mas Pramono, bukan Eva Kusuma Sundari, tapi dengan mempertimbangkan kepentingan partai maka diputuskan penggantinya adalah Eva,” katanya. (har)
Suluh Indonesia/ant
SAR BAGUNA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Kepala Basarnas Marma TNI F. Henry Bambang Soelistyo saat pembukaan Pelatihan Pencarian dan Pertolongan (SAR) bagi relawan Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) PDIP di Jakarta, kemarin.