Edisi 15 Oktober 2015 | Suluh Indonesia

Page 1

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com

Kamis, 15 Oktober 2015

No. 106 tahun IX

Pengemban Pengamal Pancasila

Revisi UU KPK Ditunda JAKARTA - Pemerintah dan DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK. Keputusan diambil setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama pimpinan DPR menggelar rapat konsultasi di Istana Merdeka Jakarta, kemarin. Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, penundaan dilakukan untuk melakukan penyempurnaan terhadap UU KPK. Selain itu, penundaan juga dilakukan dengan pertimbangan menyelesaikan masalah ekonomi yang sudah mendesak terlebih dahulu. Pembahasan akan dilakukan menunggu persidangan yang akan datang karena pemerintah merasa masih perlu melihat ekonomi ini berjalan dengan baik, pemerintah juga merasa perlu segera melakukan proses recovery dari pelema-

han ekonomi yang terjadi. ‘’Pemerintah dan DPR akan fokus untuk menyelesaikannya dalam RAPBN 2016 dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hal ini,” kata Luhut. Pemerintah dan DPR, menurut Luhut, akan fokus menyelesaikannya dalam RAPBN Tahun 2016, dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hal ini. ‘’Kesepakatan itu saya kira kita capai dalam suasana yang sangat bersahabat, kita paham posisi dari teman-teman DPR dan temanteman DPR juga paham mengenai posisi pemerintah,’’ ujarnya. Sementara Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, DPR saat ini sedang melaksanakan pembahasan RAPBN 2016 yang harus diselesaikan sebelum tanggal 28 Oktober ini. (har)

Suluh Indonesia/ant

MELAWAN KORUPSI - Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menunjukkan deklarasi melawan korupsi di Jakarta, kemarin. Deklarasi menyebutkan bahwa korup;si melanggar HAM.

BPK Sebut

Kerugian Negara Capai Rp 2,2 Triliun

Suluh Indonesia/ant

TAPAK TANGAN - Presiden Joko Widodo (kiri) meletakkan telapak tangan pada alat pencetak, dibantu Pematung Amboro Liring (kanan) di Teras Belakang Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. Hasilnya, nantinya cetakan tersebut dipasang di Museum Taman Pintar, Yogyakarta.

BOGOR - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerugian negara dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester I 2015 sebesar Rp2,25 triliun, dan potensi kerugian negara sebesar Rp11,5 triliun. ‘’Selain itu, kekurangan penerimaan negara mencapai Rp7,8 triliun,’’ kata Juru Bicara BPK R. Yudi Ramdan di Bogor, kemarin. Jika dirinci, kerugian negara paling besar disebabkan lemahnya akuntabilitas keuangan pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah. Total kerugian dari pengeloaan keuangan Pemda dan BUMD itu mencapai Rp1,55 triliun atau 60 persen dari total kerugian negara. Sisanya sebesar Rp544 mil-

iar dari kerugian di pemerintah pusat, dan kerugian Rp157,7 miliar dari Badan Usaha Milik Negara dan badan lain. ‘’Total berdampak finansial senilai Rp21,62 triliun,” ujar Yudi. Menurut laporan BPK, salah satu kerugian negara terbesar di lingkungan pemerintah daerah bersumber dari belanja yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Misalnya, belanja pengadaan tanah untuk Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disinyalir BPK menimbulkan kerugian sebesar Rp191,3 miliar. Jumlah tersebut merupakan kerugian terbesar akibat belanja daerah pada semester I 2015. Total kerugian negara akibat belanja

pemerintah daerah yang tidak sesuai secara nasional adalah Rp346,2 miliar. Penyebab kerugian lainnya dari pemerintah daerah adalah pemahalan harga (mark up) pada enam Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp10,3 miliar. Sedangkan dari keuangan pemerintah pusat, kerugian terbesar diderita karena kelebihan pembayaran restitusi pajak hingga mencapai Rp99,5 miliar. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Trasparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mempertanyakan komitmen pemerintah untuk memperbaiki dan mengawasi pelaksanaan belanja daerah. Menurutnya, kerugian

negara yang diakibatkan akuntabilitas belanja pemerintah daerah merupakan temuan berulang dan telah terbukti menyengsarakan rakyat. Anggaran belanja daerah, yang sebenarnya berasal dari pembayaran pajak masyarakat, kata dia, kerap diselewengkan dengan menaikkan harga pengadaan (mark up), terutama untuk proyek-proyek infrastruktur. ‘’Sedangkan untuk kelebihan pembayaran restitusi pajak, seharusnya sistem perpajakan dibenahi, apalagi pemerintah katanya ingin menggenjot penerimaan pajak. Kok ini pengembalian kelebihan bayarnya malah terlalu besar,” ujar Yenny saat dihubungi. (ant)

Menhan Wajibkan

WN Ikut Program Bela Negara JAKARTA - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan program bela negara yang akan dicanangkan kementeriannya akan diberlakukan kepada semua warga negara. Meski, menyatakan program tersebut bukanlah wajib militer, namun Menhan menekankan warga negara yang tidak ikut program ini silakan angkat kaki dari Indonesia. Pakar Hukum Tata Negara, Irmaputra Sidin mengingatkan konstitusi mengenai kewajiban bela negara tidak bisa diputuskan sepihak sebagai program pemerintah atau khusunya program Kementerian Pertahanan, sehingga keputusannya harus mendapat persetujuan dari DPR. ‘’Wajib bela negara tegasnya adalah kewajiban konstitusional warga negara, yang bukan menjadi urusan pemerintah murni atau kemenhan

murni, tapi sudah menjadi urusan negara karena ha ini menyangkut pertahanan dan kedaulatan negara yang diatur dalam UUD. Dengan demikian maka hal itu tidak bisa diputuskan sepihak oleh pemerintah atau kemenhan saja,” katanya di Jakarta, kemarin. Karena persoalan ini menjadi urusan negara, maka implementasi dari kewajiban itu harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui wakilnya di DPR dalam bentuk UU. ‘’Kewajiban ini tidak bisa diatur dengan peraturan pemerintah, peraturan menteri atau peraturan dibawah UU. Karena urusanya negara maka harus diatur dengan UU,” imbuhnya. Meski dinilai niatnya baik, tetapi apabila tanpa persetujuan rakyat maka hal itu menjadi inkonstisoonal. ‘’Selain itu pernyataan Menhan yang akan mengusir warga negara yang tidak mau menjalankan pro-

gram wajib bela negara dari Indonesia juga tidak ada landasannya. Tidak semua kewajiban konstitusional, jika tidak dilaksanakan bisa berimplikasi pengusiran warga negara,” kata Irman. Sementara itu Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna menilai kewajiban bela negara itu baru bisa diberlakukan apabila nyata ada musuh dari luar. Padahal, katanya saat ini musuh nomer satu di Indonesia berasal dari dalam sendiri terutama dari dalam pemerintahan yaitu korupsi yang merajalela. ‘’Pemerintah berantas saja dulu korupsi yang menjadi kewajibannya dalam melaksanakan good governacne.Untuk apa bela negara menghadapi ancama dari luar kalau nyata-nyata musuh didalam sendiri bergentayagan merusak negara,” katanya. (har)

Suluh Indonesia/ant

TUNDA REVISI UU KPK - Menko Polhukam Luhut Pandjaitan (kiri) berjalan bersama pimpinan DPR usai rapat konsultasi di Istana Merdeka Jakarta, kemarin. Pemerintah dan DPR menyepakati pembahasan revisi UU KPK ditunda hingga masa persidangan tahun depan guna fokus kepada penguatan ekonomi.

Jalan Terjal Pemberantasan Korupsi USIANYA baru menginjak 12 tahun sejak didirikan pada 2002 silam. Ibarat manusia, usia Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut seperti remaja muda yang sedang mengalami puberitas dan mencari jati dirinya untuk menjadi manusia sejati sesungguhnya. Meskipun usianya baru seumur jagung, lembaga anti rasuah yang didirikan karena didasari ketidakefektifan pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaga kepolisian dan kejaksaan tersebut, punya segudang prestasi yang luar biasa. Dalam perjalananya, hampir semua pejabat tinggi negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, kepala daerah, dan para pihak lain yang sebelumya tak tersentuh oleh dua

penegak hukum tersebut, sudah menjadi pasien lembaga anti rasuah ini. Tak ayal, atas prestasi yang moncer tersebut, banyak perlawanan balik yang dilakukan oleh koruptor dan pihak-pihak lain yang merasa lahan kehidupanya diusik oleh KPK. Perlawanan banyak dilakukan,baik melalui jalur konstitusi seperti pengujian UU di MK untuk mendelegitimasi kewenangan KPK, perlawanan

langsung yang dilakukan aparat kepolisian ketika pucuk pimpinananya jadi tersangka (kasus Cicak vs Buaya), serta berbagai perlawanan lainya. Terkini, lembaga anti rasuah ini kembali mengalami ujian berat, disaat pemberantasan korupsi belum tuntas, lembaga ini justru kembali dilemahkan, bahkan akan dikubur hiduphidup meskipun lembaga penegak hukum lain belum maksimal memberantas korupsi di negeri ini. Pelemahan kembali digaungkan para anggota DPR dari beberapa fraksi dan dimotori oleh para politikus PDI-P, partai pengusung yang menjadikan Jokowi-Jusuf Kalla menjadi Presiden dan Wapres dengan cara mengajukan revi-

si UU No.30 Tahun 2002 Tentang KPK. Dalam draf revisi yang disebar di rapat Badan Legislasi DPR,banyak berisi tentang halhal yang dinilai mengamputasi kewenangan KPK,diantaranya KPK dibatasi usianya hanya 12 tahun, hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar, harus izin pengadilan ketika ingin menyadap seseorang, dihilangkan kewenangan penuntutan, bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK, serta beberapa revisi lainya, yang dinilai mengamputasi kewenangan KPK Atas upaya revisi ini,sontak pimpinan KPK pun berang dan

langsung menolaknya. ‘’KPK menolak usulan-usulan untuk dilakukanya revisi UU KPK,” tegas Plt Ketua KPK Taufikurahman Ruki. Senada dengan KPK, atas upaya pelemahan ini,sejumlah masyarakat, pegiat anti korupsi, akademisi, ormas keagamaan, dan beberapa pihak lain yang menginginkan negeri ini bersih dari korupsi pun langsung melakukan perlawanan. Mereka ramai-ramai menolak upaya pelemahan terhadap KPK ini.Bahkan di media sosial,puluhan ribu netizen langsung ramai-ramai menandatangani petisi penolakan terhadap revisi UU KPK. Untuk sementara pemerintah dan DPR sepakat menunda revisi UU KPK. (wnd)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.