MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com
SENIN, 11 DESEMBER 2017
Ekbis NTB
4 HALAMAN NOMOR 16 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257
Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB
Cobek Batu Masih Jadi Pilihan SEMAKIN modernnya teknologi membuat pekerjaan masyarakat menjadi lebih praktis, seperti pekerjaan di dapur. Salah satunya dengan adanya blender yang berguna untuk menghaluskan bumbu, yang dulunya dilakukan dengan menggunakan cobek. Tetapi walau begitu, keberadaan cobek terutama yang terbuat dari batu masih banyak dicari oleh masyarakat. Halaman 2
Bank dan Nasabah Diminta Tingkatkan Kewaspadaan OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) NTB mengingatkan agar masyarakat atau nasabah untuk meningkatkan kewaspadaan, menyusul adanya indikasi kejahatan perbankan yang mulai menyasar NTB. Halaman 4
(Ekbis/dok)
(Ekbis NTB/ris)
PILIH PRODUK - Seorang konsumen sedang memilih produk di salah satu ritel modern di Kota Mataram. Dalam menjual produk, manajemen ritel modern harus banyak memperhatikan produk lokal.
H.M. Nasihuddin Badri
Akomodir Produk Lokal
satu i salah lokal d am. ar roduk satu p dern di Mat o m l rite
Ritel Modern dan Produk Lokal
yang Kesulitan Tempat
Jumlah ritel modern semacam Indomaret dan Alfamart di NTB kian tak terbendung. Keberadaannya bahkan menembus lokasi yang seharusnya tidak mereka tempati. Keberadaan ritel ini tidak hanya menjual produk dari luar, tapi dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tempat mereka beroperasi. Sayangnya, janji untuk mengakomodir produk lokal seperti menjadi macan kertas. Terbukti hingga saat ini para pelaku UMKM mengaku sangat kesulitan masuk di ritel modern. Kenapa? lit. Inilah menjadi PR besar pemerintah daerah mengawal komitmen kerjasama dengan ritel modern. Pemprov NTB kerap menerima laporan mengenai ketidakberpihakan ritel modern dengan para pelaku UMKM. Misalnya, memberikan tempat yang tidak strategis bagi produk lokal, harga produk lokal di naikkan. Sepertinya “seolah-olah” produk lokal memang tak diberi ruang untuk bersaing mendapat simpati pasar. Dua bulan barang tidak laku, dikembalikan kepada produsennya, dengan biaya pengembalian ditanggung sendiri oleh produsen.
Bersambung ke hal 3
MoU dengan Ritel Modern PEMPROV NTB dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sudah menandatangani kesepakatan bersama untuk mengadvokasi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar produk yang dihasilkan wirausaha lokal dapat menembus ritel modern. Standarisasi juga dilakukan untuk mengantarkan produk-produk lokal disandingkan sejajar dengan produk-produk pabrikan yang dijajakan di setiap outlet ritel modern. Jika dilihat komposisinya, jumlah pelaku UMKM di NTB sebanyak 600 ribuan. Produk mereka yang mampu menembus ritel modern bisa dihitung jari. Karena itulah, perlu ada komitmen bersama antara pelaku UMKM, pemerintah daerah dan manajemen ritel modern. Baru-baru ini, bersamaan dengan MoU antara pemerintah daerah dengan Kemenkumham untuk mengadvokasi pelaku UMKM, manajemen ritel modern juga diundang dan menyepakati kerjasama.
Bersambung ke hal 3
H. L. Saswadi
Alfamart Klaim Perbanyak Produk UMKM Lokal JARINGAN minimarket Alfamart mengkalim terus menambah jumlah item produk UMKM lokal yang dijual di toko sebagai bukti komitmen terhadap pelaku usaha kecil. Sejumlah produk lokal yang dijual antara lain beras 69, kopi 555, air mineral produk Lombok, telur, minyak oles bokashi, madu hutan Sumbawa, hingga permen susu kerbau. Corporate Communication Alfamart Lombok, Ame Dwi Pramesti kepada Ekbis NTB mengatakan, kerja sama dengan UMKM ini sesuai dengan visi perusahaan yakni berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil. Menurut Ame – sapaan akrabnya, akan ada lagi 10 item produk UMKM wilayah NTB yang dijual di toko Alfamart. Jenisnya makanan ringan (snack) tradisional dan sembako. “Kami jualnya per wilayah, misalnya produk dari UMKM Sumbawa dijualnya di toko-toko Alfamart Sumbawa. Kalau produk UMKM Lombok Barat maka dijualnya di toko-toko wilayah Lobar,” jelasnya. Namun, jika setelah dievaluasi penjualannya bagus, maka tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan dijual di seluruh jaringan toko Alfamart NTB.
Bersambung ke hal 3
Abdul Aziz Bagis
Ame Dwi Pramesti
(Ekbis NTB/ist)
SEKDA NTB Ir. H. Rosiady H. Sayuti, MSc., PhD, dalam sebuah forum UMKM beberapa waktu lalu mengkritik ketatnya persyaratan dari produk UMKM agar bisa masuk ke ritel modern. Pengelola UMKM harus dihadapkan dengan syarat standarisasi produk yang begitu ketat. Selain itu, produk yang diterima ritel modern, pengusaha UMKM harus menerima pembayaran dalam jangka waktu yang cukup lama. Sekda menceritakan pengalamannya langsung bagaimana sulitnya produk lokal masuk ritel modern. Bahkan kesan yang muncul pada sekda, masuknya produk ke ritel modern sengaja dipersu-
Standarisasi Mutu Produk Harus Diperhatikan STANDARISASI mutu produk industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi bagian paling penting yang dilakukan pemerintah daerah, untuk agar produk lokal tak dipandang sebelah mata oleh manajemen ritel modern. Sisi inilah yang menjadi perhatian khusus yang disentuh oleh Dinas Perindustrian Provinsi NTB. Kepala Dinas Perindustrian NTB, Hj. Baiq Eva Nurcahyaningsih, mengatakan standarisasi produk lokal ini sudah dipermaklumkan kepada pasar modern. Hanya saja sistem pembayaran yang dilakukan bertempo oleh pasar modern kepada pengusaha lokal, menjadi persoalan lain. “Pembayarannya tiga bulan sekali, itu kasihan sekali bagi pelaku UMKM kita,” ungkapnya belum lama ini. Sementara yang menjadi kendala adalah terbatasnya modal para pelaku IUMKM, boleh dibilang rata-rata hanya modal pas-pasan. Jika pembayaran tidak dilakukan kontan, tentunya berat usahanya akan berkembang. Dinas Perindustrian telah berinisiatif untuk konsisten mendampingi para pelaku UMKM lokal yang tergabung dalam forum UMKM. Dinas mendukung standarisasi produk dengan sertifikasi halal salah satunya. Forum ini telah mengembangkan diri, dan difasilitasi membentuk semi ritel modern. Outletnya yang disebut sebagai Windows Shopping (WS) dijadikan pusat penjualan produk-prouk lokal. Jika berkunjung ke WS ini, kita akan menjumpai berbagai jenis produk lokal yang dihasilkan oleh IUMKM. Dari penganan berbahan dasar jagung, mete, pangan olahan dari ketan, gula, susu kuda liar, hasil kelautan perikanan, hingga terasi, dijual di tempat ini. “Sistem pembayarannyapun, dilakukan kontan. Berapapun yang laku, itu yang diberikan pembayarannya langsung,” kata kepala dinas. Selain WS yang ada di Jalan Langko Mataram, atau bersebelahan dengan kantor Dinas Perdagangan Provinsi NTB, embrio WS ini juga terbentuk secara mandiri. Salah satunya, seperti yang dilakukan oleh Hj. Zaenab, pelaku UMKM yang menampung produk-produk lokal, yang standarisasinya disamakan. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB juga telah mendukung pengembangan para pelaku UMKM dengan memfasilitasi terbentuknya koperasi syariah, yang akan membuka outletnya di Islamic Center dan rencananya akan diresmikan pada Ulang Tahun NTB tanggal 17 Desember ini. “Kita menyambut program Dinas Koperasi ini. Para pelaku IKM binaan kita juga akan masuk menjual produknya disana,” demikian Baiq. Eva.(bul)
”Corner” Produk Lokal di Tempat Strategis PRODUK UMKM NTB kini sudah mulai masuk ke ritel modern. Namun produk yang masuk ke pasar ritel itu setelah melalui seleksi yang tidak mudah, karena syarat untuk masuk ke sana sudah ditentukan. Dinas Perdagangan Provinsi NTB meminta agar produk lokal tetap diserap oleh pengusaha ritel dan memberikan ruang yang strategis untuk memajang produk lokal. “Saya minta di ritel modern kalau bisa jangan paling belakang ditaruh produk lokal. Taruh saja di paling depan seperti di Hypermart itu. Agar masyarakat bisa melihat langsung produk yang di-
jual,” kata Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB Hj. Putu Selly Andayani kepada Ekbis NTB belum lama ini. Ia mengatakan, pihaknya sudah mempertemukan ritel modern dengan pelaku UMKM untuk membicarakan potensi kerjasama antara kedua belah pihak. Jika sudah menemukan kesepakatan yang saling menguntungkan mereka bisa langsung membuat kesepakatan kerjasama. Selly awalnya meminta kepada ritel modern agar mereka membeli putus produk yang dihasilkan oleh UMKM, namun belakangan ritel modern tidak menyetujui pola pembelian tersebut dengan alasan tidak semua konsumen datang ke ritel modern untuk berbelanja
produk lokal yang berupa kue kering, aneka kuliner tahan lama serta beberapa jenis suvenir. “Model kerjasamanya sekarang berapa yang laku itu yang dibayar kepada UMKM. Karena konsumen biasanya pergi berbelanja ke ritel modern untuk berbelanja kebutuhan pokok seperti minyak goreng dan lainnya. Sehingga kesulitan membayar dengan sistem beli putus, karena ritel modern tak mau rugi juga” kata Selly. Saat ritel modern mengakomodir produk lokal di gerainya tidak bisa serta merta menaikkan harga yang terlalu tinggi, karena memang sudah ada ketentuannya.
Bersambung ke hal 3
Hj. Baiq Baiq Eva Eva Nurcahyaningsih Nurcahyaningsih Hj.
(Ekbis NTB/dok)
Salah
KOMISI II Bidang Perdagangan DPRD NTB merasa tersinggung dengan adanya temuan di salah satu ritel modern di Kota Mataram berupa berjejalnya produk dari daerah lain di pojok produk lokal. Hal ini membuktikan bahwa ritel modern di NTB tak semuanya mengakomodir dengan serius produk lokal yang dihasilkan UMKM. Wakil Ketua Komisi II DPRD NTB H.M Nasihuddin Badri, M.Ap., kepada Ekbis NTB mengatakan, di ritel modern yang didatanginya terdapat produk kopi asal Sumatera, dodol asal Bali dan sejumlah produk luar lainnya yang ditempatkan di pojok UMKM. Kebijakan ritel modern ini dinilai tidak tepat, karena pada dasarnya yang ditempatkan di pojok UMKM adalah murni 100 persen produk lokal NTB. “Saya juga sudah lama tersinggung. Itu mereknya masih Bali dan Sumatera. Itu ritel modern yang ada di pulau Lombok,” kata politisi Partai Demokrat ini. Nasihuddin Badri mengatakan, ada banyak sekali produk UMKM asal NTB yang mampu bersaing di tingkat nasional dan layak masuk ritel modern. Niat awal dengan diakomodirnya produk lokal di ritel modern agar pelaku UMKM memiliki nilai tambah serta mereka tak merasa tersaingi dengan kehadiran ritel modern. Bersambung ke hal 3