Edisi 30 September 2014 | Suluh Indonesia

Page 1

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com

Selasa, 30 September 2014

No. 171 tahun VIII

Pengemban Pengamal Pancasila

Pejabat Sumsel Jadi Tersangka JAKARTA - KPK terus mengembangkan kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang. Dari hasil pengembangan tersebut, tim penyidik menetapkan satu orang sebagai tersangka pelaku tindak pidana dalam kasus dugaan korupsi yang menyebabkan keuangan negara senilai Rp 25 miliar. ‘’Dalam pengembangan penyelidikan tindak pidana korupsi Wisma Atlet dan Gedung Serba Guna Provinsi Sumatra Selatan tahun 2010-2011 penyidik telah menemukan bukti cukup simpulkan terjadi tipikor, penyidik menetapkan RA (Rizal Abdullah) sebagai Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet sebagai tersangka,” kata juru bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, kemarin. Dalam kasus tersebut, disebut ada

keterlibatan Komisi X dan Gubernur Sumsel ALex Noerdin menerima uang. KPK juga bisa menyeret dua pihak tersebut sebagai tersangka,jika dari hasil pendalaman tersebut ditemukan dua alat bukti yang cuku. ‘’Saya kira seperti biasa dalam sidik KPK, tentu didalami apakah ada pihak-pihak lain diduga terlibat. Tentu apabila ditemukan dua alat bukti yang cukup,’’ tandas Johan. Yang pasti, keduanya akan dimintai keterangan dulu sebagai saksi, dan jika memang keterangan dibutuhkan tim penyidik dalam rangka menggali alat bukti untuk memperkuat berkas penyidikan. ‘’Kalau siapa yang diperiksa saya tidak tahu. Kasus ini akan dikembangkan, ini kan baru permulaan. Saya kira tidak berhenti sampai titik sekarang,’’ tukasnya. (wnd)

Gugatan UU MD3 Ditolak

UU Pilkada

Ketua DPR Dipilih

JAKARTA - MK menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3) yang diajukan PDIP. ‘’Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Jakarta, kemarin. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan alasan konfigurasi pimpinan DPR haruslah mencerminkan konfigurasi pemenang pemilihan umum dengan alasan menghormati kedaulatan rakyat yang memilih adalah tidak berdasar karena pemilihan umum adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD, bukan untuk memilih pimpinan DPR. ‘’Masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan anggota DPR terpilih untuk memilih pimpinannya yang akan memimpin lembaga DPR,” kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat membacakan pertimbangan hukum. Menurut Patrialis, hal demikian adalah lazim dalam sistem presidensial dengan sistem multi partai, karena konfigurasi pengelompokan anggota DPR menjadi berubah ketika berada di DPR. ‘’Seperti halnya dalam praktik penyelenggaraan pemilihan pimpinan DPR di Indonesia selama ini, yang sangat berkaitan dengan konfigurasi pengelompokan anggota DPR berdasarkan kesepakatan bersama di antara anggota DPR,” katanya. Berbeda halnya dengan sistem presidensial yang hanya terdiri dari dua partai politik yang secara otomatis fraksi partai politik dengan jumlah anggota terbanyak menjadi ketua DPR, karena kalaupun dipilih maka hasil pemilihannya

Suluh Indonesia/ant

DIPANGGIL KEJAGUNG - Wamenkum dan HAM Denny Indrayana memberikan keterangan di Kejagung di Jakarta, kemarin. Denny sebagai saksi kasus gratifikasi di Kemenkum HAM.

Tetap Berlaku JAKARTA - UU Pilkada tetap berlaku, sekali pun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengesahkan undang-undang tersebut. Demikian dikatakan Ketua MK Hamdan Zoelva di Jakarta, kemarin. Menurutnya, pejelasan itu itu berdasar Pasal 20 ayat 5 UUD 1945. Intinya, RUU yang telah disetujui bersama tapi tak disahkan presiden dalam waktu 30 hari setelah RUU disetujui, maka tetap sah sebagai undang-undang dan wajib diundangkan. ‘’Prinsipnya tidak memberikan tanda tangan untuk mengesahkan undang-undang itu, tapi berdasar Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 ditandatangani atau tidak, undangundang otomatis berlaku,” kata Hamdan. Menurut Hamdan, asal-usul lahirnya pasal

tersebut adalah saat Presiden Soeharto tidak menandatangani UU yang disepakati di DPR yang menyebabkan UU tersebut tidak berlaku. Kedua adalah saat Presiden BJ Habibie tidak menandatangani UU Penetapan Keadaan Bahaya (PKB) tahun 1999. ‘’Nah, pada kasus kenegaraan itu lah pada perubahan UUD dipertegas dalam Pasal 20 ayat 5 dan waktu UU diambil keputusan di paripurna baik ditandatangani atau tidak, itu berlaku,” imbuh Hamdan. Pada penyusunan perubahan tersebut, presiden sudah memberikan amanat presiden kepada menteri kemudian memberikan konfirmasi setelah 30 hari ditandatangani atau tidak, undang-undang yang baru disahkan tetap menjadi undangundang. (kmb)

Anas Banding

Suluh Indonesia/ant

SATU DASAWARSA DPD - Presiden terpilih Joko Widodo (ketiga kiri) bersama Wapres terpilih Jusuf Kalla (kanan) Ketua DPD Irman Gusman (kedua kanan) menjawab pertanyaan usai peringatan 10 tahun lahirnya DPD di Gedung Nusantara Jakarta, kemarin. Perayaan satu dasawarsa DPD tersebut bertema "Keberadaan dan Karya Nyata DPD RI untuk Penguatan Otonomi Daerah dan Kemakmuran Rakyat Dalam Bingkai NKRI".

akan sama karena dipastikan partai politik mayoritas akan memilih ketua dari partainya. Demikian juga halnya dalam sistem pemerintahan parlementer, partai politik atau koalisi partai politik yang terbanyak jumlah anggotanya di perlemen dalam hal ini adalah par-

tai penguasa dipastikan akan menjadi pimpinan dan ketua parlemen karena jumlah anggota koalisinya mayoritas. “Dalam praktik politik di Indonesia yang menganut sistem presidensial dengan sistem multi partai, kesepakatan dan kompromi politik di

DPR sangat menentukan ketua dan pimpinan DPR, karena tidak ada partai politik yang benar-benar memperoleh mayoritas mutlak kursi di DPR,’’ kata mantan Menkum HAM ini. Sementara itu, Ketua DPP Bidang Hukum PDIP Trimedya Panjaitan menyatakan kekece-

waaannya dan akan melaporkan tujuh hakim konstitusi ke dewan etik. ‘’Ini menunjukkan putusan ini tidak bulat dan dipaksakan. Kami sedang mempertimbangkan untuk melaporkan hakim konstitusi di luar yang dissenting ini ke Komite etik MK,” kata Trimedya. (son)

JAKARTA -Terpidana kasus Hambalang, dan TPPU Anas Urbaningrum secara resmi menyatakan banding atas vonis delapan tahun penjara,denda denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan yang diputuskan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Ihwal adanya hal tersebut dikatakan, salah satu tim penasehat hukum Anas Handika Honggowongso. ‘’Setelah mengkaji putusan dan mempertimbangkan saran dari keluarga, temen dan simpatisan, hari ini tanpa mengurangi rasa hormat kepada majelis hakim ataup KPK, mas Anas memutuskan untuk menggunakan hak nya untuk melakukan banding,

dengan harapan nantinya majelis banding akan memeriksa dan memutuskan secara lebih benar dan adil,untuk itu kami akan mendaftarkan dan membuat akte banding nya esok hari di pn jak pusat,”kata Handika di Jakarta, kemarin. Diajukanya banding tersebut, menurutnya, karena hakim dinilai keliru membuat pertimbangan hukum dalam menjatuhkan vonis kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. ‘’Bahwa alasan pokok untuk banding adalah pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis untuk menyatakan terbukti nya dakwaan ke 1 subsider dan dakwaan kedua itu menurut kami tidak benar dan juga tidak adil,’’ katanya. (wnd)

MPR Rekomendasikan Amandemen UUD SETELAH mencermati dinamika aspirasi masyarakat dan daerah tentang berbagai dimensi strategis kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya, MPR merekomendasi amandemen konstitusi. Juru bicara Panitia Ad Hoc (PAH) II, Mohammad Jafar Hafsah saat membacakan laporan PAH II tentang rekomendasi MPR dalam rapat paripurna MPR di Gedung MPR/ DPR/DPD Jakarta, kemarin mengatakan, dengan tetap berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara dan Kesepakatan Dasar untuk tidak mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan bentuk NKRI,

mempertegas sistem pemerintahan presidensial, serta melakukan perubahan dengan cara adendum. Dia mengatakan rekomendasi itu merupakan hasil pengkajian Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaran Indonesia yang telah bekerja sejak pertengahan 2012 silam. Jafar mengungkapkan, terkait rekomendasi amandemen konstitusi ini terdapat delapan hal dalam sistem ketatanegaraan yang perlu ditata kembali. Pertama adalah penguatan MPR sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan tertinggi dalam mengubah, menetapkan, menafsirkan UUD, dan memberikan arah kebijakan kepada lembaga-lembaga negara lainnya. Selain itu juga penguatan wewenang DPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi. Lewa amendemen, DPD direkomendasikan memiliki wewenang untuk mengusulkan,

membahas, menyetujui RUU tertentu, melaksanakan fungsi anggaran bersama DPR dan pemerintah, serta melaksanakan fungsi pengawasan atas UU dimaksud. ‘’Juga penegasan sistem pemerintahan presidensiil melalui penyederhanaan sistem kepartaian dan peng-

aturan wewenang presiden sebagai kepala pemerintahan dalam penyelengaraan pmerintahan yang tidak memerlukan persetujuan DPR,” katanya. Materi amendemen lainnya, adalah penguatan kewenangan Komisi Yudisial. (har)

Suluh Indonesia/ant

UU MD3 DITOLAK - Ketua Bidang Hukum DPP PDIP Trimedya Panjaitan (tengah) memberikan keterangan seusai menghadiri sidang uji materi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di Gedung MK Jakarta, kemarin.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.