Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Senin, 29 September 2014
No. 170 tahun VIII
Pengemban Pengamal Pancasila
BC Sita Narkoba Rp 105 Miliar TANGERANG - Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta sejak Januari hingga akhir September 2014 sudah menyita berbagai jenis narkotika senilai Rp105 miliar lebih. ‘’Nilai total barang bukti narkotika hasil penindakan sejak Januari hingga akhir september mencapai Rp105 miliar lebih,” kata Kepala Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Okto Irianto di Tangerang, kemarin. Ia mengatakan, tersangka yang ditangkap terdiri dari WNI dengan jumlah 57 orang dan 28 WNA seperti Tiongkok, Hongkong dan lainnya. Sedangkan barang bukti yang disita, yakni 81 kilogram seperti ketamine, sabu dan ganja. Sedangkan dalam bentuk tablet, yakni “happy five” dan mathadone dengan jumlah 478 tablet.
Sementara itu, kasus yang sudah berhasil diungkap atau gagalkan yakni mencapai 63 kasus dengan penyelundupan sabu paling dominan, yakni 57 kasus. ‘’Dari kasus yang telah berhasil digagalkan, penyelundupan narkotika jenis sabu paling banyak atau dominan,” ujarnya. Seluruh barang bukti dan tersangka telah diserahkan Bea Cukai SoekarnoHatta kepada kepolisian dan BNN untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Karena barang bukti yang diselundupkan pelaku melebihi lima gram, maka pidana yang dikenakan seusia UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman penjara 15 hingga 20 tahun. Humas BNN Kombes Pol. Sumirat mengatakan, penyeludupan narkotika terjadi karena permintaan meningkat. (ant)
Pelantikan Jero Wacik
KPU Tunggu Presiden
Suluh Indonesia/ant
RAIH EMAS - Ganda Putra Indonesia Muhamad Ahsan dan Hendra Setiawan memberi hormat sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika pengibaran bendera merah putih pada pemberian medali Ganda Putra Asian Games ke-17 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korsel, kemarin. Hendra dan Ahsan berhasil mengalahkan ganda Korsel Yongdae Lee dan Yeonseong Yoo dan meraih emas kedua untuk Indonesia.
JAKARTA - KPU Pusat belum mendapatkan surat balasan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait permintaan penangguhan pelantikan terhadap tiga calon anggota DPR terpilih yang terlibat kasus korupsi. ‘’Sampai saat ini kami belum mendapatkan jawaban dari Presiden, sehingga kami belum tahu sikapnya terhadap mereka (tiga calon terpilih),’’ kata Ketua KPU Husni Kamil Manik dalam Rapat Pleno Terbuka Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Pemilu 2014 Pasca-Putusan Akhir MK di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan, pihaknya telah mengirimkan dua surat berisi nama-nama calon anggota DPR terpilih untuk diterbitkan Surat Keputusan
Peresmiannya sebagai anggota dewan periode 2014-2019. Surat pertama berisi 555 nama calon anggota terpilih, termasuk di dalamnya tiga nama calon yang terjerat kasus korupsi yakni mantan Sekretari Majelis Tinggi Partai Demokrat Jero Wacik, Ketua DPD PDIP DIY sekaligus mantan Bupati Bantul Idham Samawi dan Herdian Koosnadi (PDIP). ‘’Nama-nama anggota DPR terpilih yang menjadi tersangka sampai sekarang ada tiga, satu dari Partai Demokrat dan dua dari PDIP. Kami minta kepada Presiden untuk menangguhkan pelantikannya sampai proses hukumnya selesai,” tambah Husni. Sedangkan surat kedua berisi dua nama caleg anggota DPR terpilih yang diganti oleh partai pengusungnya.
Sementara itu, terkait tiga nama calon anggota DPR terpilih yang belum diserahkan ke Sekretariat Negara merupakan hasil perbaikan dari pemungutan suara ulang di Daerah Pemilihan Maluku Utara (provinsi) pasca-putusan MK. ‘’Dari tiga putusan MK yang kita tindaklanjuti rekapitulasinya hari ini terjadi koreksi di Dapil Maluku Utara untuk calon anggota DPR RI terpilih. Koreksi menjadi, perolehan kursi untuk PDIP, Partai Golkar dan Partai Nasdem,” tuturnya. Sebelumnya, banyak pihak mendesak KPU untuk menunda pelantikan calon anggota legislatif terpilih periode 20142019 yang tersangkuat kasus korupsi maupun kasus pidana lainnya. Ini diumaksudkan untuk menjaga moral lembaga legislatif. (ant)
Ketika Hak Politik Rakyat Tergadaikan PENGAMAT politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Asep Nurjaman mengemukakan UU Pilkada akan merenggut hak politik rakyat. Dosen FISIP UMM tersebut mengatakan, hak politik yang baru diberikan dan dinikmati rakyat diambil dan dikebiri lagi. Dan demokrasi yang berjalan baik, bahkan mendapatkan pengakuan dunia internasional, kini harus terenggut kembali. Menurut Asep, kalau UU Pilkada
itu berjalan, cengkeraman legislatif pada eksekutif akan semakin kuat, sehingga dikhawatirkan eksekutif di daerah tidak bisa menjalankan program-programnya dengan baik karena adanya kungkungan dari fraksi-fraksi yang ada di legislatif. Bahkan, legislatif akan lebih berkuasa daripada eksekutif. Sebab, lanjutnya, kepentingan fraksi di parlemen yang menjadi kepanjangan dari partai politik (parpol) cenderung lebih mengedepankan kepentingan konstituen masing-masing, sehingga kepentingan rakyat yang lebih luas bisa terabaikan.
Implikasi lain jika UU Pilkada itu nanti diberlakukan, kata Asep, dominasi legislatif di daerah akan semakin kuat dan hal itu bisa menghambat kinerja eksekutif dalam mengeluarkan dan menjalankan kebijakannya. Bahkan, ke depan akan sulit melahirkan pemimpin yang bagus, beretika, jujur, dan memiliki kepedulian besar terhadap kepentingan rakyat. Sehingga, ujarnya, mau tidak mau akan memunculkan penguasa-penguasa baru di balik layar yang memiliki kepentingan dan “membeli” kebijakan yang akan ditetapkan kepala daerah dengan
persetujuan parlemen. Sebenarnya, tegas Asep, dalam Pilkada langsung akan terjadi proses pembelajaran politik bagi rakyat dan 10 tahun terakhir ini sudah mulai berjalan dengan baik. Memang untuk menjadi negara demokrasi yang besar membutuhkan waktu dan semua itu perlu proses, tapi di Indonesia baru berjalan dua periode sudah dikebiri lagi, sudah direnggut kembali. Ia mencontohkan, di AS saja butuh waktu 350 tahun untuk menjadi negara demokratis yang dewasa, apalagi di Indonesia baru berjalan 10 tahun terakhir ini. (ant)
BPK Temukan
Dekrit Presiden
Dana DPD Bocor
Batalkan UU Pilkada JAKARTA - RUU Pilkada yang disahkan oleh DPR RI bisa saja dibatalkan apabila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mau mengeluarkan Dekrit Presiden untuk membantalkan RUU tersebut. ‘’Demi kepentingan masyara-kat Indonesia dan sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat maka Presiden bisa saja menggunakan wewenangnya untuk menyelamatkan demokrasi ini,” kata Ketua Koordinator Bidang Politik Rumah Koalisi Indonesia Hebat (RKIH) Toto Suryawan Sukarno Putra di Jakarta, kemarin. Ia mengatakan RUU Pilkada yang sudah disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu sangat berpengaruh dengan kehidu-
pan berdemokasi di Indonesia dan sebagian warga Indonesia tidak setuju dengan Pemilukada melalui DPRD. ‘’Presiden harus menyelamatkan kekacauan demokrasi saat ini dan ke depan nanti, karena sudah tercium adanya sandiwara politik yang dilakukan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok maupun organisasi,” tutur pria yang bertutur kata dengan ramah itu. Dikatakannya, rakyat saat ini tidak bisa dibohongi dan rakyat sudah pasti tau siapa biang keladi dibalik keinginan Pemilukada dilakukan dan dilaksanakan secara tidak langsung. Bukan itu saja, RKIH akan memperjuangkan demokrasi ini dengan gugatan. (ant)
Suluh Indonesia/ant
GLADAK - Gladak Perak, jembatan buatan era penjajahan Belanda melintang di jalan raya Lumajang - Malang Kawasan Piket Nol, Pronojiwo, Lumajang. Jembatan di atas sungai Besuk Kobo’an ini merupakan aliran lahar gunung semeru yang bermuara di laut selatan.
JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyoroti dugaan kebocoran penggunaan dana Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2009 - 2014 era kepemimpinan Irman Gusman sebesar Rp 1,5 miliar. ‘’Audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan kebocoran uang negara Rp1,5 miliar. Namun, yang sudah dikembalikan ke kas negara sekitar Rp200 juta,” kata Koordinator Fitra Uchok Sky Khadafi di Jakarta, kemarin. Uchok mendesak pimpinan DPD RI periode 2009 - 2014 mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dana sekitar Rp1,3 miliar yang belum dikembalikan ke kas negara. Uchok menyebutkan Irman Gusman merupakan orang yang harus bertanggung jawab terhadap penggunaan dana negara tersebut. Selama kurun waktu lima tahun sejak 2009 - 2014, Uchok mengungkapkan DPD RI telah menggunakan dana negara sekitar Rp 3,5 triliun. ‘’Namun, secara kelembagaan belum ada kinerja yang menonjol,” ujar Uchok. Uchok menggarisbawahi peranan DPD RI di bawah kepemimpinan Irman Gusman gagal mendukung program pemberantasan korupsi dan mengoptimalkan peranan lembaga perwakilan daerah dalam pentas politik nasional. Terlebih Irman sempat ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat yang dinilai Uchok sebagai kepentingan pribadi yang bersangkutan. (son)