Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Rabu, 21 Desember 2016
No. 235 tahun X
Pengemban Pengamal Pancasila
OSO Pengganti Wiranto JAKARTA - Oesman Sapta Odang (OSO) berpeluang menduduki kursi Ketua Umum Partai Hanura. Rapat pleno DPP Partai Hanura telah memutuskan OSO menjadi calon tunggal yang akan dipilih dalam forum tertinggi partai Munaslub yang pelaksanaannya bersamaan dengan HUT Partai Hanura, hari ini. Sekretaris Jenderal Partai Hanura Berliana Kartakusuma membenarkan adanya kecenderungan partainya akan memilih Wakil Ketua MPR RI dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu sebagai ketua umum partainya. “Kecenderungan umumnya jatuh pada Pak Oesman Sapta. Kecenderungan yang saya amati, baik dari pengururus DPP maupun pengurus DPD, DPC seluruh Indonesia tampaknya calon tunggal,” kata Berliana
Kartakusumah di Jakarta, kemarin. Menurut Berliana, Partai Hanura membutuhkan tokoh yang dikenal publik secara nasional. Unsur ketokohan, menjadi satu di antara syarat paling penting sebab dianggap sebagai syarat bisa bertahannya sebuah partai politik. Seperti pendiri partai ini Jenderal Purnawirawan Wiranto yang dikenal sebagai mantan Menkopolhukkam, Panglima TNI, dan kini kembali menduduki jabatan Menko Polhukkam sehingga harus melepas posisinya sebagai Ketua umum partai. Karena ketokohannya itupula, Jenderal Purnawirawan Wiranto sendiri masih akan tetap berada di partai untuk menjaga kesinambungan dan jalinan ideologis, dengan menempatkan Wiranto sebagai ketua dewan pembina partai. (har)
Suluh Indonesia/ant
DIPERIKSA - Tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit pemantauan Badan Keamanan Laut (Bakamla) Muhammad Adami Okta meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, kemarin.
Wapres Tegaskan
Fatwa Bukan Hukum Positif
Suluh Indonesia/ant
SIDANG LANJUTAN - Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama bersiap menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta, kemarin. Sidang lanjutan digelar dengan agenda tanggapan jaksa atas nota keberatan (eksepsi).
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menegaskan bahwa fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif Indonesia dan organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang. ‘’Aturan (MUI) itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan ‘sweeping’,” kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta Pusat, kemarin. Pernyataan Wapres tersebut ditegaskan menanggapi aksi ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan “sweeping” atau razia dengan dalih menegakkan fatwa
MUI tentang larangan mengenakan atribut Natal. “Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukannya (penegakan hukum), itu fungsi polisi,” kata dia. Wapres RI menambahkan ormas harus mengerti bahwa fatwa MUI itu tidak mengikat, bahkan untuk umat Islam karena hubungannya antara pribadi dengan Tuhannya. “Kalau ada yang melanggar, ya melanggar hukum agama, ada hukumnya, dosa dan neraka,” kata dia. Oleh karena itu, Wapres mengimbau agar aparat penegak hukum yang sah, yakni Polri untuk menindak ormas yang melakukan razia sewenang-wenang. Sementara itu, Majelis Ula-
ma Indonesia (MUI) menyebutkan fatwa dapat menjadi dasar pembuatan regulasi meskipun bukan merupakan hukum positif atau peraturan yang berlaku untuk masyarakat pada saat ini. “Jadi jangan karena fatwa itu bukan hukum positif, lalu diabaikan,” kata Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Ma’ruf mencontohkan dengan adanya sejumlah fatwa MUI yang dijadikan rujukan pemerintah dan lembaga dalam merumuskan kebijakan, seperti misalnya dalam peraturan perbankan syariah. Selain itu, MUI secara khusus menyinggung mengenai Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keag-
amaan Non-Muslim yang diterbitkan pada 14 Desember 2016. Terkait fatwa tersebut, Ma’ruf berpendapat pelaksanaannya membutuhkan dukungan dari kepolisian terutama terhadap adanya kemungkinan unsur pemaksaan dengan ancaman untuk menggunakan atribut agama tertentu. MUI melalui Fatwa MUI 56/ 2016 memutuskan bahwa menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram. MUI juga menetapkan tindakan mengajak atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim adalah haram. ‘’Kita akan menjalin komunikasi dengan pihak kepolisian untuk keperluan fasilitasi dan sosialisasi,’’ katanya. (ant)
TKA Meresahkan
DPD Bentuk Pansus KEGIATAN tenaga kerja asing (TKA) terutama warga negara Cina di Indonesia dibahas dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hingga muncul usulan rencana pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menyoroti persoalan TKA. Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin mengatakan, karena kondisi 2016 tidak memungkinkan, insya Allah 2017 masuk masa sidang ketiga kita agendakan untuk membentuk pansus. Farouk mengatakan rencana pembentukan pansus ini akan dimatangkan melalui alat kelengkapan DPD terkait yaitu Komite III DPD yang menan-
ganai persoalan ketenagakerjaaan. “Terserah pada Komite III, kita tunggu saja usulannya agar kalau bisa pada pansus panmus pertama, sudah bisa diagendakan membentuk paripurna itu memutuskan mengesahkan pembentukan pansus tentang tenaga kerja asing. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), pertengahan tahun in, WNA
China paling banyak melanggar kebijakan bebas visa adalah China, Bangladesh, Filipina, Irak, Malaysia, Vietnam, Myanmar, India, dan Korea Selatan. Warga negara China masih menduduki peringkat pertama dengan jumlah yang cukup signifikan, yaitu 1.180 pelanggaran pada Januari-Juli 2016. Sementara urutan berikutnya diikuti warga negara Banglades (172), Filipina (151), dan Irak. Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro meminta pemerintah menjelaskan berbagai isu yang berkembang luas di masyarakat terkait persoalan-persoalan terkait kegiatan warga negara asing terutama warga negara Cina di Indonesia. Diamnya pemerintah menurutnya jangan sampai dianggap sebagai pembiaran. “Pemerintah diam saja padahal banyak isu yang sangat serius yang berkembang sangat luas saat ini seperti soal tenaga kerja kasar dari Cina, soal wisatawan dari Cina, soal pembangunan perumahan untuk orang-orang Cina, masuknya narkoba melalui kontraktor pembangunan Cina, soal e-ktp yang bisa dipalsukan, termasuk isu masuknya paham komunis Cina ke indonesia. Jika masyarakat menuduh pemerintah membiarkan saja sudah berbahaya,” kata Siti Zuhro. Pembiaran oleh pemerintah akan sangat merugikan Indonesia, karena dengan hal ini maka dunia akan tahu bahwa negara ini betul-betul tidak berdaya dan lemah dalam penegakan hukum yang bisa dimanfaatkan oleh orang luar untuk menyerbu indonesia. (har)
Suluh Indonesia/ant
PENANGANAN KORUPSI DALAM PERSAINGAN USAHA - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kiri) bersama Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf (kanan) memberikan keterangan usai melakukan pertemuan di Jakarta, kemarin. Pertemuan itu membahas kerjasama antara KPPU dengan KPK untuk menangani korupsi dalam persaingan usaha.
Terkait OTT Bakamla
KPK Koordinasi Dengan Puspom JAKARTA - KPK berkoordinasi dengan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko dalam penyidikan kasus dugaan suap dalam pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). “Kami melakukan kordinasi penanganan kasus Bakamla, sekarang mereka sedang persentasi di atas sehingga kami mencarikan jalan paling baik untuk kasus ini,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif
di Jakarta, kemarin. KPK kemarin sudah memeriksa tiga saksi dari lingkungan Bakamla yaitu Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi pada Bakamla Noefel Hasan dan 2 PNS Bakamla Wakhid Mamun dan Trinanda Wicaksono. “Koordinasi ini berhubungan terkait penanganan kasus yang melibatkan anggota TNI, tapi yang sedang kami bicarakan belum bisa kami bicarakan, nanti setelah dibicarakan dan gelar perkara, Danpom yang akan umumkan kalau itu betul ada
tersangka,” tambah Laode. Koordinasi itu diperlukan mengingat kasus ini melibatkan masyarakat sipil maupun militer. Pasal 42 UU 30 tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersamasama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum. “Sejauh ini kami
masih terus melakukan koordinasi jika nanti pihak TNI membutuhkan dukungandukungan dan sebaliknya KPK membutuhkan dukungan terkait penanganan perkara ini tentu akan dikoordinasikan lebih lanjut di KPK sesuai pasal 42 UU KPK memang ada kemungkinan untuk melakukan penanganan koordinasi mana yang lebih tepat efektif dan juga bagus untuk mengungkap perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (ant)