Edisi 20 Maret 2017 | Suluh Indonesia

Page 1

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com

Senin, 20 Maret 2017

No. 55 tahun XI

Pengemban Pengamal Pancasila

Metamorfosis Narkoba JAKARTA - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta masyarakat mewaspadai metamorfosis atau perubahan bentuk narkoba yang sengaja didesain produsennya untuk mengelabui aparat keamanan. “Kalau dulu berbentuk pil, bubuk heroin, atau lintingan ganja , maka sekarang menjelma menjadi aneka rupa,” katanya saat meresmikan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Teratai Khatulistiwa di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, Sabtu (18/3). Dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, Khofifah mengatakan kini beredar narkoba yang dicampur dengan makanan bahkan jajanan anak. Belum lama ini beredar permen dot di Surabaya yang disinyalir mengandung narkoba. Sebelumnya juga beredar kue kering bercam-

pur ganja di Bandung dan Jakarta. “Pengedar narkoba semakin pintar mengemas barang dagangannya. Penyusupan narkoba ke dalam makanan dan jajanan anak merupakan salah satu bentuk metamorfosis narkoba saat ini,” kata dia. Khofifah menerangkan, dengan mencampur narkotika ke dalam makanan maka akan sulit terdeteksi secara kasat mata. Polisi perlu melakukan uji klinis laboratorium untuk memastikan apakah makanan tersebut mengandung narkoba atau tidak. Oleh karena itu, Khofifah mengimbau orang tua agar senantiasa mengingatkan anakanaknya yang masih duduk di bangku TK dan SD untuk tidak jajan sembarangan. “Orang tua harus lebih peduli dan tidak boleh cuek terhadap fenomena metamorfosis narkoba ini,” kata dia.(ant)

Suluh Indonesia/ant

DEKLARASI CAGUB - Walikota Bandung Ridwan Kamil mendeklarasi diri sebagai calon Gubernur Jawa Barat 2018-2023 yang diusung Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di Monumen Bandung Lautan Api, Jawa Barat, Minggu (19/3).

Tanpa Mahar

Ridwan Kamil Puji Nasdem

Suluh Indonesia/ant

AKSI KAWAL KASUS KORUPSI E-KTP - Perwakilan dari LSM, LBH dan aktivis yang tergabung dalam Gerakan Sapu Koruptor (Satu padu Lawan Koruptor) berunjuk rasa di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (19/3). Mereka menuntut penegak hukum mengusut tuntas dan mengawal kasus korupsi e-KTP.

BANDUNG - Wali Kota Bandung M Ridwan Kamil mengapresiasi langkah Partai NasDem yang perdana memberikan dukungan kepadanya dalam perhelatan Pilgub Jawa Barat 2018 walaupun waktu pelaksanaannya masihn 15 bulan lagi. “Tentunya saya ucapkan terima kasih kepada NasDem yang memberikan kepercayaan kepada saya tanpa mahar. Partai NasDem memelopori politik etis ini,” kata Ridwan Kamil saay deklarasi pencalonan dirinya sebagai calon Gubernur Jawa Barat di Monumen Bandung Lautan Api Lapangan Tegalega

Kota Bandung, Minggu (19/3) kemarin. Ia menegaskan siap menjalankan syarat yang telah ditentukan oleh Partai NasDem terkait pendeklarasian dirinya sebagai Calon Gubernur Jawa Barat 2018-2023. “Semua syarat masih saya renungkan review pada saatnya registrasi tentunya hal tersebut disepakati secara normal. Setiap partai punya aspirasi satu satu dan saya tampung saja yang penting proses dari sini ke pasti itu kan masih ada dinamika jadi saya renungkan gimana baiknya,” kata dia. Emil juga mengajak partai

politik lainnya utnuk juag memberikan dukungan kepadanya. Hal itu disampaikan saat memberikan sambutan pada deklarasi tersebut. Ia sempat membacakan sebuah pantun berbau politis di akhir sambutannya. “Berakti-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian. Parta NasDem sudah deklarasi dahulu, kenapa partai lain masih banyak pikiran,” kata Emil. Hingga saat ini, Emil mengaku belum memikirkan tentang sosok calon wakil gubernur (cawagub) meskipun dirinya telah dideklarasikan sebagai calon Gubernur Jawa Barat 2018-2023 oleh Partai NasDem. “Belum kepikiran soal

pendamping mah (cawagub),” katanya. Wali kota yang akrab disapa Kang Emil ini menuturkan dirinya sebagai orang yang bukan anggota partai politik merasa tidak mempunyai kapasitas memilih calon wakil gubernurnya. “Kecuali semua parpol sepakat bahwa pilihan wakil misal diserahkan ke saya tapi kan gak juga ada partai yang saya dekati minta wakil dari partai itu. Dan alhamdulillah kalau dari NasDem tidak ada syarat. Dan ini belum diikuti oleh semua partai. Jadi saya gak bisa bilang. Yang pasti kriteria,” kata dia. (ant)

60 Persen Publik

Belum Tahu Akan Ada Pemilu Serentak DIREKTUR Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengumumkan hasil survei Perludem dan Polling Center terkait dengan respon publik terhadap desain RUU Pemilu. “Survei ini mengambil sampel responden dari seluruh Indonesia, namun sampel terbanyak ada di Pulau Jawa yaitu sebanyak 58 persen,” ujar Titi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Minggu. Survei dilakukan dengan dua cara yaitu melalui tatap muka dan melalui telepon, yang dilakukan kepada 400 responden yang memilik hak un-

tuk memilih. Sebanyak 96,8 persen dari para responden dikatakan oleh Titi bukanlah anggota dari partai politik. Survei ini, kata Titi, menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen dari 400 responden ternyata belum mengetahui bahwa Pemilu Presiden serta Pemilu Legislatif akan dilakukan pada waktu yang sama pada 2019.

Lebih lanjut Titi mengatakan hasil survei juga menunjukkan bahwa pemilih perempuan dan pemilih muda adalah kelompok yang belum banyak paham bahwa Pilpres dan Pileg akan dilakukan pada waktu yang sama. “Dari seluruh responden, sebanyak 61 persen menyatakan tertarik untuk mengetahui RUU Pemilu, sementara sebanyak 23 persen menyatakan tidak tertarik,” kata Titi. Sementara terkait dengan pilihan partai politik, sebanyak 47 persen responden mengaku lebih suka memilih kandidat dibandingkan dengan partai politik. Sementara 39 persen mengaku memilih, baik partai politik maupun kandidat. Tujuan utama dari survei ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan persepsi publik terhadap desain RUU Pemilu, kata Titi. Titi menilai partai politik di Indonesia hingga sekarang belum mandiri atau masih terbelenggu pada elite bermodal besar. “Besarnya sumbangan membuat partai tidak mandiri dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, di sisi lain, mereka membutuhkan uang banyak untuk kegiatan operasional dan kampanye pemilu,” kata Titi. Soal Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP No. 5/2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, Titi menegaskan bahwa PP ini bertujuan menjauhkan parpol dari penguasaan pemilik uang agar bebas memperjuangkan rakyat. (ant)

Suluh Indonesia/ant

TUNTUT PENYELIDIKAN LANJUTAN - Sejumlah Penyintas Tragedi 1965 memberi keterangan pada pameran Repro Lorong Genosida 65-66 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Minggu (19/3). Mereka mendesak Komnas HAM melakukan penyelidikan lanjutan berdasar putusan dan rekomendasi International People’s Tribunal (IPT) di Den Haag pada 2015.

Jawaban “Lupa”

di Pengadilan Bermakna Menghindar JAKARTA - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan ucapan “lupa” di pengadilan korupsi bermakna menghindar. “Dalam suatu proses hukum atau persidangan tindak pidana korupsi, acapkali kita dengar jawaban ‘lupa’ dari para tersangka, terdakwa dan saksi yang berpeluang tersangka, bisa jadi sebagai teknik menghindar dan mengaburkan suatu peristiwa tindak pidana korupsi,” ujar

Emrus Sihombing di Jakarta, Sabtu. Oleh karena itu, paling tidak ada dua makna bila terdakwa korupsi dan saksi yg berpotensi kuat menjadi tersangka korupsi cenderung mengucapkan kata “lupa” dalam suatu proses hukum atau peradilan. Pertama, bila pemeriksaan terkait menguntungkan dirinya atau jaringannya dalam dugaan tindak pidana korupsi, mereka lancar dan bersemangat memberi pendapat. “Sangat-sangat jarang mengeluarkan kata lupa. Kedua,

bila kemungkinan pemeriksaan terkait merugikan dirinya atau jaringannya akan cenderung lebih sering mengucapkan kata ‘lupa’,” kata dia. Dari dua makna di atas, ia mengatakan, penggunaan kata “lupa” sangat berpotensi sebagai upaya mengelabui, atau bagian dari strategi berbohong terselubung. Dari aspek komunikasi, bila seseorang telah berbohong tentang sesuatu akan cenderung melakukan kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan sebelumnya.

“Demikian seterusnya. Kecuali muncul kesadaran baru, berupa ketulusan. Karena itu, ucapan kata ‘lupa’ harus dicari makna yang sesungguhnya dengan analisis mendalam dengan pendekatan semiotika komunikasi,” kata dia. Selain itu, untuk menghentikan kebohongan dalam suatu proses hukum, tidak ada jalan lain bagi penegak hukum, kecuali harus “membenturkan” pendapat mereka dengan fakta yang sangat valid dan kredibel. (ant)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.