Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Kamis, 19 Januari 2017
No. 14 tahun XI
Pengemban Pengamal Pancasila
KPK Ingin
Hilangkan Politik Uang Dalam Pilkada JAKARTA - KPK menginginkan agar politik uang dalam Pilkada dihilangkan, salah satunya dengan usulan institusi itu untuk meningkatkan dana bantuan bagi partai politik sebesar 50 persen. ‘’Misalnya, mau menjadi Bupati bisa menghabiskan dana Rp20-25 miliar. Bayangkan kalau yang bersangkutan dapat uang itu dari hasil utang, pasti dia main proyek untuk mengembalikan utangnya tersebut,’’ kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata usai menghadiri Rapat Kerja Komisi III DPR di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan ketika dana bantuan bagi parpol ditingkatkan maka seorang yang ingin menjadi kepala daerah tidak perlu mengeluarkan dana besar karena semua dana kampanye
dibiayai parpol pendukung. Langkah itu menurut dia diharapkan untuk mendapatkan pemimpin yang berintegritas dan tidak menyalah gunakan jabatannya untuk kepentingan mengembalikan utang politiknya. “Semuanya sudah kami hitung sekitar 50:50 pembiayaan anggaran negara dengan parpol,” ujar Alexander. Dia mengatakan KPK sudah menghitung anggaran negara yang dikeluarkan untuk tambahan dana parpol, yaitu Rp5 triliun dengan hasil pemimpin yang berintegritas. Menurut dia, dengan dana sebesar itu lalu menghasilkan pemimpin berintegritas maka otomatis akan mengamankan APBD sehingga keuntungannya lebih besar bagi negara. (har)
OTT Capai 81 Kasus JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dalam sekitar dua bulan sejak dibentuknya sudah memproses 81 kasus operasi tangkap tangan (OTT). “Sampai saat ini juga sudah 81 OTT sedang diproses. Ada yang sudah di kejaksaan, ada yang masih penyidikan,” kata Ketua Saber Pungli Komjen Pol Dwi Priyatno di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, kemarin. Pihaknya juga telah menerima 22 ribu lebih laporan, yang disampaikan baik lewat “website” atau laman, SMS, maupun secara langsung melalui “call center”. Untuk kepentingan itu, Saber Pungli sudah mengajukan anggaran untuk rencana aksi tahun ini. “Kemudian juga semua provinsi sudah membentuk UPP, Unit Pemberantasan Pungli dan juga untuk
kementerian/lembaga sudah membentuk serta kabupaten/kota kurang lebih ada 290-an sudah membentuk UPP itu sehingga apa yang diamanatkan oleh Perpres 87 itu, pemberantasan pungli yang tegas, terpadu, efisien, efektif, dan efek jera itu diharapkan akan dilaksanakan,” paparnya. Pihaknya juga melaksanakan sosialisasi, kampanye, hingga memberikan pemahaman, di televisi atau di videotron kepada masyarakat. Selain itu, Saber Pungli juga menetakan titik-titik rawan praktik Pungli. “Seperti contohnya untuk di kepolisian, berkaitan dengan penegakan hukum, ada yang melakukan pemerasan kemudian di instansi lain ada masalah Prona BPN, di bea dan cukai kemudian masalah ‘dwelling time’, dll. (ant)
Suluh Indonesia/ant
SIDANG KORUPSI MANTAN BUPATI - Mantan Bupati Bolaang Mongondouw Marlina Moha Siahaan mengikuti sidang dengan agenda pembacaan duplik atas eksepsi terdakwa di PN Manado, kemarin.
Presiden Janji
Berantas “Jual Beli” Jabatan
Suluh Indonesia/ant
PELANTIKAN KSAU - Pejabat baru Kepala Staf TNI-AU Marsdya Hadi Tjahjanto (kiri) berjabatan tangan dengan pejabat lama Marsekal Agus Supriatna (kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Presiden Joko Widodo menunjuk Marsdya TNI Hadi Tjahjanto sebagai KSAU menggantikan Marsekal Agus Supriatna yang purna tugas.
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan segera memberantas praktik “jual beli” jabatan dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). “Secara khusus saya ingin menyoroti masih adanya praktik-praktik jual beli jabatan dalam manajemen ASN ini,” kata Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas (ratas) dengan tema pembahasan manajemen ASN di Kantor Presiden Jakarta, kemrin. Ia menambahkan, bahkan beberapa waktu lalu Presiden mendapatka laporan ada yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Ko-
rupsi (KPK) karena melakukan praktik tersebut. Presiden menegaskan praktik-praktik semacam itu harus diberantas tuntas di seluruh pelosok Tanah Air. “Saya ingin mengingatkan agar praktik dalam proses pengurusan pengangkatan ASN ini betul-betul hilang dan diberantas tuntas,” ujar Jokowi. Dalam rapat tersebut Presiden juga fokus membahas sebaran ASN yang harus merata sehingga bisa memberikan akses rakyat terhadap pelayanan publik yang lebih baik. Menurut Presiden juga, dengan meratanya ASN maka kesempatan kerja bukan hanya semakin meningkat, tapi juga semakin merata di seluruh
pelosok Tanah Air. “Jangan sampai rakyat di daerah-daerah terpencil, kawasan perbatasan, pulau-pulau terluar mengalami kekurangan ASN sedangkan di wilayah yang lain justru mengalami kelebihan,” tuturnya. Oleh karena itu, ia meminta Menteri PAN/RB untuk menghitung kembali sebaran ASN di seluruh wilayah Indonesia. “Dengan demikian terlihat jelas jumlah dan kualifikasi ASN yang perlu ditambah, yang perlu dikurangi di setiap wilayah,” kata Presiden. Ia juga menegaskan perlunya bagi Pemerintah untuk mampu menemukan jumlah ASN yang proporsional dengan memperhatikan jumlah
penduduk, kemampuan keuangan negara, serta perkembangan kemajuan teknologi informasi untuk menunjang sistem pemerintahan yang berbasis elektronik atau “e-government”. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RB Asman Abnur menyatakan belum perlu untuk membuat tim satuan tugas (satgas) untuk memberantas praktik jual beli jabatan di pusat dan daerah. “Tidak (membentuk satgas), ini kan yang bermasalah tidak semua kabupaten/kota. Jadi kalau kita lihat mungkin nanti aturan pengawasan diperketat. Pengawasan diperkuat di Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” kata Asman. (ant)
Soal Sitem Pemilu
Kader Golkar Sampaikan Pandangan Berbeda SEJUMLAH kader Partai Golkar menyampaikan pandangan berbeda perihal plus-minus sistem Pemilu proporsional terbuka dan tertutup yang akan dibahas pada RUU Pemilu untuk diterapkan dalam Pemilu 2019. Pengamat Politik dari Poltracking Hanta Yudha AR pada Seminar “Memastikan Sistem Pemilu yang Tepat untuk Pemilu Serektak 2019 dalam rangka Memperkuat Sistem Presidensial” di Jakarta, kemarin mengatakan, sistem Pemilu proporsional terbuka dan tertutup memiliki plus-minus. Menurut Hanta, persoalan
yang dihadapi partai politik, khususnya Partai Golkar, sesungguhnya bukan persoalan sistem pemilu terbuka atau tertutup tapi sistem demokrasi di internal partai. Jika sistem demokrasi di internal partai, kata dia, belum berjalan baik maka masih akan terjadi hal-hal yang kurang baik. Hanta mengusulkan, agar
Partai Golkar melakukan rekrutmen bakal calon anggota legislatif terhadap figur-figur yang berkualitas sesuai dengan sistem pada pemilu. Pada seminar tersebut, sejumlah kader Partai Golkar menyampaikan pandangannya, seperti Darul Siska mengatakan, yang menyatakan sistem tertutup dengan penyederhaan partai akan lebih baik jika dilakukan dengan penyederhaan partai agar dapat menguatkan sistem presidensial. Menurut dia, dengan sistem proporsional terbuka akan memperbesar praktik politik uang, sebaliknya kalau sistem tertutup dengan menguatkan dengan penyederhanaan partai dapat memperbaiki kehidupan bernegara. “Kalau mempertahankan sistem terbuka, maka praktik politik uang terus berjalan,” kata mantan anggota DPR RI ini. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Dewi Asmara mengatakan, sistem tertutup mungkin biayanya lebih hemat dan garis komando di partai lebih jelas. Namun situasi politik nasional saat ini, sudah berbeda dengan situasi politik nasional pada era Orde Baru, sehingga situasi Partai Golkar juga sudah berbeda. Menurut dia, pada dua kali pemilu legislatif sebelumnya, yang menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka, terbukti berjalan baik dan Partai Golkar mendapat suara terbanyak kedua. (har)
Suluh Indonesia/ant
PELANTIKAN KSAU - Menteri Agama Lukman Syaifuddin (kiri) berswafoto bersama Mensesneg Pratikno (tengah) dan Menkopolhukam Wiranto (kanan) sebelum pelantikan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin. Presiden Joko Widodo menunjuk Marsdya TNI Hadi Tjahjanto sebagai KSAU menggantikan Marsekal Madya Agus Supriatna yang purna tugas.
Kasus KTP Elektronik
KPK Pastikan Ada Tersangka Baru JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan kemungkinan ada penambahan tersangka baru pada tahun ini soal perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E). “Bisa jadi, berkali-kali saya katakan kalau kerugian negaranya Rp2,3 triliun saya kok ragu kalau yang bertanggung jawab (menjadi tersangka) hanya dua orang,” kata Agus
seusai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Menurut Agus, perkara tindak pidana korupsi KTP-E tersebut melibatkan suatu jaringan dan dilakukan oleh orang banyak. Sementara soal pemanggilan Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK beberapa waktu lalu, Agus mengatakan belum mendapat laporan terakhir setelah pemeriksaan Novanto itu. “Saya belum dapat laporan ter-
akhir. Kalau ada perkembangan, penyidik pasti melaporkan,” ucap Agus. Soal perkara KTP-E, KPK pada hari ini mengirimkan penyidik ke Singapura untuk mengembangkan kasus tersebut. “Ada pelakunya yang di sana, salah satu ‘supplier’. Saya tidak tahu rencana penyidikan mereka karena mereka yang menjalankan. Ya mudahmudahan nanti ada perkembangan yang cukup signifikan lah saat mereka (penyidik) pulang dari Singapura,” kata Agus.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan terdapat tiga kelompok besar untuk mengungkap kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E). “Untuk kasus KTP-E sebenarnya ada tiga kelompok besar mulai dari yang berada di sektor politik ketika pembahasan dilakukan oleh anggota DPR, kedua instansi pemerintah,’’ katanya. (har)