Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Kamis, 18 Oktober 2012
No. 197 tahun VI
Pengemban Pengamal Pancasila
MA Perberat Hukuman Hari Sabarno JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas terdakwa mantan Mendagri Hari Sabarno dari 2,5 tahun menjadi 5 tahun penjara. “Mengabulkan permohonan kasasi pemohon JPU pada KPK, membatalkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, PT DKI Jakarta 28 Maret 2012. Hari Sabarno terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin. Ridwan mengungkapkan, putusan kasasi ini dijatuhkan secara bulat oleh majelis hakim yang dipimpin Djoko Sarwoko beranggotakan Abdul Latief, Leopold Hutagalung, Krisna Harahap, Sri Murwahyuni pada Selasa (16/10). Dasar pertimbangannya kerugian negara cu-
kup besar, dan terjadi di berbagai provinsi menyedot keuangan APBN dan APBD dan melibatkan banyak sekali pelaku yang sudah dipidana yang ada lebih dari kurang 15 provinsi. Ridwan juga mengatakan majelis juga menyatakan bahwa barang bukti 1-1384 kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dan uang diperintahkan dirampas untuk negara dan dikembalikan kepada pemerintah. Seperti diketahui, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada Hari Sabarno karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 provinsi dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut Purnawirawan jenderal TNI Angkatan Darat itu selama lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. (ant)
Polisi Belum Pastikan
Keterlibatan Teroris di Poso
Diamankan
Oknum Hakim Pesta Narkoba JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengamankan seorang hakim berinisial PW karena diduga tengah berpesta narkoba jenis sabu dan ekstasi. “Hakim PW diamankan bersama dua orang rekannya berinisial SP dan MF, serta empat orang wanita penghibur, di kamar 331, lantai empat tempat karaoke Illigals, Jakarta Pusat, pada hari Selasa (16/10), sekitar pukul 17.00 WIB,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) BNN, Kombes Pol Sumirat Dwiyanto di Jakarta, kemarin. Penangkapan oknum hakim ini bermula dari info masyarakat yang mengatakan adanya hakim nakal yang diduga kerap mengonsumsi Narkoba. Petugas BNN kemudian melakukan penyelidikan terhadap tersangka PW. “Petugas selanjutnya melakukan penggerebekan di room 331 dan mengamankan PW beserta rekan-rekannya inisial SP dan MF termasuk empat orang wanita penghibur inisial KN, FA, NA, DMR di dalamnya,” kata Sumirat. Saat ini, hakim PW berdinas di Pengadilan Negeri Bekasi. Sebelumnya PW berdinas di Jayapura. “Hakim PW mengonsumsi narkoba jenis ekstasi secara aktif enam bulan yang lalu, akan tetapi pada saat dinas di Jayapura pada tahun 2010 Hakim PW sudah menggunakan ekstasi,” kata Sumirat. Dari keterangan tersangka PW, ekstasi tersebut didapatkan dari Tangerang. Petugas BNN kemudian membawa PW dan para tersangka lainnya ke BNN untuk menjalani pemeriksaan urine. “Hingga kini petugas BNN masih melakukan penyidikan dan pengembangan lebih lanjut mengenai kasus ini. Diduga masih ada hakim lainnya yang terlibat kasus serupa,” kata Sumirat. Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin mengatakan hakim juga manusia biasa yang bisa saja mengalami khilaf dan salah dalam bertingkah. “Jangan terlalu jauh, itu manusia, seorang oknum hakim, oknum polisi, oknum jaksa, oknum kemenkumham, sipir penjara mungkin saja kena, karena narkoba sudah cukup merebak luas. Mudah-mudahan kita tidak seburuk negara-negara yang lebih bermasalah dengan narkoba,” katanya. Menurut dia, hal itu tinggal diproses hukum seperti warga negara lainnya. Sebab menurut dia, di negara hukum semua sama di dalam hukum. “Kan hakim warga negara yang tidak ada keistimewaan apapun. Hanya pemberhentiannya saja yang memerlukan,” imbuh Amir. Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko mengatakan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada hakim berinisial PW yang ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) karena kedapatan membawa Narkoba. (ant)
JAKARTA - Kepolisian belum bisa memastikan keterlibatan jaringan teroris terkait ditemukannya dua jenazah polisi dengan luka di leher yang diduga dari senjata tajam. “Masih dilakukan pendalaman terhadap penemuan jenazah itu dan indikasi siapa pelakunya,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Agus Rianto di Jakarta, kemarin. Agus mengatakan hingga kini tim Brimob Polres Poso dan TNI masih melakukan penyelidikan terhadap penemuan kedua jenazah pada Selasa (16/10) petang, yang terkubur dalam satu lubang di hutan di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Poso, Sulawesi Tengah. Kabag Penum membenarkan lokasi itu memang berdekatan dengan wilayah yang diduga sebagai area latihan kelompok teror.
“Namun masih harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut dari hasil di TKP,” ujarnya. Awalnya, tim gabungan Polisi dan TNI yang sedang melakukan pencarian curiga dengan adanya gundukan tanah di sekitar lokasi tersebut. Pada pukul 17.10 WIB, penggalian dimulai dan ditemukan dua jenazah dengan luka yang diduga akibat senjata tajam. Di leher jenazah Briptu Andi Sapa ditemukan dua luka di bagian leher, sedangkan Brigadir Sudirman ditemukan satu luka. Kedua jenazah polisi tersebut langsung dibawa ke RSUD Poso dan Rabu pagi, diserahkan kepada keluarga dalam sebuah upacara penyerahan jenazah di halaman Polres Poso. Agus menjelaskan, kedua polsi itu pada Senin 8/10 sedang bertugas menjaga keamanan wilayah. Pada keesokan harinya (Sela-
sa, 9/10) istri Brigadir Sudirman mengaku kehilangan kontak dengan suaminya dan kemudian melaporkannya kepada polisi. Sejak saat itu polisi segera melakukan pencarian, termasuk melakukan razia di sejumlah perbatasan Kabupaten Poso, namun pada Selasa petang (16/10) dua polisi itu ditemukan dalam keadaan tewas. Sebelumnya, kepolisian menduga hilangnya kedua polisi itu terkait dengan beberapa aksi teror yang melanda Poso beberapa waktu lalu, termasuk peristiwa penembakan yang terjadi pada Agustus dan mengakibatkan satu orang tewas. Surat Tantangan Kepada Densus 88 Sementara itu, polisi akan menyelidiki surat berisi tantangan kepada Densus 88 Antiteror yang tertulis dari Mujahidin Indonesia
Timur dan dimuat di situs resmi Polda Sumatera Barat serta laman salah satu media. “Surat itu harus dikroscek secara menyeluruh lebih dulu, tulisan itu bisa dibuat oleh siapa saja dan bisa ditulis bukan berdasarkan fakta,” kata Kombes Pol Agus Rianto. Agus juga belum bisa memastikan keterkaitan surat tantangan ini dengan penemuan mayat polisi dan beberapa peristiwa yang diduga aksi teror di beberapa kota di wilayah Indonesia Timur. “Kami akan lakukan penyelidikan lebih dahulu dan keterkaitan dengan ini,” ujarnya. Surat tantangan yang mengatasnamakan Komandan Mujahidin Indonesia Timur dan ditulis pada 14 Oktober 2012 berisi tantangan kepada Densus 88 untuk berduel secara langsung. Di surat itu juga tertulis permintaan kepada TNI agar tidak
mencampuri urusan mereka berdua. Beberapa tulisan ditulis dengan Bahasa Arab dan Indonesia dengan kata-kata yang terkesan menantang. Dalam surat itu, juga berisi tuduhan-tuduhan terhadap pasukan Densus 88. Agus mengimbau masyarakat agar tak terpengaruh terhadap surat tantangan itu. Dia juga mengajak masyarakat agar bekerja sama dengan cara melaporkan segala macam informasi mengenai gangguan, dan ancaman terutama terkait terorisme. Dia menjamin Kepolisian akan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Apabila ada pihak-pihak lain yang mencoba untuk memperkeruh, atau berbuat hal-hal yang mengacaukan situasi kondusif di negara ini, kita berharap untuk dihentikan,” ujarnya. (ant)
Suluh Indonesia/ade
WARTAWAN KECAM KEKERASAN - Aksi teatrikal wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan Anti Kekerasan saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, kemarin. Aksi tersebut dilakukan untuk mengutuk kekerasan yang dilakukan oknum TNI AU kepada wartawan ketika meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Kampar, Riau, Selasa (16/10) dan menuntut pelaku dihukum karena telah melanggar UU Pers yang menghalangi wartawan dalam tugas peliputan.
Pelaku Kekerasan Terhadap Wartawan Ditindaklanjuti JAKARTA - Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono telah memerintahkan untuk menindaklanjuti proses hukum terhadap Anggota TNI AU yang melakukan tindakan kekerasan terhadap wartawan peliput saat mengamankan lokasi jatuhnya pesawat tempur Superhawk 200 Selasa kemarin. Menurut Panglima, tindakan anggota TNI AU tersebut sebenarnya untuk menjaga keselamatan masyarakat agar tak terkena hal-hal yang membahayakan dari pesawat
yang jatuh tersebut. Namun sayangnya dilakukan secara berlebihan. “Namun demikian saya memahami bahwa tindakan atau cara-cara yang dipakai mereka diluar batas kepatutan. Oleh karena itu, sekali lagi selaku pimpinan TNI saya mohon maaf dan tentunya saya sudah perintahkan kepada KSAU ( Marsekal TNI Imam Sufaaat,red)untuk tindak lanjuti proses hukumnya dari prajurit yang melakukan pelanggaran tersebut,” katanya. Untuk itu, Panglima dalam
hal ini, secara langsung meminta maaf kepada wartawan atas insiden yang terjadi tersebut terutama mereka yang terlibat langsung dalam kejadian itu. “Tentunya saya juga prihatin atas kejadian yang tidak terduga tersebut. Oleh karena itu selaku pimpinan TNI saya juga mohon maaf kepada media massa kepada wartawan khususnya yang terlibat situasi tersebut,” katanya. Ia menambahkan, TNI dalam melakukan tugasnya memiliki protap yang didasari
oleh etika dan memiliki delapan kewajiban yang harus dipenuhi. “Kalau mereka menerapkan itu pasti mereka tidak akan melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang terjadi,” katanya. Sebanyak enam wartawan telah menjadi korban penganiayaan sejumlah prajurit TNI saat meliput insiden jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI AU di sekitar pemukiman warga RT 03, RW 03, Dusun 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar,
Selasa, sekitar 09.47 WIB. Enam wartawan tersebut diantaranya Didik Herwanto, fotografer Riaupos (Jawapos Grup), Fakhri Rubianto, reporter Riau Televisi, Rian FB Anggoro (pewarta kantor berita ANTARA), Ari (TV One) dan Irwansyah (reporter RTV) serta Andika (fotografer Vokal). Tidak hanya penganiayaan, sejumlah prajurit TNI yang berjaga-jaga di lokasi insiden pesawat jatuh juga merampas beberapa kamera milik pewarta foto yang sedang bertugas. (ant)