Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Kamis, 16 Maret 2017
No. 54 tahun XI
Pengemban Pengamal Pancasila
DPR Targetkan 10 RUU Segera Selesai JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menargetkan untuk menyelesaikan 10 rancangan undang-undang menjadi undang-undang pada masa persidangan IV tahun sidang 20162017. “DPR berkomitmen mempercepat proses pembahasan RUU yang menjadi prioritas pada 2017 walaupun masa persidangan ini relatif singkat,” Ketua DPR Setya Novanto dalam Rapat Paripurna pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2016-2017 di Jakarta, kemarin. Dia menjelaskan ke-10 RUU yang ditargetkan selesai itu adalah RUU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum; RUU tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pi-
dana; RUU Perubahan atas UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; dan RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. RUU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), RUU tentang Arsitek, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang Sistem Perbukuan; dan RUU tentang Kebudayaan. Novanto meminta komisi, badan, dan panitia khusus serta anggota DPR tetap memprioritaskan tugas-tugas legislasi. “Terutama yang sudah melebihi tiga kali masa persidangan dengan tetap memperhatikan kualitasnya,” ujarnya. Selain itu Novanto juga menjelaskan ada empat RUU yang masih dalam proses penyusunan dan pembahasan di DPR. (ant)
Rano Terima Rp 700 Juta JAKARTA - Gubernur Banten Rano Karno disebut mendapat lebih dari Rp700 juta dari pemilik atau Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama (PT BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang merupakan adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. “Yang diserahkan lebih dari Rp700 juta,” kata mantan Kepala Dinas Kesehatan Banten Djaja Buddy Suhardja dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin. Uang tersebut merupakan bagian proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Rujukan Banten dari APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 sebesar Rp235,52 miliar yang dikerjakan oleh PT BPP. “Benar ada bagian 0,5 persen untuk Rano Karno?” tanya jaksa penuntut
umum KPK Budi Nugraha. “Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Saudara mengatakan ajudan Rano mengingatkan Pak Wagub (Rano) ada di tempat, apakah Saudara mengatakan tunggu sebentar mau ketemu seseorang?” tanya jaksa Budi. “Betul.” “Menyerahkan kepada siapa?” tanya jaksa Budi. “Langsung kepada beliau,” jawab Djaja Selain Djaja, Wakil Direktur Pelayanan Rumah Sakit Umum Provinsi Banten, Ajat Drajat Ahmad Putra yang merupakan mantan Sekretaris Dinas Kesehatan Banten juga dihadirkan sebagai saksi. Ajat mengakui menyerahkan uang kepada Rano melalui ajudan Rano bernama Yadi. “Apakah Saudara menyerahkan uang melalui Yadi yang merupakan ajudan Rano?” tanya jaksa Budi. (ant)
Suluh Indonesia/ant
BERALIH GUNAKAN PERAHU - Sejumlah warga menyeberangi sungai Brantas menggunakan jasa perahu penyeberangan di Desa Jongbiru, Kediri, kemarin.
Pimpinan DPR Sebut
Kasus E-KTP Tidak Fair
Suluh Indonesia/ant
SOSIALISASI PENERIMAAN ANGGOTA POLRI - Seorang anggota polisi memberikan tata cara hormat yang baik dan benar kepada anak saat mengikuti sosialisasi aksi 123 Clear and Clean di Taman Rakyat Slawi, Kabupaten Tegal, kemarin. Sosialisasi penerimaan anggota Polri 2017 tersebut mengajak masyarakat agar putra putri mereka mendaftar menjadi anggota Polri.
JAKARTA -Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkapkan banyak kejanggalan antara laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan dakwaan KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Fahri mendesak agar KPK terbuka dan tidak menutup-nutupi kronologi sebenarnya dari kasus ini. “Dia (Ketua KPK Agus Rahardjo) pernah minta ketemu Ibu Diah (mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni). Minta juga ketemu empat mata dengan Gamawan Fauzi (mantan
Mendagri). Tapi yang begini ditutupi didakwaan. Ini yang saya bilang nggak fair,” kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Penegasan Fahri disampaikan menyusul pernyataan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah yang menganggap kritik Fahri Hamzah terhadap penanganan kasus proses pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) hanya mengganggu proses hukum yang sedang dijalankan lembaga anti korupsi tersebut. “Saya juga lagi kerja juga kok. Dikira kritik KPK itu dibilang nggak kerja. Ini lagi jalankan Fungsi Penga-
wasan DPR. Apa benar ada korupsi yang namanya e-KTP nilai korupsinya sampai 50 persen atau setengahnya dari nilai proyek sehigga dibilang terancam proyeknya ngga bisa jalan,” katanya. Kritik Fahri terhadap penanganan dugaan korupsi e-KTP karena kepentingan dari KPK untuk menutupi pihak-pihak tertentu sehingga pihak terlibat yang dinilai memiliki peran penting dianggap menjadi penting di dalam dakwaan. Begitu juga sebaliknya, ada nama yang dianggap tidak penting tetap justru dianggap sangat penting di dalam dakwaan. Fahri menduga ada orang
yang digaransi mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin selaku pihak yang pertama kali membongkar kasus ini. “Saya duga ada garansi dari Nazaruddin agar orang-orang tertentu dilindungi di KPK. Kalau memang gitu, ayo buka semuanya. Jangan lindungi orang tertentu dan tutupi orang tertentu,” tantangnya. Politisi dari PKS mengaku banyak memegang data mengenai proyek e-KTP mulai dari proses perencanaan hingga proses pelaksanaannya. “Makanya saya usulkan angket (hak penyidikan DPR),’’ katanya. (ant)
DPR Akui Kesulitan
Rumuskan Pelibatan TNI Dalam Penindakan Terotisme Anggota Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme DPR Arsul Sani mengungkapkan belum rampungnya pembahasan RUU ini, salah satu penyebabnya adalah karena pansus kesulitan merumuskan pelibatan TNI. Sebab, apabila TNI diberi kewenangan melakukan penindakan sebelum terjadinya peristiwa dari sebuah rencana aksi terorisme maka akan terbentur pada Pasal 7 UU No.3 Tahun 2002 tentang TNI yaitu mengenai tugas pokok TNI. Konsekwensinya TNI akan
melakukan operasi intelejen, sementara TNI bukanlah lembaga penegak hukum. “Jadi, kita masih sulit dalam merumuskan pelibatan TNI dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dimana kalau TNI diberi kewenangan bertindak sebelum peristiwa
terjadi, maka akan melakukan operasi intelejen. Sementara TNI bukan penegak hukum. Itulah antara lain yang perlu dirumuskan,” ungkap Arsul Sani dalam diskusi bertema ‘Pengintegrasian HAM dalam RUU Terorisme’ Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Di sisi lain, pihak kepolisian menyatakan hingga saat ini belum ada pasal yang mengatur perbuatan dari sebuah persiapan terorisme. Misalnya seorang yang baru membeli bahan peledak, kabel listrik, besi, dan sebagainya yang belum bisa dikategorikan termasuk dalam upaya melakukan tindak pidana terorisme. “Apakah kita mau seperti Amerika Serikat yang melakukan pendekatan perang (patriot x), karena upaya pencegahan yang dilakukan AS sangat besar,” ujarnya. Hingga saat ini, Arsul mengakui pendekatan yang dilakukan Indonesia belum jelas. Kalau mau melakukan pendekatan hukum pidana, maka tetap harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Meski di banyak negara memasukkan pidana terorisme sebagai hal yang bersifat darurat atau masuk dalam UU yang bersifat lex specialist. Sehingga bisa memberi kewenangan upaya paksa untuk penggeledahan, penyitaan, penahanan dengan mengenyampingkan HAM. “Kewenangan itu harus dikritisi bersama demi perlindungan HAM,’’ katanya. (har)
Suluh Indonesia/ant
SIDANG KABINET PARIPURNA - Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan (kanan) berbincang dengan Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) dan Menkumham Yasonna Laoly (kiri) sesaat sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Sidang membahas kapasitas fiskal (Resource Envelopes) dan pagu anggaran indikatif RAPBN 2018, sera peningkatan peringkat (Ease of Doing Business (EODB).
Kasus KTP Brigharjo
KPK Cegah Cegah Sembilan Orang JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap sembilan orang terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (KTP-E) tahun anggaran 2011-2012. “Pertama pada 28 September 2016 sampai 28 Maret 2017 terhadap dua tersangka Irman dan Sugiharto serta tiga saksi, yaitu Isnu Edhi Wijaya, Anang Sugiana, dan Andi Agustinus,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakar-
ta, Rabu. Isnu Edhi Wijaya diketahui sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Anang Sugiana sebagai Direktur Utama PT Quadra Solution, dan Andi Agustinus selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri. Selanjutnya, Febri mengatakan pada 17 Oktober 2016 sampai 17 April 2017 KPK juga mencegah ke luar negeri untuk dua saksi, yakni Yosep Sumartono pensiunan PNS Dukcapil Kemendagri dan Widyaningsih. Kemudian, kata Febri, pada
11 Januari sampai Juni 2017 juga dilakukan pencegahan untuk dua saksi lainnya, yaitu Vidi Gunawan sebagai wiraswasta dan Dedi Prijono pelaku home industry Jasa Elektroplating. Terkait persidangan KTP-E, KPK dijadwalkan menghadirkan delapan saksi dalam sidang lanjutan pada Kamis (16/3) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Karena tidak ada eksepsi dari pihak terdakwa kami berencana akan menghadirkan delapan saksi dalam persidangan kedua. Belum kami
bisa sebutkan namanya,” kata Febri. Febri mengatakan dari koordinasi yang sudah dilakukan KPK bahwa pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan dalam 90 hari kerja ke depan. “Jadi, 90 hari kerja ke depan mulai dari pembacaan dakwaan, kami akan hadirkan total 133 saksi pada persidangan,” tuturnya. Menurut Febri, KPK akan mendalami beberapa faktafakta yang memang sudah dimunculkan dalam dakwaan dan informasi. (ant)