Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Senin, 12 November 2012
No. 213 tahun VI
Pengemban Pengamal Pancasila
Diduga Ada Mafia Narkoba
Di Istana Presiden JAKARTA - Pemberian grasi kepada Meirika Franola alias Ola yang kedapatan membawa 3,5 Kg heroin dari London, Inggris menuai pro dan kontra. Yang menyatakan pro, tentu berasal dari kalangan pemerintahan mengingat grasi diberikan oleh Kepala Negara. Sementara gelombang kontra datang silih berganti dari berbagai kalangan. Salah satunya Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD yang menduga ada dugaan terlibatnya mafia narkoba di lingkungan istana presiden. Dengan tegas ia menyatakan, memiliki bukti terkait dengan dugaan mafia narkoba di lingkungan Istana setelah pemberian grasi terpidana kasus narkoba, Meirika Franola alias Ola (42). “Saya sudah membuktikan bahwa saya menduga dan percaya ada pengaruh permainan mafia, dan dugaan itu sudah saya buktikan,” kata Mahfud sebelum menyampaikan Pidato Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Sabtu malam. Menurut dia, putusan MA
terkait Ola sudah jelas perempuan terpidana narkoba itu bukan kurir, melainkan penyalur. “Pendapat MA terhadap Presiden adalah agar Ola tidak diberi grasi karena dia bukan kurir,” katanya. Selain itu, ia menegaskan kembali bahwa terdapat fakta di lapangan, yang membuktikan mafia narkoba masih bermain di lembaga pemasyarakatan (lapas). “Ada fakta yang disidak oleh Denny (Indrayana) di berbagai lapas, sampai yang dihukum banyak sekali termasuk Kepala Lapas Nusa Kambangan. Itu fakta,” katanya. Mahfud menegaskan, apa yang diungkapkannya tersebut bukan terkait ranah hukum, karena kalau dalam ranah hukum bukti tersebut harus dibeberkan di pengadilan. Sebelumnya, dugaan Mahfud MD terkait mafia narkoba di lingkaran Istana tersebut mendapat reaksi keras dari Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Sudi Silalahi minta Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengklarifikasi pernyataan dengan tuduhan mafia hukum telah masuk ke dalam
lingkaran Istana. Ia menambahkan proses pemberian grasi yang dilakukan Presiden melalui proses yang panjang, dan Presiden sendiri mempertimbangkan dengan betul-betul semua masukan dari berbagai pihak yang berkompeten. Bahkan, permohonan grasi untuk kasus narkotika, kejahatan terorisme dan terpidana warga negara asing, Presiden mendengarkan dan membahas masukan bukan sekedar membaca masukan yang ada. Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan Informasi Heru Lelono mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menjelaskan secara transparan dan bertanggung jawab terhadap pemberian grasi kepada Meirika Franola atau Ola. “Presiden mengatakan bertanggung jawab atas putusan itu tanpa menyalahkan siapa saja, dan itulah sikap kesatria seorang pengambil keputusan,” kata Heru Lelono melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu kemarin. Jika diperhatikan dengan
benar, maka sangat jelas bahwa jiwa pertimbangan kemanusiaan melatarbelakangi keputusan Presiden. Laporan bahwa Ola bukan tergolong bandar dan hanya kurir merupakan dasar pemberian grasi itu. Namun, menurut Heru, dengan pemberian grasi itu, bukan berarti Ola bebas. Sebab, dia masih harus menjalani hukuman seumur hidup dan akan mati di dalam penjara. Ola diduga menjadi otak penyelundupan sabu seberat 775 gram dari India ke Indonesia, melalui seorang kurir, NA (40), dengan menumpang pesawat. NA, seorang ibu rumah tangga, ditangkap petugas
Badan Narkotika Nasional (BNN) di Bandara Husein Sastranegara Bandung, Jawa Barat, pada 4 Oktober. Pada Agustus 2000, Ola bersama dua sepupunya, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid dan Rani Andriani, divonis hukuman mati. Mereka terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kg heroin dan 3 kg kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta ke London pada 12 Januari 2000. Ola mendapatkan grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sehingga hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya menjadi hukuman seumur hidup. (ant)
Indonesia Dalam Kondisi
Bencana Narkoba JAKARTA - Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) menilai, saat ini Indonesia sudah masuk dalam kondisi bencana narkoba mengingat setiap harinya 50 orang meninggal akibat narkoba dan pecandunya sendiri sekitar 5 juta orang. Bahkan aparat penegak hukum sendiri ada kedapatan menjadi pengguna narkoba seperti hakim Puji. “Saya khawatir Indonesia bisa menjadi Kolombia,” ungkap Ketua Umum Granat Henry Yosodiningrat di Jakarta, kemarin. Karena itulah, Granat mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut kembali pemberian grasi terhadap Meirika Franola alias Ola. “Presiden tidak bisa menyatakan bertanggungjawab saja mengeluarkan grasi, namun juga harus mencabutnya kembali,” katanya. Sebelumnya, melalui Keppres Nomor 35 tahun 2011, Ola mendapatkan pengampunan dari semula hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Ola yang saat ini menghuni jeruji Lapas Wanita Tangerang, Banten divonis mati karena terbukti membawa 3,5 Kg heroin dari London, Inggris, melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 22 Agustus 2000. Ola juga diketahui meski berada di Lapas masih bisa mengendalikan peredaran narkoba setelah tertangkapnya kurir narkoba NA oleh BNN di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat karena membawa 77 gram shabu asal India. Karena itu, untuk memberantas peredaran narkoba di tanah air itu memerlukan komitmen moral bersama-sama dengan memperberat hukuman terhadap para pelaku narkoba. “BNN sendiri bekerja sudah bagus dan perlu adanya komitmen moral bersama-sama untuk mendukungnya,” katanya. (ant)
KPK Didesak Umumkan
Tersangka Kasus Century JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengumumkan tersangka kasus Bank Century. “Sejak awal dugaan penyimpangan pada kasus Bank Century sudah kuat. KPK harus berani untuk mengumumkan tersangka lebih cepat,” kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febridiansyah, di Jakarta, Sabtu kemarin. Menurut dia, KPK tak perlu menunggu hingga akhir tahun untuk mengumumkan tersangka kasus Bank Century, apalagi lembaga antikorupsi ini sudah cukup lama menyelidiki kasus tersebut. “Seharusnya Oktober lalu sudah bisa diumumkan tersangka, paling tidak November ini lah KPK harus sudah umumkan,” ujar dia. Menurut Febri, KPK sudah cukup lama menginvestigasi kasus bailout Bank Century yang mencapai Rp6,7 miliar tersebut, karena itu tidak perlu ditunda lagi dan harus segera diumumkan. Sebelumnya Pimpinan KPK, Busyro Muqoddas mengatakan kasus Bank Century tidak lama lagi akan naik status dari penyelidikan ke penyidikan. “Kasus (Century) tidak lama lagi ada peningkatan status. Mudah-mudahan, akhir tahun,” kata Busyro. Menurut Busyro, KPK masih menganalisis bahan-bahan yang diberikan oleh para pakar yang dimintai pendapatnya oleh lembaga antikorupsi tersebut. (ant)
Suluh Indonesia/ist
BATAL DIHUKUM MATI - Meirika Franola alias Ola (kanan) didampingi pengacaranya saat sidang narkoba pada 2000 silam. Ola yang terbukti membawa 3,5 Kg heroin dari London, Inggris dan telah divonis hukuman mati mendapat grasi dari Presiden menjadi hukuman seumur hidup.
Polisi Tak Terpancing Pelaku Teror POLISI tak terpancing pelaku teror dengan buru-buru menyergap lokasi yang diduga sebagai tempat latihan perang di Gunung Biru, Kabupaten Poso. Kepala Polda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dewa Parsana menyatakan, di tempat tersebut sudah disiapkan jebakan berupa bom dan ranjau sehingga aparat harus waspada dan tak terpancing emosi. Namun, jebakan itu sudah diantisipasi. Aparat gabungan TNI dan Polri berhasil menjinakkan ranjau dan bom yang diletakkan di pondok-pondok milik petani kakao dan sejumlah jalur yang disiapkan teroris. Pelaku teror sengaja memancing polisi dengan menyebar selebaran agar aparat naik ke Gunung Biru setelah dua anggota polri ditemukan tewas. “Aparat memang meny-
isir Gunung Biru tetapi tidak terburu-buru,” katanya. Sebelumnya, selama tiga hari 300 aparat gabungan telah menyisir hutan seluas dua hektare guna mencari pelaku teror. Selama penyisiran tersebut, aparat tak menemukan anggota kelompok teroris, namun menemukan sejumlah senjata berupa pisau, kapak dan senjata api serta peluru. Operasi di Gunung Biru itu
juga untuk membersihkan senjata atau jebakan yang ditinggal pelaku teror. “Kita juga bermaksud menciptakan rasa aman para petani yang berada di Gunung Biru,” katanya. Dia menduga anggota pelaku teror itu sudah turun ke Kota Poso untuk melakukan teror berupa peledakan bom. Aparat gabungan juga telah melakukan razia di sejumlah jalan perbatasan Kabupaten Poso guna mempersempit ruang gerak pelaku teror. Kondisi Kabupaten Poso saat ini kondusif, warga beraktivitas seperti biasa karena petugas keamanan telah menjamin ketentraman warga. Ia berharap masyarakat turut berperan aktif dalam menjaga keamanan di
wilayahnya. Menjaga keamanan itu adalah dengan cara mewaspadai orang asing yang menyewa rumah atau
kamar kos. “Ini harus diwaspadai karena pelaku teror diduga berasal dari luar daerah,” katanya. (ant)