Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com
Jumat, 12 Februari 2016
No. 29 tahun X
Pengemban Pengamal Pancasila
Dua Teroris Ditangkap JAKARTA - Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri bersama Polda Jabar menangkap dua orang terduga teroris berinisial I dan H di Kabupaten Sumedang. ‘’Benar, ada penangkapan dua orang terduga teroris di Sumedang, Kamis, pukul 15.00 WIB,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Agus Rianto, di Mabes Polri, Jakarta, kemarin. Menurut Agus, I diketahui masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus pelatihan militer di Aceh dan saat ini I bergabung dengan jaringan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) pimpinan Abu Roban. Sementara itu, baik I dan H diduga telah menyembunyikan tersangka Khumaidi alias Hamzah yang saat ini masih
menjadi buronan polisi. Khumaidi diketahui tergabung dalam salah satu kelompok teroris pelaku bom Thamrin yakni Dian Joni Kurniadi. Dijelaskan, I dan H, rupanya memiliki keterkaitan tidak langsung dengan aksi teror di Sarinah, Jakarta, 14 Januari lalu. Menurut Agus Rianto, keterkaitan yang dimaksud, I dan H sempat menyembunyikan seseorang berinisial Kh alias H. ‘’Nah, Kh alias H adalah bagian jaringan dari salah satu teroris yang mati saat teror di Jalan Thamrin,” ujar Agus. Catatan Densus 88, keduanya masuk DPO terorisme melalui pelatihan militer di Aceh bersama-sama dengan Bahrun Naim dan Sunakim alias Afif, 2010 silam. Bahrun Naim merupakan aktor intelektualis aksi teror di Jalan Thamrin. (ant)
Jokowi Kembali Minta
KPK Diperkuat
Suluh Indonesia/ant
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI X - Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah), Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan), dan Kepala BKPM Franky Sibarani (kiri) memaparkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-X di Kantor Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK harus bertujuan memperkuat lembaga antikorupsi itu. ‘’Tapi perlu saya sampaikan bahwa revisi UU KPK harus memperkuat KPK,” kata Presiden saat melakukan kunjungan kerja ke Lampung sebagaimana dikutip Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, kemarin. Tentang usulan penyadapan oleh KPK yang harus mendapatkan ijin dari Pengawasan KPK, Jokowi mengatakan bahwa hal itu merupakan usulan dari DPR. ‘’“Dan itu masih dalam proses di sana (DPR), jangan ditanyakan kepada
saya,” ucap Presiden. Sementara itu, DPR memutuskan menunda pengesahan usulan RUU yang akan merevisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi inisiatif DPR. Beberapa fraksi menghendaki agar dewan tidak terburu-buru membawa usul revisi UU KPK ke rapat paripurna. ‘’Hari ini tidak ada paripurna. Kami minta tidak boleh terburu-buru hanya sekedar untuk menyetujui revisi UU KPK,” kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas. Sesuai dengan kesepakatan di rapat Baleg, sebagai tindaklanjut harmonisasi Panja revisi UU KPK, mayoritas fraksi di Baleg menyetujui revisi UU KPK, dan disahkan menjadi inisiatif DPR. Dari sepuluh frak-
si yang ada sembilan fraksi menyetujui dilakukannya revisi UU KPK, dan hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak. Namun, dalam perkembangannya, Juru Bicara Partai Demokrat yang juga anggota Baleg DPR Ruhut Sitompul juga mengatakan jajarannya akan menolak rencana revisi UU KPK. Hal itu sesuai dengan mandat yang diberikan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Menanggapi perubahan sikap fraksi Demokrat itu, Supratman mengakui dirinya menerima permintaan dari pimpinan fraksi Demokrat agar pengesahan usulan revisi ditunda. ‘’Tadi Demokrat setuju dengan usulan kami agar tunda pengambilan keputusan.
Mudah-mudahan Demokrat bisa bersama Gerindra. Kami tak sendiri lagi,” katanya. Ketua DPR Ade Komarudin mendukung revisi UU KPK. Menurutnya, revisi UU KPK sudah berdasarkan aspirasi dari berbagai pihak. ‘’Kita hargai institusinya bahwa tidak ada masalah jika pasal yang menjadi perubahan. Tidak boleh lebih dari itu dan saya sudah berikan komitmen. Saya akan menjaga dengan baik komitmen itu, tidak ada ditambahi, tidak akan dikurangi dari empat poin revisi itu,’’ kata Ade. Kendarti demikian, politisi dari Partai Golkar ini tetap menghormati penolakan pimpinan KPK dan sejumlah pihak atas revisi UU KPK tersebut. (har)
Masyarakat Menolak
UU KPK Belum Waktunya Untuk Direvisi SUARA penolakan terhadap rencana DPR merevisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK terus digaungkan kalangan masyarakat sipil. Kali ini digaungkan pegiat hukum,mantan Pansel KPK, hingga para alumnus beberapa kampus ternama di tanah air,yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi (GAK). Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti mengatakan, sejatinya rencana revisi UU KPK saat ini belum tepat, pasalnya rencana revisi tersebut dilandasi oleh
rasa ketidaksukaan terhadap KPK. ‘’Menurut kami yang dilakukan DPR itu politik legislasi tidak wajar karena dilandasi oleh rasa ketidaksukaan. Seharusnya yang namanya kalau kita buat revisi atau UU,politik legislasi harus dilandasi kepentinganya apa ? Ini yang tidak kita lihat sampai sekarang,” terang Bivitri dalam konferensi pers di Kantor Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Revisi menurut Bivitri, sedianya bisa dilakukan jika ada beberapa faktor masalah yang dilakukan KPK, seperti keberadaan KPK yang tidak konstitusional, serta kinerja yang tidak tidak efektif. Namun, selama keberadaanya ada sejak tahun 2003 hingga kini, meskipun terus digugat di MK oleh koruptor dan antek-anteknya, KPK selalu menang. ‘’MK sudah periksa paling tidak,ada 18 permohonan pengujian UU di MK. Jadi memang dihantam terus. Dari 2003 sampai 2015 ada aja masuk sampai 18(gugatan). Tapi MK tidak pernah putus KPK salah, bahkan ketika disalahkan tahun 2012 oleh beberapa advokat yang mengajukan supaya KPK inkonstitusional, tapi MK bilang itu konstitisonal kok. Jadi MK sudah nyatakan bahwa tidak ada masalah konstititusional dengan disain KPK dengan wewenangnya,” katanya. Perihal tudingan adanya ketidakefektifan KPK dalam memberantas korupsi sehingga harus direvisi UU nya,Bivitri menjelaskan, kerja KPK baik dibidang pencegahan maupun penindakan sudah dilakukan secara efektif.Dibandingkan dua insitusi penegak hukum lain,KPK menurutnya merupakan lembaga yang menangani kasus korupsi dengan nilai tertinggi,yaitu hampir Rp.3 triliun dalam tahun 2014.Sementara Kepolisian hanya menangani Rp132 milyar dan Kejaksaan sebesar Rp.1,7 triliun. ‘’Jadi argumen anggaran per kasus harus digali lebih jauh.Kalau dibilang ada kepentingan ubah UU karena KPK nggak benar,kami tidak melihat itu,’’ katanya. (wnd)
Suluh Indonesia/ant
TOLAK REVISI UU KPK - Sejumlah Alumni Lintas Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi (GAK) menunjukkan simbol penolakan saat aksi damai di gedung KPK Jakarta, kemarin. Dalam aksinya, mereka menolak rencana revisi UU KPK.
Rugikan Partai Penguasa JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago menilai revisi UU KPK bisa merugikan partai penguasa secara politik. Menurut Pangi, jika publik memandang revisi hanya akan memperlemah fungsi KPK, maka partai penguasa bisa mendapat stigma negatif. ‘’Partai penguasa rentan dan rawan terjerat kasus korupsi. PDIP (selaku partai pemenang pemilu) bisa dianggap punya kepentingan
terhadap revisi UU KPK,” ujarnya di Jakarta, kemarin. Pangi mengatakan kala Partai Demokrat berkuasa sejumlah kadernya terjerat kasus korupsi. Maka revisi UU yang mengarah pada pelemahan KPK, menurut dia, akan memicu persepsi publik bahwa partai penguasa tidak ingin bernasib seperti Demokrat. ‘’Karena PDIP sadar dan tahu betul nasibnya bisa sama dengan Partai Demokrat ketika berkuasa. Mengapa ‘ngotot’ revisi, kan pasti ada maunya,” ujar dia. Sementara itu, anggota
Badan Legislatif DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Jefirstson Riwu Kore dengan tegas menolak revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK karena tidak tepat dan justru akan melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. ‘’Kami Fraksi Demokrat menolak tegas revisi tersebut agar KPK bisa bekerja secara maksimal dalam pemberantasan korupsi. KPK bisa bubar kalo revisi ini dijalankan,” katanya. Anggota Komisi X DPR itu menilai jika Fraksi lain ngotot untuk melakukan Revisi UU KPK di Paripurna DPR RI, Frak-
si Demokrat akan tetap menolak untuk kepentingan bangsa dan negara. Dia mengatakan revisi yang sudah disepakati sejauh ini oleh Fraksi di DPR selain Demokrat dan Gerindra meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. Sebelumnya, revisi UU KPK meliputi beberapa poin antara lain. (ant)