Edisi 09 Februari 2017 | Suluh Indonesia

Page 1

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771 www.suluhindonesia.com

Kamis, 9 Februari 2017

No. 29 tahun XI

Pengemban Pengamal Pancasila

KPK Sayangkan

Tidak Hadirnya Yasonna Laoly JAKARTA - KPK menyayangkan dua kali tidak hadirnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E). Berdasarkan jadwal pemeriksaan KPK, Yasonna hari ini dijadwalkan kembali dipanggil sebagai saksi kasus KTP-E. “Hari ini panggilan kedua diagendakan untuk tersangka Sugiharto yang bersangkutan tidak hadir karena tidak di Jakarta. Pada panggilan pertama yang bersangkutan tidak hadir karena baru menerima surat panggilan ‘H-1’,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu. Febri menyatakan bahwa

direncanakan penyidik KPK akan mengkonfirmasi informasi-informasi yang ada terkait aliran dana KTP-E dari Yasonna Laoly sebagai saksi. “Ketidakhadiran sampai dua kali tentu saja buat yang bersangkutan kehilangan kesempatan untuk menjelaskan fakta-fakta atau informasi yang diketahuinya ketika masih menjadi anggota Komisi II DPR RI,” ucap Febri. Sebelumnya, dalam pemanggilan pertama, mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut, juga berhalangan hadir. “Oh saya minta ditunda karena kemarin baru terima suratnya dan saya hari ini juga ada rapat terbatas di Istana Negara,” kata Yasonna. (ant)

Tersangka Kembalikan Hasil Korupsi JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan total uang yang telah dikembalikan kepada penyidik KPK terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) sebesar Rp250 miliar. “Sumber pengembalian berasal dari korporasi, ada vendor pengadaan yang mengembalikan, namun juga ada yang perorangan,” kata Febri di gedung KPK, Jakarta, kemarin. Menurut Febri, pihaknya sekali lagi mengimbau bahwa belum terlambat bagi pihak-pihak yang terima uang proyek KTP-E untuk segera kembalikan uang itu pada KPK. “Pengambalian uang memang tidak akan hapus pidana, tetapi akan jadi keringanan faktor proses hukum yang

berjalan. Jadi belum terlambat untuk kembalikan uang itu,” tuturnya. Lebih lanjut terkait dengan indikasi aliran dana, Febri mengatakan penyidik mendapatkan informasi dan keterangan saksi-saksi yang diperiksa bahwa ada aliran dana dari proyek ini dan juga mendapatkan bukti-bukti. Ia menjelaskan KPK secara variatif menanyakan tiga hal mulai dari pertemuanpertemuan yang terjadi apakah itu di kantor DPR atau pun di tempat lain, proses pembahasan anggaran di DPR terkait dengan proyek ini sampai dengan indikasi adanya aliran dana terhadap sejumlah anggota DPR tersebut. “Kami bisa saja konfirmasi ke saksi A yang pada saat itu mengetahui rekannya terima aliran dana, misalnya seperti itu,’’ paparnya. (ant)

Suluh Indonesia/ant

PEMERIKSAAN SAKSI - Tersangka kasus dugaan suap terkait uji materiil UUKesehatan Hewan dan Peternakan di MK Ng Fenny digiring petugas keluar ruangan seusai menjalani diperiksa di Jakarta, kemarin.

Empat Parpol Baru Sepakat

PT Ditiadakan

Suluh Indonesia/ant

MELAWAN BERITA HOAX - Pelajar mengikuti aksi memperingati Hari Pers Nasional (HPN) yang bertemakan "Melawan Berita Hoax" di SMK Taman Siswa Sukoharjo, kemarin. Mereeka mengajak pelajar serta masyarakat agar selektif dan cerdas menyikapi berita yang beredar dan tidak terjebak berita "hoax".

Jelang Pilkada

Wapres Sarankan Masyarakat Tak Demo WAKIL Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta masyarakat bersama ormas Islam tidak perlu menggelar aksi damai yang direncanakan akan digelar pada Sabtu 11 Februari 2017 (demo 112). JK mengimbau masyarakat harus bisa menahan diri dan jangan terbawa suasana politik menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). “Saya kira tidak perlu. Masyarakat tahan diri jangan terbawa suasana,” kata JK di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/ 2) kemarin. Kehadiran JK di DPR untuk memberikan pandangan tentang RUU Kepalangmerahan dalam kapasitasnya sebagai Ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI) pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI. Aksi demo 112 akhir pekan

nanti merupakan aksi demo ketiga kali yang akan digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI). Dalam proposal izin mengadakan aksi demo kepada Polda Matro Jaya, GNPF-MUI menyatakan aksi demo yang digelar ini tidak bernuansa politik. Aksi demo tersebut juga bertepat denga hari terakhir kampanye pasangan calon pilkada DKI Jakarta. Namun, JK khawatir aksi ini berpotensi membuat ricuh sua-

sana politik menjelang pilkada. Padahal, proses hukum terhadap terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang juga calon petahanan pilkada DKI Jakarta terkait kasus penistaan agama sudah berjalan aman dan lancar selama ini. ‘ Kalau begitu nanti lebih kacau lagi proses hukumnya,” kata JK khawatir. Anggota DPR Hetifah Sjaifudian meminta agar GNPFMUI mengurungkan niatnya menggelar demo 112 nanti. “Kami harap tidak menggelar demo pada hari tersebut. Demo pada masa tenang akan mudah dipolitisir oleh oknum yang berkepentingan,” kata Hetifah. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini menilai aksi demo menjelang pilkada ini sangat rentan kampanye negatif terselubung. Selain berotensi mengganggu ketertiban umum, aksi demo juga akan mengganggu masa tenang kampanye sebelum hari H pencoblosan pada 15 Februari. “Jika demo tetap digelar, kami minta Bawaslu untuk terjun ke lapangan mengawasi kemungkinan terjadinya kampanye terselubung atau memanfaatkan demo untuk kampanye,” pintanya. Aksi 112 dinilai sangat berpeluang ditunggangi berbagai muatan politik dari paslon tertentu untuk mendulang perolehan suara pada menjelang hari pencoblosan pilkada. Seperti diketahui, sejumlah ormas Islam berencana menggelar aksi jalan sehat pada Sabtu 11 Februari 2017. Mereka berencana berkumpul di Masjid Istiqlal kemudian menuju Monas dan berjalan ke Hotel Indonesia (HI) dan kembali lagi ke Monas untuk membubarkan diri. (har)

JAKARTA - Empat partai politik baru yaitu Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Perindo, dan Partai Berkarya sepakat agar ambang batas parpol mengajukan calon presiden atau “presidential treshold” ditiadakan, agar tidak menghilangkan hak politik tiap orang untuk mencalonkan diri. “Kami menolak ambang batas parpol mengajukan calon presiden untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil,” kata Ketua Umum PSI Grace Natali dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu di Jakarta, kemarin. Grace menjelaskan meniadakan “presidential treshold” atau PT memungkinkan lebih banyak dan beragam munculnya calon presiden yang berkompetisi dalam Pilpres 2019.

Ia mengatakan berdasarkan beberapa kajian pemilu, peniadaan PT akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan membuat pelaksanaan pemilu lebih baik. “Tidak ada negara di dunia ini yang berlakukan ‘presidential treshold’ dalam syarat pencalonan. Secara logika saja ‘presidential treshold’ cacat sejak awal karena agar parpol dapat kursi di parlemen,” ujarnya. Dia menjelaskan tidak relevan apabila di UU Pemilu baru merujuk besaran “presidential treshold” pada Pemilu 2014 karena perkembangan politik berlangsung dinamis. Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofik menegaskan partainya ingin PT ditiadakan karena pihaknya menduga ada kekuatan besar menginginkan agar salah satu calon presiden tidak bisa maju. Menurut dia, ada oligarki

politik terhadap salah satu parpol dalam keinginan menerapkan PT tinggi karena dalam sistem demokrasi, keadilan harus diberikan kepada siapapun. “Perindo mencium aroma ada kekuatan besar mengangkangi calon tertentu dengan menetapkan ‘presidential treshold’ tinggi,” katanya. Ketua Umum Partai Berkarya Neneng A. Tutty mengatakan partainya menginginkan PT ditiadakan agar semua kader bangsa bisa mengajukan diri menjadi calon presiden. Hal itu menurut dia merujuk putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019 dilakukan secara serentak sehingga tersirat ditiadakan “presidential treshold”. “Karena itu ada potensi kader bangsa bisa mencalonkan diri menjadi presiden dan

wakil presiden,” ujarnya. Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma Irama menilai pemberlakukan “presidential treshold” dalam Pemilu 2019 bertentangan dengan Pasal 6a ayat 2 UUD 1945 karena setiap warga berkedudukan sama. Dia menegaskan kalau PT tetap diterapkan maka bertolak belakang dengan konstitusi sehingga harus ditiadakan. “Penerapan ‘presidential treshold sangat inkonstitusional sehingga kalau diterapkan maka bertolak belakang dengan konstitusi,” katanya. Rhoma juga mengkritik salah satu poin dalam RUU Pemilu bahwa partai baru tidak dapat mengajukan capres di Pemilu 2019 namun di Pemilu 2024 karena konstitusi menjamin tiap warga negara memiliki hak politik yang sama. (har)

Suluh Indonesia/ant

DIALOG KEBANGSAAN NU-POLRI - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (ketiga kiri) berbincang dengan Rois Aam PBNU Ma'ruf Amin (ketiga kanan) didampingi Kapolda Banten Brigjen Pol Listyo Prabowo (kedua kiri), Asrena Kapolri Irjen Pol Arief Sulistiyanto (kedua kanan) serta pengurus NU Wilayah Banten saat menghadiri Dialog Kebangsaan di Ponpes Annawawi, Tanara, Tangerang, Banten, kemarin.

Wiranto :

Boleh Lakukan Aksi Tapi Ikuti Aturan JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto memperbolehkan pelaksanaan aksi “112” yang rencananya digelar oleh Forum Umat Islam (FUI), dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku. “Kami tidak pernah melarang aksi, karena itu adalah hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan ada undang-undangnya, tapi kami mengarahkan agar aksi itu masuk dalam koridor hukum dan aturan yang ber-

laku,” ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, kemarin. Namun, ia juga menjelaskan berdasarkan ketentuan yang berlaku, penyelenggaraan aksi di ruang publik harus terlebih dahulu mengantongi persetujuan dari pihak kepolisian. “Tatkala polisi mempertimbangkan bahwa yang dilakukan ini jelasjelas akan mengganggu kepentingan yang lain, tentu mereka bisa melarang. Ini berarti aksi tidak bisa dilakukan,” tegasnya. Mantan Panglima ABRI/TNI

itu menilai kepolisian tentu memiliki pertimbangan matang, sehingga mengeluarkan larangan penyelenggaraan aksi menjelang masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. “Minggu tenang dalam pemilu ini sebenarnya didesain untuk memberikan waktu bagi masyarakat menentukan siapa calon terbaik yang seharusnya mereka pilih, makanya masa itu tidak boleh diganggu. Jadi, bukan serta-merta saya melarang. Tidak ada hak saya untuk melarang, tapi kalau aturan

sudah mengatakan tidak boleh, maka kewajiban saya adalah mengarahkan. Mudah mudahan temen-teman memahami ini,” ujar Wiranto. Sebelumnya, pihak Polda Metro Jaya telah melarang aksi “112” yang akan digelar FUI karena menjelang masa tenang Pilkada DKI Jakarta. Kabid Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono menjelaskan alasan tidak diizinkannya aksi tersebut digelar, karena dikhawatirkan menimbulkan gangguan kamtibmas. (ant)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Edisi 09 Februari 2017 | Suluh Indonesia by e-Paper KMB - Issuu