Epaper belia 28 oktober 2014

Page 1

19

SELASA (KLIWON) 28 OKTOBER 2014 4 MUHARAM 1436 H SURA 1948

Inspirasi

Sumpah Palsu

T

EMAN-TEMAN masih ingat Sumpah Palapa? Sumpah yang diucapkan Patih Gadjah Mada yang tidak akan makan palapa (rempah-rempah), sebelum ia berhasil menyatukan seluruh kerajaan di nusantara. Bila membaca sejarahnya, tentu kita akan merasa kagum karena beliau begitu memegang teguh sumpahnya, sebagai bukti akan baktinya beliau sebagai seorang patih pada kerajaannya. Belum lagi Sumpah Pemuda yang diucapkan pada tahun 1928, juga akan menambah kekaguman kita pada keseriusan pemuda bangsa, membaktikan dirinya, memberikan kontribusinya, untuk kemajuan negeri ini. Sumpah-sumpah yang begitu dipegang teguh dan harus ditebus dengan penuh perjuangan, dengandarah dan air mata. Namun, jika kita lihat keadaan sekarang, bagaimana seorang pemimpin bangsa atau pejabat negara, bisa begitu “santai” melanggar sumpah jabatannya, hingga bisa melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bisa meraup keuntungan dari negara untuk dirinya sendiri, walau rakyat kecil harus membayarnya dengan darah dan air mata. Ada apa ini? Bukankah sumpah itu merupakan sesuatu yang sakral hingga kita akan merasa takut akan “kualat” jika berani melanggarnya? Apakah keadaan ini terjadi karena memang sedari mudanya para pemimpin tersebut sudah terbiasa “mempermainkan” sumpah? Seperti saat tidak mengerjakan PR, lalu bersumpah pada gurunya bahwa PR-nya tertinggal di rumah, atau bersumpah semalam mati lampu hingga tidak bisa mengerjakan PR atau bersumpah semalam sakit, atau sumpah-sumpah lainnya yang bertujuan menyelamatkan diri agar tidak dihukum guru. Juga bersumpah pada temannya dengan beragam sumpah palsu saat ia merusakkan barang pinjaman milik si teman, hingga si empunya barang samapi harus berkali-kali menegaskan “Sumpeh Lo?”, lalu dengan serta-merta ia mengangguk mantap. Serta sumpah-sumpah lainnya yang acapkali diucapkan dengan tujuan “cari selamat”. Mungkin saat muda ia mengira kebiasaan bersumpah palsu itu hanya asyik-asyikan belaka tanpa memikirkan akibatnya kelak saat ia jadi pejabat. Padahal, peribahasa berkata, “Alah bisa karena biasa.” Jadi, jika sedari muda ia terbiasa mempermainkan sumpah, kelak saat dewasa pun, di mana pun serta dalam keadaan apa pun, ia akan dengan mudah mempermainkan sumpah-sumpah tersebut. Ia tidak menyadari, pada “kualat” yang akan diterimanya. Padahal, dari catatan sejarah, kita bisa tahu bahwa sumpah adalah ucapan yang bernilai sakral, bukan sekadar ucapan bahan candaan belaka. Jika kualat itu tidak diterimanya dari aparat negara saat ia melanggar sumpah, tunggulah pembalasan dari Sang Mahakuasa, Sang Maha Segalanya yang jelas-jelas pemilik penuh hak untuk bersumpah. Untuk teman-teman yang sering mengucapkan “suer!” pada hal-hal yang sepele, ubahlah kebiasaan itu. Apakah teman-teman mau menerima “kualat” dari Sang Maha Pemilik Sumpah? Tentu tidak mau bukan? Oleh sebab itu, biasakanlah untuk selalu menetapi janji, jangan sembarang mengucap sumpah, jika sekiranya tidak akan sanggup menunaikannya. Semoga para pejabat baru kelak yang akan mengiringi langkah presiden baru kita pun, tidak akan sembarang mengumbar sumpah-sumpah palsu pada bangsa ini. Semoga! ***

”P

WM Fahrezi, SMPN 30 Bandung. FOTO: HANI

Menurut kamu, gimana sih caranya biar pelajar Indonesia itu bisa kompak? Yonathan Arderian, SMAN 2 Bandung BIAR kompak ya mesti inget kalau adanya gengsi itu buat motivasi. Jadi ada persaingan positif dalam rebutin gengsi tersbeut. Jangan sampai gengsi malah jadi saling jatuhin, tapi itu motivasi yang baik.

Delia Danakirti, SMPN 9 Bandung BIAR kompak itu ya status siswa disamakan, karena setiap orang sama-sama makan nasi dan minum air putih. Jadi gak ada perbedaan.

ERSATUAN dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan. Dan, kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras.” Kalimat-kalimat di atas adalah kutipan pidato Presiden Joko Widodo ketika dilantik 20 Oktober 2014 lalu. Rasanya kutipan tersebut cocok banget dimaknai hari ini oleh anak-anak muda seluruh Indonesia. Yep, karena hari ini, 28 Oktober 2014, bertepatan dengan hari peringatan Sumpah Pemuda. Coba renungi deh, apakah sebagai pemuda kita sudah sepenuhnya menjunjung tinggi persatuan dan gotong royong? Duh, tapi rasanya masih jauh banget ya ngomongin persatuan dan gotong royong sesama pemuda. Wong sesama pelajar di kota yang sama saja masih suka tuh ada yang namanya gengsi-gengsian antarsekolah, sampai persaingan yang enggak sehat dan berujung ribut alias tawuran. Yonatan, salah seorang siswa SMAN 2 Bandung enggak menampik fakta bahwa memang suka ada tuh yang namanya saingan dan gengsi antarsekolah. Akan tetapi, menurut dia, gengsi itu harusnya bisa dijadikan alasan buat bersaing secara positif. ”Andaikan gengsi itu enggak ada, nanti enggak ada juga dong hasrat bersaingnya. Nanti bikin kita enggak berkembang,” kata Yonatan. Nah, bener banget tuh. Lalu, bagaimana ya cara untuk menghilangkan pola pikir pelajar untuk tidak bersaing secara negatif lagi? Menurut Pak Redi, seorang guru di SMA Taruna Bakti, ada beberapa cara nih. Untuk menjaga persatuan antarpelajar, hal yang sangat penting adalah membuat perkumpulan antarpelajar se-Kota Bandung. Nah, dari perkumpulan itu, bisa diusulkan untuk membuat acara sosial seperti menjadi panitia dalam acara donor darah, acara jalan santai, sepeda santai, buka puasa bersama, dan acara-acara sosial lainnya. Kegiatan sosial ini melibatkan siswa dan siswi perwakilan semua sekolah di Kota Bandung supaya bisa saling mengenal satu dan yang lainnya.

S

EPERTI yang sudah dipaparkan sebelumnya, ikut kegiatan karang taruna dan bergaul dengan teman-teman dari sekolah lain adalah salah satu hal yang positif dan sangat disarankan untuk dilakukan para pemuda zaman sekarang. Terlebih lagi kalau karang tarunanya aktif dalam berbuat sesuatu yang positif, seperti karang taruna yang satu ini nih… Karang Taruna Cimahi Utara! Sabtu (25/10/2014) lalu, kelompok Karang Taruna Cimahi Utara mengadakan acara dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda. Acara ini dinaungi oleh program Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Kecamatan Cimahi Utara, program asuhan LSM Save the Children. Seperti yang dituturkan oleh Mia Ambarwulan mewakili Save the Children, acara ini enggak heboh apa lagi mewah, hanya gelaran lomba yang diadakan sederhana di Kantor Kecamatan Cimahi

Utara. Soalnya, tujuan dari acara ini sendiri memang bukan sekadar bersenang-senang, tapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat Cimahi Utara lewat penciptaan lingkungan inklusif. Namun, meskipun sederhana, menurut belia sih acara ini bisa dibilang sangat spesial. Kenapa spesial? Karena acara ini melibatkan semua elemen masyarakat Cimahi Utara, termasuk muda-mudinya, dan anak-anak dengan disabilitas. Ini membuktikan bahwa warga Cimahi Utara punya kepedulian untuk mewujudkan lingkungan tempat tinggal yang livable bagi siapa saja. Sesuai banget kan, dengan semangat persatuan dan gotong royong yang disebut-sebut Presiden Joko Widodo dalam pidatonya? Nih, yang begini nih yang kudu ditiru!*** hanifauziaramadhani@gmail.com

Quotes

KALO ini sih tergantung gimana kesadaran pelajar tentang gimana pentingnya persatuan kesatuan Indonesia. Terus harusnya ada peran guru dan orangtua juga, kadang kan ada anak yang sombong dan sikapnya jelek itu faktor dalemnya juga. Salah satu cara mengatasinya menurut aku ya ikut organisasi.

SET PEACE OF MIND AS YOUR HIGHEST GOAL, AND ORGANIZE YOUR LIFE AROUND IT. - Brian Tracy

Yonatan Kritijanto, SMAN 22 Bandung Adain perkumpulan, atau pertemuan sekolah, jadi kayak ada perwakilan dari tiap sekolah terus dikumpulin gitu.*** dhianynadya@gmail.com g_tanjung@gmail.com

Indeks:

dhianynadya@gmail.com g_tanjung@gmail.com hanifauziaramadhani@gmail.com

Ini Nih yang Kudu Ditiru!

Vina Paulina, SMPN 1 Batujajar

20> Skul: 21> MusicTerritory: SMPN 1 Batujajar

Selain itu, perlunya mengubah pola pikir pelajar dalam berpikir merasa dirinya paling unggul dari pelajar sekolah lain. ”Yang harus diterapkan untuk pelajar di Indonesia adalah pola pikir menjadi seorang nasionalis, pendidikan karakter, dan mental. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi dari sekolah mereka dapat pendidikan karakter dan mental,” tutur Pak Redi ketika ditanya oleh belia. Lagian nih ya, gak ada untung-untungnya loh, sok-sok mempertahankan gengsi sekolah atau bahkan sampai ikut tawuran. Nih, kru belia ada cerita dari Deando, mahasiswa salah satu universitas negeri di Bandung yang ngaku kalau dulu pas sekolah dia pernah tawuran. Katanya alasan dia tawuran dulu karena tawuran itu jadi ajang gengsi antarsekolah, tawuran dianggap bisa ”naikkin” nama sekolah. ”Sekarang udah gede sih jadi kepikiran, dulu ngapain ikut tawuran? Keuntungannya enggak ada, soalnya emang gak ada yang dihasilkan. Malahan banyak ruginya kayak buang-buang waktu sama bahaya juga. Soalnya kan kalau tawuran seenggaknya ada yang luka-luka, kepala bocor, bahkan ada yang meninggal dunia. Mendingan nih ya, kalau mau naikkin nama sekolah ya pake kegiatan positif saja. Misalnya lewat ekskul atau prestasi akademis. Udah bukan zamannya gengsi-gengsi pake tawuran,” kata Deando. Tuh, kan… ikut saing-saingan sama gengsigengsian cuma bikin nyesel doang nantinya. Mendingan sekarang kita ikutan kegiatan yang lebih positif dan antipersaingan. Seperti saran Pak Redi, cobain deh ikutan organisasi-organisasi sosial, misalnya ikut karang taruna di sekitar rumah kita. Kita akan ketemu temen-temen yang berasal dari berbagai sekolah, bakal bikin kita lebih terbuka dan enggak melulu ngomongin soal gengsi. Kegiatan seperti itu bisa banget jadi bukti nyata untuk mewujudkan apa yang dibilang pak presiden sebagai syarat untuk jadi bangsa yang besar; persatuan dan gotong royong.***

Javasoundsfair 2014

21>AKsi:

21>AKsi:

Final Pemilihan Duta Bahasa Pelajar Jawa Barat 2014

Talkshow Kosmetik

22> Chat: Lucas and AB


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Epaper belia 28 oktober 2014 by cnexus kidz - Issuu