21
SELASA (WAGE) 27 OKTOBER 2015 14 MUHARAM 1437 H SURA 1949
Bronze W inner Bronze Winner The Best of Java Newspaper IYRA 2015
Terima T erima Kasih Pembaca Belia!
LEMBARAN KHUSUS REMAJA Facebook: www.facebook.com/beliapr
Twitter: @beliapr
E-mail: belia@pikiran-rakyat.com
Pintar Memilih
FOTO: HANI
merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju kematangan masa dewasa. Secara garis besar, remaja akan mengalami transisi biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007). Untuk itu, sebagai remaja kita kudu tahu perubahan dan perkembangan yang terjadi pada diri kita. Berdasarkan hasil obrolan dengan Bu Tina Dahlan selaku psikolog, remaja bakal mengalami serangkaian perubahan biologis menuju kemampuan reproduksi alias pubertas, perubahan pola berpikir dari pemikiran konkret ke pemikiran abstrak serta meningkatnya pemahaman diri dan ekplorasi identitas, termasuk di dalamnya eksplorasi identitas peran gender. Nah remaja akan mengeksplorasi berbagai alternatif yang bermakna dengan cara trial and error. Dengan adanya pubertas pada masa remaja, remaja akan disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan body image bahkan body dissatisfaction, memiliki minat berpacaran, serta menunjukkan perilaku seksual. Menurut Bu Tina, tayangan televisi merupakan salah satu sumber yang dapat diimitasi atau dijadikan ”model” oleh remaja, terlebih lagi apabila aktris dan aktor yang memainkannya merupakan idola remaja dan memiliki karakteristik yang serupa dengan mereka. ”Dalam hal ini bisa terjadi proses modelling, yaitu remaja akan mengimitasi peran, tindakan, perilaku, dan atribut lainnya yang dimiliki atau ditampilkan artis dan aktor dalam tayangan televisi tersebut,” ujarnya. Masih kata Bu Tina, tayangan televisi saat ini antara lain sinetron, reality show, atau berbagai macam kompetisi, banyak yang mengandung konten yang kurang mendidik, bahkan menjerumuskan remaja untuk melakukan tindakantindakan negatif dalam mengisi masa remajanya. ”Sebagai contoh, adanya host pria berbusana dan bermake-up layaknya wanita di beberapa tayangan seolah-olah menunjukkan adanya pengakuan dari masyarakat bahwa hal tersebut merupakan normal dan wajar,” ujar Bu Tina. Kemudian tayangan yang berkonten perkelahian dengan teman ataupun sahabat, berpacaran dengan menunjukkan aktivitas seksual, pelecehan yang dilakukan terhadap teman, orang tua, ataupun guru, dan konteks negatif lainnya juga memungkinkan remaja meniru tayangan tersebut. Semakin tinggi rating tayangan tersebut, maka semakin tinggi kemungkinan remaja mengimitasi perilaku dan tindakan yang ditampilkan dalam tayangan tersebut. Bu Tina bilang salah satu cara yang dapat dilakukan agar remaja tidak bersifat konsumtif terhadap tayangan televisi adalah dengan pendekatan internsif yang dilakukan orang tua kepada remaja. ”Disertai pemahaman tentang perubahan-perubahan yang dialami remaja dalam konteks sosial yang tentunya sangat jauh berbeda dengan konteks sosial yang dialami orang tua sewaktu mereka remaja, serta dapat menampilkan diri yang positif sesuai dengan peran gender dan peran sosial lainnya secara menarik agar dapat dijadikan model oleh remaja dan mudah diimitasi remaja,” ujar Bu Tina.***
F
ADHIL memencet remote di tangannya terus-terusan, dia berpindah dari satu tayangan TV ke tayangan lainnya, setelah beberapa lama akhirnya ia mematikan TV dan ngedumel sendiri. Fadhil merasa gak ada tayangan yang asyik dan bagus buat ditonton. Hmm, sobat Belia yang lain sering gak sih ngalamin hal yang kayak gitu? Udah bukan waktunya lagi kita cuma ngeluh karena gak ada tayangan TV yang layak, kita harus bertindak dong! Lho, gimana caranya? Jadi gini, tayangan-tayangan yang saat ini wara-wiri di televisi kita itu semuanya tayangan yang lulus sensor Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI. Apa sih KPI itu? KPI merupakan badan berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Belia sempat ngobrol nih sama Ketua KPID Jawa Barat Neneng Athiatul Faiziyah. Ibu yang satu ini menjelaskan tentang bagaimana cara kerja KPI. Menurut beliau, KPI ini berwenang buat menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat yang meliputi semua daur proses kegiatan penyiaran, mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban, hingga evaluasi. ”KPI hadir sebagai perpanjangan tangan dari masyarakat dalam mengontrol tayangan yang ada. Sebagai wujud peran serta masyarakat yang mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran, itulah kenapa KPI ada,” ujar Bu Neneng. Lebih jauh Bu Neneng menjelaskan , sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, KPI bertugas sebagai gatekeeper. Jadi program dan konten tayangan yang mau tampil di layar kaca, sebelumnya harus melewati pemeriksaan dan sensor dari KPI baru deh bisa kita tonton. Dalam proses sensor itu KPI menyeleksi mana konten yang boleh tayang mana yang tidak, lalu menyensor hal-hal yang dianggap kurang pantas, seperti mengganti kata-kata kasar dengan bunyi ”beep” dan memberikan efek blur pada scene yang menampilkan darah atau bagian tubuh yang terlalu terbuka. KPI juga memberikan label kategori untuk tayangan tersebut apakah termasuk kategori A (anak), SU (semua umur), R (remaja), BO (bimbingan orang tua), atau D (dewasa). ”Konten tayangan TV itu bisa sangat kuat memengaruhi masyarakat, termasuk remaja. Maka saya sarankan bagi remaja itu untuk pintar memilih tontonan dan bantu kami untuk menyeleksi mana yang bagus mana yang tidak. Kita gak boleh kalah pintar dengan para media tersebut, sebab mereka cerdik. Contohnya, kita tahu bahwa film-film atau tontonan yang berbau remaja tapi menampilkan percintaan, dan itu dilabeli R-BO (Remaja-Bimbingan Orangtua), itu merupakan strategi orang media untuk memperluas segmen. Masalahnya lagi, secara waktu tayang itu waktu di mana anak-anak dan remaja masih bisa menonton. Bagi saya itu adalah pengelabuan. Dari segi isinya juga, unsur mendidiknya sangat kecil untuk beberapa televisi,” tutur Ketua KPID itu lebih jauh. Kita sebagai remaja nih jangan mau menelan mentahmentah apa yang disajikan media, kita pilih nih mana yang sehat atau engga, baru boleh nonton. Larangan remaja menonton tayangan yang nggak sesuai bukan semata-mata karena alasan belum cukup umur tapi demi perkembangan salah satunya perkembangan psikologis lho. Masa remaja
rani_mulyati@yahoo.co.id dhianynadya@gmail.com
Ayo Ikut Lapor!
R
EMAJA sebagai bagian dari khalayak juga diimbau untuk cerdas menonton, jadi gak cuma cerdas di sekolah, tetapi juga cerdas untuk menonton. Kalau perlu, sebelum nonton nih kita cari tahu dulu deskripsi acara tersebut, ini acara ada apanya aja sih, ceritanya gimana sih, dan sebagainya. FYI nih, ternyata anak-anak dan remaja itu termasuk golongan yang dilindungi dalam Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Itu berarti remaja dan anak-anak wajib dilindungi dari dampak-dampak yang tidak baik yang datang dari tayangan televisi. Nah, berarti memang hak kita buat mendapatkan tayangantayangan yang berbobot juga mendidik. Tapi sebagai remaja masa kini, gengsi dong kalau kita cuma mengandalkan KPI aja untuk menyeleksi mana yang bagus mana yang tidak untuk kita, sekarang saatnya kita untuk ikut unjuk gigi juga. Kita bersuara dan ikut menentukan mana tayangan yang berhak untuk kita tonton dan mana yang harus dibuang jauh-jauh. Caranya dengan lapor ke KPI. Yupz, sesuai dengan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,
masyarakat mempunyai hak untuk itu. Emang gimana sih caranya buat lapor ke KPI? Gampang banget, yang paling simpel kita bisa mengisi form pengaduan yang ada di web KPI. Tinggal klik kpi.go.id terus kia pilih menu ”aduan” dan kita bakal langsung dihadapkan dengan formnya. Kita tinggal isi deh topik aduannya apa, mengapa itu perlu ditindak, lalu kita sebutkan itu program tayangan channel mana dan kapan jam tayangnya. Selesai isi semuanya, tinggal submit deh. Gampang banget kan? ”Kami di KPI terus menerus berusaha untuk memberikan yang terbaik, tapi kami juga sangat mengharapkan sikap aktif masyarakat untuk ikut mengontrol media yang mereka konsumsi. Nantinya kalau sudah ada laporan masuk, kami bisa menindaklanjuti tayangan tersebut. Oh iya, satu lagi yang bisa dibantu, kalau ada tayangan yang buruk ya jangan dikonsumsi, itu juga bisa membantu karena nanti dengan sendirinya ia bisa mati akibat rating yang rendah,” ujar Bu Neneng. Oke bu, siap! Kami bakal bantu kok! Hehehe*** dhianynadya@gmail.com
Pendapat Kamu tentang Tayangan TV di Indonesia? M Fadhil Azmi, SMA Negeri 11 Bandung MENURUT saya tayangan TV Indonesia kebanyakan tidak mendidik, para produsen film hanya mementingkan untung, bukan masa depan bangsa Indonesia.
Nabila Syifa, SMA Negeri 5 Bandung KALO menurut aku tayangan TV Indonesia sekarang udah banyak banget yang nggak bermutu, kebanyakan drama-drama sama sinetron. Tayangan TV yang mengandung pendidikan udah jarang banget.
M Fadil Badar Muharram, SMA Negeri 1 Bandung MENURUT saya bagus, banyak mengandung unsur pengetahuannya, tetapi juga kita harus memilih karena banyak film atau tayangan yang menurut saya tidak memiliki moral yang baik untuk anak usia dini.
M Dzulfikri Firdaus, SMA Negeri 11 Bandung MENURUT saya, mayoritas tayangan TV di Indonesia, apalagi pada saat ”prime time” terlalu mendewakan rating, tanpa memperhatikan mutu konten tayangan. Tayangan bersifat edukasional masih sangat minim. Tayangan sinetron maupun acara joget-joget atau pencarian bakat, juga tayangan berita yang kental muatan politik harus dihentikan.*** hanifauziaramadhani@gmail.com
”MOST PEOPLE GAZE NEITHER INTO THE PAST NOR THE FUTURE; THEY EXPLORE NEITHER TRUTH NOR LIES. THEY GAZE AT THE TELEVISION.”
- Radiohead
22> Skul: SMP Alfa Centauri
23> Aksi: - Gemerlap Bintang SMAN 2 Sukabumi - Pre-event F2WL 2016
23> MusicTerritory: An Intimacy Vol. 11
23> Chat: Ashya