21
SELASA (KLIWON) 10 JANUARI 2017 11 RABIUL AKHIR 1438 H SILIH MULUD 1950
Gold & Silver Winner IYRA 2016 untuk Belia Pikiran Rakyat Terima T erima Kasih e Masyarakat Jawa Barat
LEMBARAN KHUSUS REMAJA Facebook: www.facebook.com/beliapr
Twitter: @beliapr
E-mail: belia@pikiran-rakyat.com
Instagram: beliapr
S
IAPA sih yang gak tau Young Lex si rapper dengan lagu-lagu yang memunculkan pro kontra di kalangan remaja belakangan ini? Kekisruhan di Kota Serang kemarin tentunya menjadi evaluasi bagi anak muda, di mana seorang public figure bertutur kata tidak pantas di atas panggung dan memberikan contoh yang tidak baik. Ngomong kasar udah mulai sering kita denger nih di kalangan anak sekolah. Sebenernya hal itu udah jadi kebiasaan, budaya, atau apa ya? Menurut kalian karena apa sih guys? Karena kepo, belia pun ngobrol bareng sama Kak Justito Adiprasetio yang merupakan pengamat budaya populer nih. Kata pria yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini, berkata-kata kasar atau makian itu bukan hal baru, bahkan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagainya udah dipake dari tahun ’70an lho guys. ”Tapi pada saat itu makian berada di ruang-ruang yang lebih kecil. Sapaan teman, komunitas dengan stratifikasi dan kelas sosial yang sama. Nah, bedanya dengan sekarang adalah keberadaan internet. Ia jadi amplifier sekaligus direktori, pencatat. Generasi millennial terutama kemudian menggunakan itu di internet, entah media sosial, YouTube, forum, yang mana itu ruang yang sangat terbuka. Dan karena keterbukaan itu kemudian persebaran kultur, tak terkecuali makian, jadi masif. Dan, jejak yang ada di internet merangkum itu semua. Kalau dulu generasi yang lebih tua gak bisa melihat dan mendengar anak-anaknya memaki karena anak-anaknya akan berhati-hati menggunakan makian hanya untuk wilayah pertemanannya saja. Sekarang, internet sebagai direktori, merangkum dan mengumpulkan makian-makian itu," tutur Justito. Kata-kata makian yang udah mulai digunakan anak remaja emang udah ada dari dulu, tetapi penggunaannya saat ini yang kurang tepat nih guys. Mereka yang merasa hal tersebut lumrah digunakan akhirnya menempatkan di keadaan yang tidak seharusnya. Kemudian lahirnya Young Lex sebagai role model di kancah media sosial mulai memberikan efek-efek di kalangan masa muda. Tentunya efek itu bakal kerasa banget sama anak-anak remaja, kenapa? Karena media sosial memang lagi digandrungi sama semua lapisan anak remaja, gak memandang status sosial dan sebagainya. Media sosial adalah media utama mereka berkomunikasi dan mengetahui segala hal yang biasanya mereka dapatkan dari media elektronik ataupun media cetak. ”Hal itu ya terjadi karena gegar budaya antargenerasi. Pun di generasi millennial juga variatif. Ada yang masih tunduk pada nilai-nilai lama, ada juga yang sudah eklektik dan kosmopolit, nerima nilai dari manamana (efek dari internet). Perdebatan jadi ramai. Nah, kalau mau menjamin agar laju perubahan itu tetap ke arah yang logis dan rasional, yang mesti dilakukan ya penanaman pengetahuan tentang kebudayaan, Ini yang minus. Kita overdosis pengkhotbah, sedangkan generasi millennial tak suka dikhotbahi,” tutur Kak Justito menanggapi Young Lex yang menjadi influencer bagi remaja-remaja saat ini. Anak remaja sekarang meskipun rawan tapi mereka lebih bisa mengeksplorasi kreativitasnya. Begitulah kira-kira pro kontra yang mulai naik ke permukaan saat ini. Di sisi lain, jadi generasi millennial atau biasa disebut generasi Y emang banyak menguntungkan dengan karya-karya yang dilahirkannya. Semakin berkembangnya juga Indonesia dari berbagai bidang, baik seni, akademik, maupun olah raga. Tapi sobat Belia juga harus mulai sadar nih kalo generasi millennials ini bener-bener rawan karena banyaknya ”suntikan” pergaulan yang udah mulai susah dikendalikan sama
FOTO: DOK.
Menjadi
Generasi Millennial orangtua karena pergaulan yang diadopsi dateng dari mana-mana. Ada yang dateng dari lingkungan pertemanan, dari internet, dan masih banyak lagi faktor yang bikin generasi sekarang mulai gak kekontrol. Ini juga diamini sama pihak guru. Belia ngobrol sama Pak Endra Prima dari MA Ibnu Sina Soreang dan Ibu Neneng dari Subang, katanya memang anak-anak sekarang alias mereka yang termasuk generasi millennial merupakan anak-anak yang kehidupannya tidak lepas dari dunia digital. ”Dunia IT sedang dalam puncaknya, sehingga apa pun ’diusahakan’ menggunakan teknologi untuk memudahkan, terlebih teknologi komunikasi. Anakanak sekarang bahkan lebih bnyak berkomunikasi via teknologi dibandingkan dengan cara konvensional atau face to face. Anak-anak sekarang juga lebih terbuka bahkan cenderung narsis, curhat yang pada dasarnya bersifat privat, sekarang menjadi konsumsi publik dengan membuat status di sosmed,” kata Pak Endra. Menjadi generasi yang mulai dicampuri tangan dengan IT, pada akhirnya memang bergantung dengan kebijakan kita sebagai pengguna. Nah, oleh karena itu kita harus mulai bijak dalam menggunakan teknologi yang sekarang makin berkembang. Meskipun dengan adanya teknologi kita bisa menjadi lebih open-minded, tetapi ada di antaranya yang salah menerapkan sistem
Beruntungnya Generasi Millennial
N
GOMONGIN generasi millennial, kalau di tulisan sebelah kesannya agak gimana gitu ya. Nah belia juga mau ngasih pandangan tentang generasi yang juga disebut generasi langgas alias generasi bebas menurut Yoris Sebastian dalam bukunya Generasi Langgas: Millenial Indonesia. Buku hasil kolaborasi Yoris dan Dilla Amran serta Youthlab ini berisikan cerita-cerita tentang barudak millennials yang berhasil memanfaatkan sifatsifat langgasnya jadi sesuatu yang produktif bahkan mendulang prestasi. And you know what? Generasi millennial ini disebut sebagai ”the best educated generation ever” saking mudahnya mendapatkan beragam informasi dari berbagai platform online yang ada. Coba aja bandingkan sama zaman kakak-kakak atau orangtua kita, zaman dulu itu kalau mau belajar sesuatu ya mau nggak mau harus ikut kursus atau minimal ”berguru” sama orang yang jago di bidang tersebut. Kalau sekarang? Kita bisa belajar semuanya sendiri dari Google atau Youtube. Di sana tersedia jutaan tutorial tentang apa pun yang mau kita pelajari. Tinggal sediakan waktu dan mantapkan niat, kita bisa jadi apa pun yang kita mau dan mau ngapain aja. Kalau bingung menentukan kita mau jadi apa, tipsnya menurut Yoris ada tiga yaitu cari hal yang kita yakin kita benar-benar bagus di sana, kedua adalah hal yang kita benar-benar sangat suka, terus kita juga harus tau kalau hal tersebut dibutuhkan dunia.
Begitu juga kalau mau coba-coba berwirausaha, kita nggak usah ngumpulin modal gede buat buka toko atau kios, nggak perlu lagi jalan-jalan jauh nawarin apa yang kita jual. Kita cukup duduk manis dan bikin konten di media sosial lalu pembeli pun berdatangan (re: memesan via online). Mudah kan? Generasi millennials memang ditakdirkan untuk punya segudang ide baru plus hasrat buat terus mencari sesuatu yang baru. Intinya sih generasi millennials punya segalanya yang dibutuhkan tinggal gimana kita menyikapinya, mau dimanfaatkan buat produktif atau berprestasi atau malah terbawa arus yang nggak-nggak. Last but not least nih, menurut buku ini generasi millennial bakal memegang peranan penting di Indonesia terutama tahun 2020 karena di tahun tersebut usia masyarakat yang produktif akan dominan dibanding nonproduktif. Terus nih, dari hasil risetnya selama enam tahun di lima kota, dalam bukunya Yoris juga menuliskan beberapa karakteristik khusus generasi millennials yaitu love learning, tech-savvy multi-tasker, dan challenge seeker. So, no wonder kan kalau memang generasi kita sekarang tuh kayak gini? But hey, gini-gini juga kita adalah penentu nasib bangsa ini lho, mau dibawa ke mana Indonesia nanti, semua ada di tangan kita dan bergantung sama bagaimana kita bersikap saat ini. So, sudah tau kan kita harus gimana? ***
22> Skul: MTs & MA Ibnu Sina Soreang 23> Ensiklobelia: Apa Sih Generasi Millennial? 24> Review:
dhianynadya@gmail.com
23> Aksi: - Lomba Kreativitas Siswa STIKes Bhakti Kencana - Alternatif Budaya Baca di Banjaran 23> MusicTerritory: Solidnya Barudak Bandung Beatbox 24> Chat: Absar Lebeh
open-minded itu sendiri. ”Media sosial memang aku gak bisa lepas hehehe. Udah kebutuhan. Teman-teman di sana semua, terus dari medsos juga kita tau banyak hal kan. Apa yang lagi tren atau hits, tempat makan baru, fashion baru, gitu-gitu. Terus kalau masalah katanya anak zaman sekarang gak mau dikasih tau orangtua juga iya sih. Kadang kalau dikasih tau orangtua juga memang aku gak sepenuhnya mengiyakan, tergantung tentang apanya juga sih. Nggak sampai ngebantah yang kayak di sinetron. Cuma kayak misalnya contoh kecil itu dikasih orangtua nggak boleh ini-itu karena pantangan dsb, tapi aku kan baca artikel juga dari internet yang bilang misalnya itu tuh cuma mitos doang, jadi ya ngapain pantangannya aku turuti toh itu juga hoax, gitu sih misalnya mah,” tutur Tania Nurfitria, sobat Belia yang bersekolah di SMAN 7 Bandung. ”Anak sekarang sudah bebas yang kebablasan, dan ini harus menjadi evaluasi diri bagi dunia pendidikan dan masyarakat yang menjadi bagian dari kurikulum, tidak hanya ranah kognitif yang harus ditonjolkan tetapi yang paling penting ranah afektif yang harus mendapat perhatian lebih dalam membentuk karakter anak. Ketika karakter terbentuk, ranah psikomotor mengikuti dengan karakter yang terbentuk, dengan kata-kata dan komunikasi yang kasar dan bertentangan dengan budaya dan norma kesopanan, maka sudah menjadi kewajiban lingkungan pergaulan sekitar anak harus mendapat perhatian ekstra dari orangtua dan guru sebagai pendidik untuk memperbaiki dan mengevaluasi serta menganalisis penyebabnya," tutur Ibu Neneng. Kira-kira begitulah genk permasalahan tentang generasi millennials ini yang jadi pro kontra. Yang pasti sih ya guys, kalian harus lebih bijaksana dalam penggunaan media sosial dan bisa menempatkan perkataan di tempat dan orang yang benar. Juga tidak lupa nih harus semakin realistis jangan mengutamakan gengsi. Yang penting sederhana asal bikin nyaman. Setuju jamaah? Hihihi.*** ismirjbnty@gmail.com dhianynadya@gmail.com
I thInk mIllennIals are a generatIon unlIke anythIng we've ever seen on thIs planet. - Chelsea Krost
Bener Gitu Generasi Millennial Terlalu Barebas? Salsabila Zahra, Farmasi Unpad 2014 MENURUT aku enggak, gak bebas. It's not the generation that changing but technology. Jadi definisi bebas di sini kan gak eksak, gak ada rules bebas dulu harus sama kayak bebas sekarang.Jadi sebenernya setiap generasi punya standar "bebas" sendiri, emang beda sama dulu, jelas, dan emang mungkin jauh lebih merugikan diri sendiri sekarang. Simpulannya kalo menurut aku, misal penurunan moral bukan karena sekarang lebih bebas tapi pengaruh teknologi yang uncontrollable.
Cita, Mankom Unisba 2014 MILLENNIAL lebih terbuka pikirannya. Kebanyakan udah open-minded, tapi banyak juga yang bawa embelembel 'open-minded' sebagai alasan dan malah kebawa ke pergaulan yang salah, jadi keliatannya bebas.
Cristy Junio Shafarani, SMAN 1 Subang MENURUT aku sih gak bebas. Soalnya gak semua generasi millennial itu ngelakuin semua hal bebas dalam arti bebas bebas yang buruk. Dan semua hal buruk itu pun karena efek globalisasi. Jadi gak semua generasi kena efek itu. Gimana orang-orangnya aja, bisa milih yang baik di antara pilihan baik atau buruk.
A Rizky, SMAN 15 Bandung KATA aku generasi millennials atau anak yang zaman sekarang ini tuh bukan terlalu bebas, tapi terlalu tau. Jadi karena kita kenal sama internet segala macam kita gampang buat tau ini-itu gak kayak zaman dulu jadinya. Ya mungkin karena kebanyakan informasi juga jadinya ngerasa udah serba tau apa-apa jadi suka gak mau dikasih tau, apalagi sama orangtua.
Tania Nurfitria, SMAN 7 Bandung BEBAS gak bebas sih, hehehe. Bebasnya ya mungkin karena sekarang juga peraturan gak seketat dulu. Terus anak sekarang itu juga kayaknya lebih pinter, lebih banyak tau jadinya gitu ya bebas karena udah tau. Sama mungkin karena pengaruh seleb-seleb Vlog atau IG,*** ismirjbnty@gmail.com dhianynadya@gmail.com