Epaper belia 10 februari 2015

Page 1

19

SELASA (KLIWON) 10 FEBRUARI 2015 20 RABIUL AKHIR 1436 H SILIH MULUD 1948

LEMBARAN KHUSUS REMAJA FOTO: DOK. RUMAH INSPIRASI

HOMESCHOOLING

Belajar Sesuai Minat & Bakat A

DAKAH di antara kamu yang ikutan ”sekolah rumah” atau lebih dikenal dengan istilah homeschooling? Sebetulnya homeschooling itu seperti apa ya? Edisi kali ini belia bakalan ngasih informasi mengenai homeschooling. Penasaran, yuk disimak! Sebetulnya sistem belajar atau sekolah rumah ini sudah lama diaplikasikan di Indonesia lho. Secara substansi homeschooling sudah mulai dipraktikkan oleh tokoh terkemuka Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara, Agus Salim, Buya Hamka, dan lainnya. Eits, ternyata sistem pendidikan yang dilakukan di pesantren juga tergolong ke dalam homeschooling loh. Soalnya, para santri dididik langsung oleh para kiai. Jadi meskipun namanya ”home”, tetapi bukan berarti homeschooling cuman boleh dilakukan di rumah aja. Di mana aja boleh, asalkan ada sarana dan prasarana. Pada dasarnya homeschooling ini adalah proses pendidikan secara mandiri atau autodidak. Menurut Mira Julia, pendiri Rumah Inspirasi, homeschooling adalah pendidikan berbasis keluarga. Ini artinya orangtua memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak mereka. Orangtua berfungsi seperti kepala sekolah, penentu kurikulum, metode belajar, serta memutuskan apakah anak akan diajar oleh dirinya sendiri atau membutuhkan bantuan guru. Jadi homeschooling ini ada dua jenis, yang pertama orangtua menjadi fasilitator utama bagi anak. Kedua orangtua mengundang guru privat, mengikut sertakan anak-anaknya pada berbagai kursus, dan melibatkan anak pada proses magang atau internship. Bisa dibilang, homeschooling memiliki rentang model belajar yang luas. Dari mulai yang tidak terstruktur dan bener-bener beda dari sekolah formal (model unschooling) hingga yang terstruktur seperti sekolah namun diterapkan di rumah/tempat lain (model school-at-home). Kalau disimpulkan nih, metode yang digunakan oleh praktisi homeschooling pasti beda-beda karena orangtua dan keluargalah yang jadi pusatnya. Sebagai contoh, coba tengok sejenak ke Kak Seto Homeschooling Taman Sekar Bandung (HSKS). Dengan motto terampil, kreatif, cerdas, dan mandiri, HSKS menerapkan kurikulum nasional dengan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Terdapat metode belajar dua kali seminggu yang diadakan di Jalan Sukarajin II No. 15 Bandung. Anak-anak dibimbing oleh para tutor yang dipanggil dengan sebutan ”Kak” sehingga kesannya akrab dan nggak formal banget. Selain itu, ada pula metode Distance Learning di mana anak diberi modul sebagai mater pembelajaran di rumah dengan tujuan meningkatkan kemandirian dan membangun komunikasi bersama dengan orangtua. HSKS juga secara rutin mengadakan Project In Class berupa kegiatan praktik untuk menambah soft skill anak. Tren homeschooling di Indonesia lahir karena berbagai faktor. Menurut Mbak Mira, faktor itu di antaranya karena semakin banyak orangtua yang menyadari bahwa setiap anak itu unik dan mempunyai cara belajar sendiri. Selain itu, orangtua semakin menyadari banyaknya jenis pekerjaan saat ini yang tidak membutuhkan ijazah. Apalagi dengan perkembangan teknologi akses informasi semakin mudah didapatkan, seperti halnya materi belajar berkelas dunia yang bisa diakses dengan mudah melalui internet. Ketidakpuasan terhadap pendidikan formal juga bisa menjadi salah satu faktor mengapa homeschooling menjadi salah satu pilihan yang bisa diambil oleh orangtua. Mbak Mira juga bilang kalau semakin mahalnya biaya pendidikan di Indonesia turut mendukung berkembangnya homeschooling. ”Masih banyak lagi faktor pendorong lahirnya HM ini,” begitu ujar Mbak Mira. FYI, Mbak Mira ini adalah ibu dari tiga orang anak yang semuanya mengambil pendidikan secara homeschooling. Menurut Mbak Mira keputusan itu dipilih dengan alasan dia dan suaminya ingin memberikan pendidikan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan anak. Selain itu, Mbak Mira juga ingin agar anak-anaknya punya waktu banyak untuk bersosialisasi dan berkegiatan yang sesuai dengan minat bakatnya. Memilih jalur homeschooling memang tidak mudah karena orangtua harus siap dan bersedia tumbuh bersama anak. Menurut Mbak Mira, orangtua harus mau banyak belajar, mengalokasikan waktu dan tenaga yang cukup dalam menemani proses homeschooling anaknya.*** rani_mulyati@yahoo.co.id dwilukita@gmail.com

"IF YOU WANT TO GET THE BEST EDUCATION POSSIBLE, IT IS ACTUALLY MORE IMPORTANT TO GET ASSIGNED TO A GREAT TEACHER THAN TO A GREAT SCHOOL."

- Bill Gates

Plus dan Minus Homeschooling

K

ARENA berbagai alasan, banyak remaja yang milih buat homeschooling. Pengen tahu pengalaman mereka? Penasaran gimana mereka menilai plus dan minusnya homeschooling? Nih, belia sempet ngobrol bareng beberapa homeschoolers yang bersedia berbagi cerita. Yang pertama ada Miranti Faturachman. Cewek kece satu ini sekarang udah kuliah jurusan Fashion Marketing di Raffles Design Institute Jakarta. Dari kelas X sampai kelas XI, Miranti ngalamin yang namanya homeschooling. ”Homeschooling is a really nice place to learn and discover new things,” kata Miranti. Dia juga cerita, kemandirian dan kreativitas harus banget dimiliki para homeschooler. Satu hal yang menurut dia, jadi kekurangan dari homeschool dibandingkan dengan sekolah reguler adalah kurang tegasnya peraturan. ”Saking fleksibelnya, kadang murid suka menggampangkan atau mengabaikan tutor gitu. Jadi emang harus bisa membawa diri dan inget sama tujuan dari homeschooling yaitu belajar dan meraih sukses,” ujar Miranti. Ada juga Fadel Buzano yang cerita bahwa homeschooling itu sistem pembelajarannya asyik banget. Ia merasa bahwa dibandingkan dengan di sekolah reguler, pelajaran yang didapat dari homeschooling lebih mudah dicerna. Nah, kalo ngomongin kekurangan, Fadel bilang kekurangan dari homeschooling adalah terbatasnya lingkup pertemanan. ”Banyak yang pindahan dari sekolah biasa ke homeschooling tapi cuma datang dan pergi doang hehe,” ujar Fadel. Berbeda dengan Fadel, Diandra Rannia Syakira nggak menganggap terbatasnya lingkup pertemanan sebagai kekurangan dari homeschooling. ”Di homeschooling itu nggak ada senioritas, bisa kenal tementemen yang udah berkarir, atlet, sampai dengan anak-anak yang bermasalah di sekolahnya dulu. Justru banyak banget pelajaran dari situ. Apalagi kita juga berteman sama anak-anak berkebutuhan khusus,

dapet pengalaman buat lebih bersyukur dan saling menghargai,” kata Diandra. Diandra yang berkarir di bidang entertainment ini ngerasain manfaat yang gede banget dari homeschooling. Menurut dia, para homeschoolers bisa lebih mengasah kreativitas. ”Karena lebih banyak waktu luang dan nggak sesibuk anak sekolah formal,” kata Diandra. Manfaat tersebut juga dirasain sama Muhammad Jihad Akbar yang udah menjalani homeschooling sejak kelas V. ”Dengan homeschooling, kita bisa lebih mengejar minat kita yang sebenernya dan bisa tetep belajar serta dapet ilmu selayaknya anakanak sekolah formal,” ujar Jihad. Di mata orangtua, homeschooling juga punya banyak kelebihan. Mbak Mira yang tiga anaknya memilih homeschooling merasa dengan sistem belajar di rumah, barudaknya bisa belajar tanpa batas, enggak ada batasan tempat, waktu, dan bisa dilakukan dengan siapa aja. Kurikulumnya pun lebik fleksibel, yaitu disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan tiap anak. Buat orangtua biaya pasti jadi pertimbangan, dengan homeschooling biaya bisa ditentukan sesuai kemampuan orangtua. Mbak Mira juga bilang kalo anak-anaknya punya waktu banyak untuk bersosialisasi dan berkegiatan yang sesuai dengan minat serta bakatnya. ”Anak bisa belajar melalui hal yang dia sukai, dengan metode yang dia suka dan dalam waktu yang menjadi pilihannya,” ujar Mbak Mira. Sementara itu, kekurangan homeschooling bagi orangtua, seluruh tanggung jawab dipikul oleh orangtua. Tidak ada pihak ketiga yang bisa disalahkan dari kegagalan pendidikan anak. Makanya orangtua harus banyak belajar dan menginvestasikan waktu ekstra untuk pendidikan anaknya.***

Kenapa sih kamu milih homeschooling?

hanifauziaramadhani@gmail.com rani_mulyati@yahoo.co.id

Muhammad Jihad Akbar

Ujian Persamaan, UN, dan Sertifikasi bagi yang Homeschooling

B

ANYAK ketakutan yang dirasakan oleh orangtua jika anak-anak mereka memilih untuk homeschooling. Umumnya, hal tersebut bermuara pada masalah legalitas dan sertifikat pendidikan. Terus, gimana dong solusinya? Kehadiran homeschooling di Indonesia sebenarnya udah sah secara hukum. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 27 ayat (10), tertulis: ”Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Ada pula landasan hukum lain seperti yang tercantum dalam UU HAM tahun 1999 Pasal 12 (Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas diri). Nah, landasan-landasan inilah yang menjadi fondasi berjalannya homeschooling. Di Bandung sendiri, homeschooling berada di bawah naungan Direktur Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, dan Dinas Pendidikan Kota Bandung.

Jadi, bagi anak-anak yang memutuskan untuk homeshooling, sama aja dengan kamu yang bersekolah di sekolah umum. Untuk mendapatkan ijazah bisa mengikuti program persamaan atau paket. Paket A setara dengan pendidikan sekolah dasar, paket B setara dengan SMP dan paket C setara dengan SMA. Kebijakan ini dijamin dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No.131 & 132/U/2004 dan diterapkan pula dalam HSKS Taman Sekar Bandung. Selain itu, para homeschooler juga bisa mendapatkan ijazah Cambridge. Ijazah ini adalah ijazah internasional yang bisa diakses siapa saja dan setara dengan ijazah SMA. Pastinya ijazah ini bisa diterima di seluruh dunia. Baru deh yang memilih untuk homeschooling juga bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sama seperti lulusan SMA pada umumnya. So, gak usah takut! dwilukita@gmail.com rani_mulyati@yahoo.co.id

PERTAMA karena kesibukan orangtua, terus karena pengin fokus sama bisnis dan usaha aku, dan mungkin bisa dibilang I don’t like school. Makanya aku milih homeschool biar bisa fokus sama passion dan cita-cita aku.

Diandra Rannia Syakira KARENA dulu aku baru coba masuk dunia entertainment, launching album di Malaysia, promo dan buat videoklip selama berbulan-bulan di Singapura, Kuala Lumpur, dan Australia. Jadi daripada ada masalah sama guru lagi kaya waktu di SMP dulu, mami aku pilihin sekolah informal aja.

Fadel Buzano KARENA dulu baru pindah kota dan lingkungannya beda banget, jadi agak kurang betah di sekolah negeri.

Miranti Faturachman AKU milih homeschooling karena aku korban bully di SMA lama aku, jadi ya alasan aku pretty clear. Akan tetapi, selain itu juga aku kan pemain golf jadi aku mau fokus sama karir golf aku saat itu, jadi nyari sekolah yang waktunya bisa fleksibel sama jadwal golf aku. hanifauziaramadhani@gmail.com

Berkasih Sayang tak Harus Konsumtif

20> Skul: SMP Bakti Nusantara 666 Cileunyi 21> Aksi: 1. Festival Kabaret ”Dreamfest” 2. Open House SMP Santo Mikael Cimahi 3. SMA BPI 1 Bandung 21> MusicTerritory: Konser De Tohtor 21> Gaya: Lilitan Gaya

22> Review:

22>Chat: Afterisya

S

EBAGIAN besar dari kita tentu mengenal Hari Valentine, yaitu hari yang dianggap sebagai Hari Kasih Sayang yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Di hari itu, beberapa pusat perbelanjaan, gencar memajang aneka suvenir dan penganan berbentuk hati dengan aneka warna bernuansa merah jambu, untuk memfasilitasi mereka yang merayakan Hari Valentine. Dan tentu saja, karena euforia Hari Valentine begitu membahana di kalangan muda, ditambah suvenir-suvenir itu begitu indah, cantik, dan menggoda selera, akhirnya banyak dari teman-teman kita yang memborong barang-barang itu. Terlepas dari Valentine sebagai kebudayaan Barat, dan terlepas juga dari asalusul sejarah sebenarnya Hari Valentine ini, cobalah kita pikirkan sejenak tentang kasih sayang ini. Sebenarnya, bisakah kita hidup

tanpa kasih sayang? Di pagi hari, kasih ibu telah mendorongnya membuatkan sarapan untuk kita, lantas kasih ayah memberi kita uang bekal, untuk semua keperluan sekolah kita. Tiba di sekolah guru piket memeriksa kelengkapan pakaian kita karena beliau menyayangi kita agar kita bisa memahami cara berpakaian sekolah yang baik. Kemudian saat pelajaran dimulai, guru kita memberi pengajaran agar kita pandai, juga dibumbui oleh rasa kasih sayang antara guru dan murid. Lalu saat jam istirahat, kita bersenda gurau dengan teman, juga karena tanpa kita sadari, kita saling menyayangi hingga tercipta suasana ”rame” saat bercanda. Coba saja jika tidak ada rasa sayang, tentu hubungan antarteman akan jadi kaku, beku, dan istirahat pun hanya saling terpaku. Pulang ke rumah, kasih ibu, ayah, dan saudara lainnya telah menanti. Terus begitu, dan terus begitu.

Coba pikirkan, bisakah kita hidup tanpa kasih sayang? Tentu tanpa kasih sayang kita tidak akan hidup normal bahkan mungkin akan mati. Lantas jika kasih sayang itu telah kita sadari ada setiap saat dalam kehidupan kita, lantas mengapa hanya karena tanggal 14 Februari, kita menjadi konsumtif? Semua barang yang bernuansa bentuk hati, berwarna merah jambu, kita koleksi semua secara berlebihan hingga menghabiskan uang bekal kita dari ayah. Bahkan hingga pulsa telefon genggam kita pun terkuras karena Hari Valentine. Apakah tindakan konsumtif kita ini melambangkan kasih sayang? Jika hari kasih sayang tersebut dijadikan sebagai hari pengingat bagi kita bahwa tanpa kasih sayang dari banyak orang kita tidak akan hidup normal, ini justru baik untuk membuat kita berterima kasih pada banyak

orang yang menyayangi kita, dan pengingat agar kita bisa bersyukur kepada-Nya atas semua karunia kasih sayang tersebut. Cara kita berterima kasih juga tentu dengan melakukan hal-hal baik, yang tidak bertolak belakang dengan makna kasih sayang tersebut. Jadi, sepertinya jika hari kasih sayang ditandai dengan semakin meningkatnya daya konsumtif kita, hal tersebut rasanya kurang tepat. Mengapa rasa kasih sayang yang mendasari hidup kita malah jadi pemicu rasa konsumtif kita? Rasanya kita harus kembali menata hari kasih sayang kita dengan halhal yang betul-betul mencerminkan kasih sayang itu sendiri, bukan hanya sekadar simbol-simbol berharga puluhan, hingga ratusan ribu rupiah.*** Choirunisa, SMP Vijaya Kusuma


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.