19
SELASA (PAHING) 26 AGUSTUS 2014 30 SYAWAL1435 H SAWAL 1947
Facebook: www.facebook.com/beliapr
Twitter: @beliapr
E-mail: belia@pikiran-rakyat.com FOTO: KEKE
Gimana sih pandanganmu tentang tayangan TV/film di Indonesia saat ini?
Fazli M. Fauzan, SMA Negeri 11 Bandung
Andi Aliyah Sherina Yustisia, SMA Negeri 8 Bandung KALO kata aku sih belum berkualitas. Tayangannya banyak yang kurang mendidik. Banyak juga yang mengandung hal-hal yang nggak layak ditonton anak-anak tapi malah ditayangin. Bebrapa tayangan di TV juga suka ngikutin program-program negeri barat yang kurang mendidik. Tayangan TV di Indonesia harusnya mendidik dan mengajarkan anak-anak Indonesia tentang budaya Indonesia.
Sarah Yasmina Dewi, SMA Darul Hikam Bandung UNTUK tayangan TV dan film di Indonesia masih sangat kurang terutama dari segi edukasinya. Kebanyakan tidak edukatif. Memang ada pelajaran-pelajaran yang bisa kita ambil, tapi masih lebih banyak unsur cinta-cintaannya. Bahkan sayangnya yang berbau kekerasan dan pornografi itu masih ditayangkan. Sayang banget kan, padahal kita tahu TV dan film itu punya pengaruh yang kuat dan cepat terutama untuk anak-anak.
Rifqi Ramdhani Fauzi, SMA Negeri 22 Bandung BELUM berkualitas, soalnya masih banyak tayangan yang tidak mendidik. Misalnya masih banyak yang mengajarkan pergaulan bebas, ketidaksopanan, bahkan sex bebas.*** hanifauziaramadhani@gmail.com
Ketidakjujuran Merusak Masa Depan Kita
M
ENCONTEK adalah salah satu bentuk tindak ketidakjujuran. Teman-teman pasti sering menemukan hal ini di sekolah, terutama saat ulangan berlangsung. Kalian pasti tahu betapa kreatifnya cara yang mereka lakukan agar mendapat nilai yang baik, contohnya seperti melihat langsung jawaban teman saat guru lengah, berkomunikasi dengan berbagai isyarat, berpura-pura menjatuhkan barang, dan masih banyak lagi. Tetapi, apakah kalian tahu efek samping ‘mencontek’? Selain dimarahi guru dan mendapat hukuman saat ketahuan, secara tidak sadar mereka yang melakukan tindak kecurangan itu juga telah menanamkan prinsip mencontek dalam kehidupan mereka sampai dewasa nanti. Hal ini akan merusak masa depan mereka karena dengan ‘mencontek’ kalian akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang terbaik. Salah satu contoh konkret dalam negara kita adalah koruptor. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sejumlah uang yang terbilang cukup besar, ini mencerminkan para siswa yang saat ini “mencontek”, mereka menghalalkan segala cara agar mendapatkan nilai yang baik. Oleh karena itu, bagi kalian yang telah membaca opini ini, janganlah mencoba kembali hal curang ya. Tidak hanya mencontek, tetapi berbagai tindak ketidakjujuran lainnya. Tidak terikat tempat dan waktu, di mana pun dan kapan pun kalian berada cobalah untuk berani bertindak jujur walau terkadang sulit dan harus merelakan nilai jelek, tetapi itu lebih baik dibanding kita mendapatkan nilai yang baik tetapi bukan hasil murni kerja kita. Ingat-ingat pesan ini ya...”Jika kalian tidak ingin merasakan penjara, jangan lagi untuk mencoba bertindak curang, karena sebagian besar tahanan di negara kita (alias para koruptor) merupakan korban tindak kecurangan!”*** Imelda Kurniawati, 9A SMP Waringin
EPANJANG bulan Agustus, ada beberapa hari besar nasional yang diperingati lho, selain ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Di antaranya adalah Hari Remaja Nasional yang jatuh pada 12 Agustus dan Hari Televisi Nasional pada 24 Agustus, bertepatan dengan lahirnya TVRI pada 1962 silam. Nah, bicara soal remaja dan TV seru nih! Remaja kan memang dipandang sebagai agen perubahan, sehingga mesti mampu bikin hidupnya jadi bermakna. Salah satu caranya ya cerdaslah nentuin pilihan tayangan mana yang mau diikuti. "Remaja yang bermakna adalah yang nyiapin ntar ke depannya untuk apa. Proses yang dilakukan saat ini mesti bermakna.Bermakna di sini berarti mempunyai arti. Lakukan aktivitas sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai. Mulailah dengan langkah sederhana," tutur Agus Sulaeman, trainer motivasi, dalam acara Bioskop Remaja di Auditorium Museum Geologi, Jalan Diponegoro, Bandung, Minggu (24/8/2014). Beberapa waktu lalu, tim Belia menggelar survei yang melibatkan 30 orang siswa SMP dan SMA seputar pandangan mereka tentang tayangan TV dan film di Indonesia. Ketika ditanya apakah tayangan TV dan film di Indonesia sudah berkualitas dan mendidik atau belum, lebih dari 60% menjawab ‘belum’. Ketika ditanya tentang pandangan umum mereka mengenai TV dan film di Indonesia, ada dua ungkapan yang paling sering muncul, yaitu ‘nggak mendidik’ dan ‘berlebihan’. Hanya sebagian kecil yang menyatakan sudah bagus atau kurang yakin. Hmm lantas tayangan film dan TV seperti apa sih yang mereka pengen? Well, 15 dari 30 orang menjawab bahwa mereka pengen tayangan yang mendidik. Sebagian besar sisanya pengen tayangan yang menghibur, dan hanya 3 orang alias 10% menjawab lain. Well, hasil survei tentang tayangan TV itu nunjukin indikasi yang positif yang berarti di kalangan pelajar SMA sudah punya pemahaman kognitif untuk tayangan TV yang baik atau nggak. Tapi pertanyaannya, apakah itu sudah disertai secara afeksi dan behavior-nya? Karena nggak semua program TV yang disiarkan itu jelek semua. Apakah mereka jadi berpindah ke tayangan TV lain atau matiin TV-nya atau masih nonton tayangan yang negatif itu? Buktinya tayangan yang negatif itu masih ada karena alibinya tingkat penontonnya (share-nya) masih besar. Dari sisi pembuat, kalau sudah berusaha bikin tayangan yang positif minimal yang bisa dipertanggungjawabkan, tapi tidak ada yang nonton, tentu jadi percuma. Masalahnya TV itu patokannya ya dari seberapa besar ratingnya. "Masalah yang lainnya, TV gratis alias TV
S
Indeks:
ADA yang mendidik, ada juga yang nggak. Di Indonesia udah cukup banyak tayangan yang memotivasi remaja, seperti ajang pencarian bakat juga acara dokter yang nerangin tentang kesehatan, dan juga acara lain yang menambah wawasan. Tapi sayangnya yang menurutku kurang mendidik itu sinetron yang suka ada ‘bumbu’ berlebihan tapi malah jadi acara favorit saat ini di kalangan remaja.
swasta nasional itu tidak ada patokan umurnya. Dia seolah senapan mesin yang tidak punya mata. Sekali on , nembak siapa aja yang di depannya," ujar Abdalah Gifar sebagai salah seorang sineas di Kota Bandung. Nah sutradara yang udah bikin beberapa karya ini nambahin kalau budaya kritis seorang remaja sebenarnya bisa dibangun juga lewat film. Secara media, film punya potensi untuk mempengaruhi dengan kekuatan audio dan visual. Terlebih bagi remaja yang mudah menyerap apa yang disaksikannya. Seperti kita bisa lihat apa yang ada di televisi bisa menjadi tolok
ukur bagi pemahaman. "Sayangnya yang memanfaatkan itu masih dari budaya massa yang ujungnya adalah romantisme berlebihan dan konsumerisme. Di luar itu, kita juga bisa lihat video-video atau film di luar media mainstream yang bisa mempengaruhi anak muda," paparnya. Namun sekarang budaya kritis yang disebarkan melalui media audio visual masih kalah atau belum terstruktur, sistematis, dan masif dibandingkan dengan yang menyebarkan budaya massa yang menimbulkan pemujaan kepada idolanya. Bagi anak muda yang sudah tergerak untuk mencari pilihan lain di luar tayangan TV yang bisa ditonton gratis, tentu itu bisa aja merangsang sensitivitasnya terhadap isu sosial. Bisa dibilang kalau di tengah gempuran tayangan TV yang nggak sesuai harapan, film jadi media alternarif pendidikan remaja. "Pembiasaan nonton tayangan yang kontennya berbeda dengan media TV memang perlu dilakukan. Film tertentu mungkin bisa.
20> Skul:
21> MusicTerritory:
SMP Al-Ghifari Bandung
Pensi SMA Darul Hikam
21> Aksi : - Moka Kab Bandung 2014 - Outbound SMA Labschool UPI
21> Ensiklobelia: Kode Klasifikasi Tontonan
Dalam artian film yang hanya mengikuti kehendak pasar maunya apa," tuturnya. So, kalau Gifar nambahin, tantangan bagi para pembuat film sebetulnya untuk membuat karya yang tetap bisa diterima pasar dalam artian laku dan bisa ngarahin atau menyampaikan 'message' yang membantu anak muda untuk memilih hal positif tanpa menjadi guru moral yang ngebosenin. "Pesan saya sih carilah contoh dan idola yang nggak hanya tampan atau cantik, tapi yang terbukti dia bisa menjadi teladan," sambungnya. Nah, ada juga nih dari Pak Dadang Rahmat Hidayat, seorang pengamat media sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung. Menurut beliau nih, memang gak salah apa yang temen-temen pikirkan tentang tayangan televisi masa kini, karena komposisi tayangan televisi sendiri memang yang mendominasi adalah konten hiburan yang mencapai 60%. “Jadi hiburan memang mendominasi secara kuantitatif. Dari segi kualitatif juga, kita tahu bahwa film-film atau tontonan yang berbau remaja, tapi menampilkan percintaan, dan itu dilabeli R-BO (Remaja-Bimbingan Orang Tua), itu merupakan strategi orang media untuk memperluas segmen. Masalahnya lagi, secara waktu tayang itu waktu di mana anak-anak dan remaja masih bisa menonton. Bagi saya, itu adalah pengelabuan. Dari segi isinya juga, unsur mendidiknya sangat kecil untuk beberapa televisi,” ujar Pak Dadang. Selain itu, kita juga harus melihat pola menonton para remaja di Indonesia. Kata
Pak Dadang nih, remaja itu kan berarti usia sekolah, nah jangan terlalu banyak menonton. Meskipun televisi itu sumber informasi, tapi gak berarti banyak menonton itu lebih baik. Ada survei yang bilang bahwa pola menonton anak Indonesia ini lebih dari lima jam dan itu melebihi batas waktu yang ideal untuk menonton televisi. Hayooo, siapa yang nontonnya selama itu? Sayang loh waktunya, kalau kelamaan di depan TV, ke-
Quotes
sempatan-kesempatan untuk bersosialisasi, beraktivitas, dan berinteraksi bagi remaja sendiri jadi berkurang. Lebih jauh, bapak yang pernah menjabat sebagai Ketua KPI Pusat ini juga menjelaskan kalau yang namanya televisi sebetulnya akan selalu mencari pasar yang lebih besar. Lembaga penyiaran atau orang yang bertanggung jawab atas tontotan televisi harus mempunyai integrasi yang kuat untuk memberikan tayangan atau tontonan yang porsi mendidiknya lebih besar. Sebetulnya tayangan hiburan juga tidak masalah asalkan sehat, karena tayangan informasi juga tidak semua cocok untuk remaja. “Penyerapan remaja terhadap informasiinformasi tersebut tidak dapat dihalangi karena informasi tersebut muncul di TV dan TV-nya ditonton. Udah hiburannya tidak terlalu sehat, informasinya juga begitu. Maka selama lembaga penyiaran atau tv-tv belum seperti yang kita harapkan, perlu memberikan penyadaran tentang hak remaja untuk bisa memilih dan memilah acaraacara yang perlu ditonton, juga himbauan untuk menonton di waktu yang tepat. Baik dari durasi dan tayangan yang ditontoton,” kata Pak Dadang. Para remaja juga dihimbau untuk cerdas menonton, jadi gak cuma cerdas di sekolah tapi juga cerdas untuk menonton. Kalau perlu, sebelum nonton nih kita cari tahu dulu deskripsi acara tersebut, ini acara ada apanya aja sih, ceritanya gimana sih. Peran orang tua juga gak lepas loh. Orangtua harus memberikan “pendampingan” pada remaja saat menonton televisi. Takutnya, kalau remaja menonton suatu tayangan tanpa pendampingan, ia akan cederung menafsirkan sendiri tayangan tersebut. Kalau salah tafsir kan bahaya, jadi fungsi orang tualah untuk membantu “meluruskan” apa yang mungkin dipikirkan anak mengenai tayangan tersebut. Tau gak sih, masih menurut Pak Dadang nih ya, ternyata anakanak dan remaja itu termasuk golongan yang dilindungi dalam undang-undang penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Mereka wajib dilindungi dari dampak-dampak yang tidak baik yang datang dari tayangan televisi. Nah, berarti memang hak kita buat mendapatkan tayangantayangan yang berbobot juga mendidik. Saat ini ada beberapa televisi yang sudah menanyangkan tontonan-tontonan yang sesuai dengan umur kita kok, jadi gak perlu khawatir. Gak semua tayangan TV itu jelek asal kita bisa cerdas memilihnya! Tapi eh tapi, kalau nemu tayangan yang dianggap gak pantas nih ya, kita boleh loh langsung lapor ke KPI.*** siswanti.hanifa@yahoo.co.id hanifauziaramadhani@gmail.com dhianynadya@gmail.com
MENYENANGKAN PUNYA TELEVISI LIHAT DUNIA YANG BERWARNA-WARNI ASAL JANGAN ACARANYA BASI CUMA BIKIN KEKI NAIF - Televisi
22> Review:
22>Chat: Ryan Putri Astrini