ANALISIS FINANSIAL TEKNOLOGI PEMUPUKAN ABU JANJANG SAWIT SEBAGAI SUMBER K PADA PADI SAWAH

Page 1


ANALISIS FINANSIAL TEKNOLOGI PEMUPUKAN ABU JANJANG SAWIT SEBAGAI SUMBER K PADA

PADI SAWAH

Ida Nur Istina1 dan Amiruddin Syam2

1 Balai Pengkajian Teknologi Riau, Jl. Kaharudin Nasution Km 10, Pekan Baru, Riau

2 Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Tenggara, Jl. Chairil Anwar No. 10 Kendari, Sulawesi Tenggara

ABSTRACT

One of the effort to increase rice production and the farmer income is the usage of K source that available in field. The assesment of palm oil ash fertilizer as K resource on lowland rice financial analysis was done at Pulau Jambu Village, West Bangkinang sub district, Kampar regency on dry season 2003 used the farmer land and follows the farmers as cooperator due to know the financial eligibility of the palm oil ash fertilizer technology on rice farm. This research used Randomized Block Design devided into three treatment and five replications. The agronomic performance analized by statistical with Irristat version 3.1; the social performance data analyzed by descriptive analysis and the economic data analized by the Balanced Revenue (BC ratio), critical Break Event Point and the sensitivity analysis. The result showed that palm oil ash fertilizer give the increasing rice production about 36 percent and 42 percent and the farmer income about 47 percent and 52,29 percent. Base on economic performance the palm oil ash fertilizer performance be able to used with BC ratio more than one and base on sensitivity analyzing the introduction technology applicable although the input increasing about 50 percent.

Key words : financial analysis, fertilizers, ashes wastes, wetland rice y words : financial analisys, fertilizer technology, palm oil ash, K resources, lowland rice

ABSTRAK

Salah satu upaya untuk peningkatan produksi dan pendapatan petani padi di lahan marginal adalah dengan pemanfaatan sumber pupuk K yang tersedia di lapangan. Kajian analisis finansial teknologi pemupukan abu janjang sawit sebagai sumber K pada padi sawah yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial pemupukan abu janjang sawit sebagai sumber K pada usahatani padi sawah telah dilaksanakan di Desa Pulau Jambu, Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar pada MK 2003 dengan menggunakan lahan petani dan mengikutsertakan petani sebagai koperator, disebabkan untuk mengetahui yang memenuhi syarat finansial dari teknologi pupuk abu janjang sawit pada tanaman padi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan dan lima kali ulangan. Keragaan agronomi dianalisis secara statistika dengan menggunakan perangkat Irristat, versi 3.1, data sosial dianalisis secara deskriptif, sedangkan data ekonomi dianalisis dengan analisis Imbangan penerimaan (BC ratio), titik impas dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi pemupukan dengan abu janjang sawit memberikan peningkatan produksi sebesar 36 persen dan 42 persen serta peningkatan pendapatan sebesar 47 persen dan 52,29 persen. Berdasarkan keragaan ekonomi teknologi pemupukan abu janjang sawit layak dengan nilai BC ratio lebih besar dari satu dan berdasarkan hasil analisis sensitifitas teknologi introduksi tetap layak diterapkan meskipun terjadi kenaikan harga sarana produksi sampai 50 persen.

Kata kunci : analisis finansial, pemupukan, abu sawit, padi sawah

PENDAHULUAN

Pencapaian program ketahanan pangan dengan swasembada pangan khususnya padi (beras) merupakan salah satu upaya stabilisasi keamanan pangan nasional, hal ini mengingat se-

bagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi karbohidrat yang bersumber dari bahan pangan beras. Konsumsi per kapita untuk bahan pangan padi-padian di Provinsi Riau mencapai 1.101,7 kg/tahun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk mencapai 3,38 persen (Biro Pusat Statistik Provinsi Riau, 1999). Implikasi dari kenyataan

Analisis Finansial Teknologi Pemupukan Abu Janjang Sawit Sebagai Sumber K pada Padi Sawah (Ida Nur Istina dan Amiruddin Syam)

ini adalah pemenuhan kebutuhan beras dengan mendatangkan dari luar Provinsi Riau sebanyak 267.615 ton pada tahun 1999 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau, 2000).

Upaya untuk mempertahankan kecukupan bahan pangan beras salah satu di antaranya adalah dengan peningkatan produksi. Sementara pengembangan lahan marginal mengalami banyak kendala berkaitan dengan sifat fisik, kimia dan biologis tanah di antaranya adalah rendahnya kesuburan lahan dan keracunan besi. Menurut Sudarsono (1999) pengelolaan drainase dan irigasi serta penggunaan teknologi pemberian pupuk dan ameliorasi merupakan solusi yang tepat selain pemenuhan kebutuhan akan unsur hara. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk belum sesuai dengan anjuran akibat mahalnya harga pupuk menyebabkan penurunan penerapan teknologi pemupukan sampai 18,8 persen (Suriatna et al., 1999). Hal ini menyebabkan usahatani padi dirasakan oleh petani bukan lagi merupakan usahatani yang memberikan keuntungan.

Penggunaan sarana produksi pengganti yang mempunyai kandungan nutrisi setara dan terjangkau bahkan apabila memungkinkan tersedia di lapangan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi masalah harga. Menurut Lahudin (1999), abu janjang sawit berpotensi sebagai sumber kalium dengan persentase kandungan antara 30 40 persen. Lebih lanjut Istina et al. (2000) menyatakan bahwa limbah abu janjang sawit dapat dipergunakan sebagai sumber K dengan potensi hasil yang tidak berbeda nyata dengan sumber kalium anorganik bahkan secara visual lebih baik dan memberikan nilai B/C ratio tertinggi yaitu 2,51. Disisi lain lahan perkebunan sawit di Provinsi Riau dengan luasan 1,2 juta hektar dan terus terjadi penambahan luasan setiap tahunnya (Dinas Perkebunan, 2002) berpotensi sebagai penyedia bahan baku abu janjang sawit di mana dari produksi sawit 20 persen di antaranya adalah tandan kosong (Susilawati, 1998). Selain memanfaatkan limbah abu yang tersedia di lapangan upaya penurunan biaya produksi usaha-

tani padi dapat dilakukan dengan pemberian pupuk N (Urea) sesuai dengan kebutuhan tanaman berdasarkan indikator Bagan Warna Daun (BWD).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial pemupukan abu janjang sawit sebagai sumber K pada usahatani padi sawah.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Desa Pulau Jambu, Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar pada MK 2003 menggunakan lahan petani dengan luasan tiga hektar dan melibatkan petani sebagai koperator sebanyak 32 orang dan petani nonkoperator sebanyak 40 orang sebagai pembanding .

Deskripsi Teknologi

Teknologi yang diintroduksikan meliputi: a) penggunaan varietas unggul baru Cisokan, b) Perlakuan benih dengan 5 g/kg benih, c) Teknologi pemupukan dan d) Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.

Teknologi pemupukan yang diteliti terdiri dari: Teknologi introduksi A = 112 kg/ha Urea dengan Bagan Warna Daun + 189 kg/ha SP36 + 212 kg/ha abu janjang sawit; Teknologi introduksi B = 198 kg/ha Urea + 189 kg/ha SP36 + 212 kg/ha abu janjang sawit) dan C = teknologi petani.

Teknis Penerapan Komponen Teknologi

Sebelum disemaikan benih direndam dengan 5 g seed treatment/kg benih selama 24 jam dan ditiriskan selama 14 jam. Penanaman dilakukan secara tanam pindah setelah umur bibit 15 hari di persemaian dengan jarak tanam 20 x 25 cm. Pemupukan abu janjang sawit dilakukan pada tiga hari sebelum tanam dengan cara sebar langsung dengan kondisi lahan macak-macak

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 363-371

bersamaan dengan pemupukan SP 36. Pemupukan N dasar dilakukan pada saat tanam, sedangkan pemupukan susulan dilakukan pada saat tanaman lapar yang ditentukan berdasarkan Bagan Warna Daun. Pengendalian gulma dilakukan pada umur dua minggu dan pada saat diperlukan sedangkan pengendalian terhadap hama dan penyakit dilakukan secara terpadu.

Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi a) data keragaan agronomis yaitu: tinggi tanaman (cm), jumlah anakan (bibit), panjang malai (cm), jumlah gabah per malai (butir), jumlah gabah hampa per malai (butir), hasil (ton/ha) dan berat 1.000 butir (gram); b) data sosial yaitu umur (tahun), tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga dan luas pemilikan lahan usahatani; dan c) data ekonomi yaitu : input dan out put produksi yang dilakukan secara bersama-sama dengan petani koperator.

Metode Analisis

Data agronomis dan biologis yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis statistika dengan menggunakan perangkat irristat versi 3.1., data sosial dianalisis secara deskriptif sedangkan data ekonomi dianalisis dengan menggunakan analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (B/C ratio), Titik Impas Produksi dan Harga serta Analisis Sensitivitas untuk mengetahui kelayakan teknologi usahatani.

Imbangan Penerimaan dan Biaya (B/C Ratio)

Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang dihasilkan dan dinyatakan dalam bentuk uang. Jangka waktu penerimaan usahatani padi dinyatakan dalam kurun waktu satu musim tanam. Pengeluaran usahatani merupakan nilai semua masukan tetap dan tidak tetap yang dikeluarkan dalam proses produksi. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran merupakan keuntungan usahatani. Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani, digunakan analisis Imbangan

Penerimaan dan Biaya atau B/C ratio, dengan rumus (Kadariah, 1988) berikut :

Penerimaan

B/C Ratio = ------------------Pengeluaran

Titik Impas Produksi dan Harga

Dengan mempelajari hubungan antara biaya produksi dengan volume penjualan serta penerimaan dan volume produksi adalah melalui analisis titik impas produksi dan harga (Hernanto, 1989) menggunakan rumus yang disajikan pada Gambar 1.

Dapat dilihat bahwa titik impas produksi (TIP) dan titik impas harga (TIH) merupakan titik perpotongan antara penerimaan total (PT) dengan biaya total (BT). Dengan kata lain pada titik tersebut keuntungan yang diperoleh sama dengan nol (normal profit). Daerah di bagian kiri titik impas produksi dan harga merupakan daerah rugi (pendapatan negatif) dan daerah di bagian kanan adalah daerah untung (pendapatan positif).

Analisis Kepekaan

Analisis kepekaan bertujuan untuk melihat hasil kegiatan ekonomi bila ada kesalahan atau perubahan dalam perhitungan biaya atau benefit (Kadariah et al., 1978). Disebut peka bila dengan adanya sedikit penurunan harga atau produksi menyebabkan usahatani sudah merugi. Sebaliknya disebut tidak peka apabila sedikit penurunan harga dan produksi tidak menyebabkan usahatani berada pada kondisi rugi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Koperator

Aspek karakteristik petani koperator yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan luasan lahan yang dimiliki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pe-

Analisis Finansial Teknologi Pemupukan Abu Janjang Sawit Sebagai Sumber K pada Padi Sawah (Ida Nur Istina dan Amiruddin Syam)

Keterangan :

PT = Penerimaan Total

BT = Biaya total

BTT = Biaya Tetap Total

BVR = Biaya Variabel Rata-rata

Q = Titik Impas Produksi

P = Titik Impas Harga

tani untuk melaksanakan kegiatan usahatani padi. Berdasarkan hasil survai di lapangan menunjukkan bahwa 96,875 persen petani yang melaksanakan usahatani padi di wilayah Desa Pulau Jambu adalah kaum perempuan. Hal ini seiring dengan tradisi masyarakat di wilayah penelitian.

Berdasarkan golongan umur petani padi termasuk dalam golongan umur produktif (90,625%) hingga tidak produktif (9,375%).

Rata-rata umur petani padi adalah 45 tahun dengan kisaran umur antara 26 65 tahun. Artinya bahwa secara fisik potensial sebagai sumber tenaga kerja dalam menjalankan aktivitasnya sebagai petani. Hal ini seiring dengan pendapat Soeharjo dan Patong (1978) bahwa umur mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berfikir petani, Lebih lanjut berdasarkan hasil penelitian

Buana (1997) menyebutkan bahwa di mana semakin lanjut usia tingkat adopsi terhadap teknologi cenderung menurun.

Ditinjau dari tingkat pendidikan yang diikuti petani pada umumnya adalah setara dengan Sekolah Dasar (68,75 %), SLTP (15,625 %) , SLTA (9,375 %) dan sisanya (6,25 %) tidak bersekolah atau mendapatkan pengetahuan dari kursus-kursus. Pengetahuan berusahatani padi pada umumnya diperoleh tidak hanya dari turuntemurun tetapi juga dari pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan oleh petugas penyuluhan.

Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang menjadi motivasi petani dalam berusahatani padi, meskipun usahatani ini bukanlah merupakan usaha utama dalam keluarga tani. Petani di wilayah penelitian sampai saat ini pada umumnya memproduksi padi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berdasarkan hasil survai menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga petani padi pada umumnya bervariasi antara 0 9 orang anak yang termasuk dalam golongan umur balita sampai dengan usia

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 363-371

Gambar 1. Titik Impas Produksi dan Harga

sekolah SLTA. Sehingga dapat dimaklumi dengan luasan lahan usahatani yang berkisar antara 0,1 hektar sampai dengan 0,25 hektar dan penggunaan teknologi sederhana hasil padi yang diusahakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga meskipun terdapat usaha keluarga sampingan seperti usahatani kebun karet (ratarata luasan 0,1 ha), beternak sapi (rata-rata tiga ekor), kambing (rata-rata tiga ekor), ayam (ratarata 5,68 ekor), penyewaan alsin/traktor (ratarata 0,26 buah) dan berdagang oleh 40,625 persen petani.

Lamanya petani melakukan usahatani menunjukkan banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh petani padi. Berdasarkan hasil tabulasi data dapat diketahui bahwa pengalaman usahatani petani berkisar antara 2 50 tahun dengan rata-rata lamanya berusahatani 21,156 tahun.

Dalam pelaksanaan usahatani hampir seluruh tahapan kegiatan usahatani dilakukan oleh kaum perempuan. Kegiatan olah lahan 34,375 persen dilaksanakan oleh kaum laki-laki dengan menggunakan traktor dan sisanya oleh kaum perempuan dengan menggunakan alat cangkul. Kegiatan lainnya seperti semai 100 persen oleh kaum perempuan, tanam 96,875 persen, pemupukan 96,875 persen, siang 96,875 persen, pengendalian hama dan penyakit 90,625 dan panen 81,25 persen.

Keikutsertaan petani dalam kelompok merupakan upaya untuk mendapatkan pengeta-

huan dan fasilitas berusahatani. Rata-rata keikutsertaan petani dalam kelompok adalah 6,9 tahun dengan kisaran lamanya menjadi anggota kelompok 1 43 tahun. Ditinjau dari keaktifan mengikuti kegiatan pertemuan kelompok yang dilaksanakan dua kali sebulan menunjukkan bahwa petani cukup aktif dengan rata-rata keikutsertaan dalam pertemuan 1,125 kali.

Keragaan Agronomis

Data keragaan agronomis yang meliputi komponen pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata pertumbuhan tinggi tanaman pada teknologi petani lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, demikian juga dengan parameter panjang malai kecuali pada parameter jumlah anakan meskipun setelah dianalisis secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh sifat genetik dari tanaman tersebut. Sedangkan pada parameter hasil menunjukkan jumlah gabah per malai pada teknologi petani adalah tertinggi (224,75 butir/malai), namun demikian persentase gabah hampanya juga tinggi mencapai 34,64 persen dan berat per 1000 butir yang kecil menyebabkan produksi persatuan luasnya rendah. Diduga parameter generatif tanaman padi sangat dipengaruhi oleh kecukupan asupan unsur hara yang diperlukan tanaman.

Tabel 1. Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi, Desa Pulau Jambu, Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar, 2003

Teknologi pemupukan

Introduksi A

Tinggi tanaman (cm) 6 anakan (bibit)

gbh hampa/ malai (butir)

(ton/ha)

1000 butir (g)

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut Uji DMNRT pada taraf 1 persen.

Analisis Finansial Teknologi Pemupukan Abu Janjang Sawit Sebagai Sumber K pada Padi Sawah (Ida Nur Istina dan Amiruddin Syam)

Selain itu kandungan unsur Mg pada abu janjang sawit berperanan dalam membantu proses metabolisme tanaman.

Keragaan Ekonomis

Dalam mengembangkan suatu teknologi perlu dipertimbangkan keuntungan yang dapat diberikan oleh teknologi tersebut sehingga dapat diterapkan oleh petani. Keuntungan yang diberikan tidak hanya kemudahan dalam pelaksanaannya tetapi juga harus menguntungkan apabila ditinjau dari sudut ekonomi. Artinya suatu teknologi akan diterima oleh pengguna apabila tekno-

logi tersebut mudah dilaksanakan, mudah didapatkan dan murah harganya, selain sumbangan yang diberikan terhadap pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

Salah satu ukuran kelayakan suatu teknologi dapat diterapkan adalah tingkat efisiensi yang diberikan yang dapat dihitung berdasarkan variabel penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam penerapan teknologi dengan menggunakan analisis B/C ratio. Analisis kelayakan teknologi pemupukan pada usahatani padi di Desa Pulau Jambu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa keuntungan yang diakibatkan oleh penerapan teknologi usa-

Uraian

Paket teknologi Introduksi A Introduksi B Petani Fisik Nilai (Rp) Fisik Nilai (Rp) Fisik Nilai

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 363-371

Tabel 2. Analisa Kelayakan Teknologi Pemupukan pada Usahatani Padi di Desa Pulau Jambu, Kabupaten Kampar, 2003

hatani padi tertinggi diperoleh pada teknologi introduksi B (198 kg/ha Urea +168 kg/ha SP36 +212 kg/ha abu ) sebesar Rp. 3.845.200.- dan terendah pada teknologi petani yaitu sebesar Rp. 2.497.500.-. Artinya bahwa penerapan teknologi usahatani padi khususnya teknologi pemupukan dengan menggunakan abu janjang sawit lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan teknologi petani, meskipun biaya yang dikeluarkan lebih tinggi. Ditinjau dari segi perimbangan pendapatan dan biaya (B/C ratio) menunjukkan bahwa teknologi introduksi mengindikasikan nilai B/C (1,809 dan 1,849) lebih tinggi dari teknologi petani (1,467). Artinya dengan penggunaan teknologi introduksi B (198 kg/ha Urea + 168 kg/ha SP36 + 212 kg/ha abu) dan teknologi introduksi A (112 kg/ha Urea dengan metode BWD + 168 kg/ha SP36 + 212 kg/ha abu) setiap rupiah yang dikeluarkan untuk biaya produksi akan mendatangkan keuntungan sebesar Rp. 1,809.- dan Rp. 1,849.-

Kelayakan suatu teknologi juga dapat dilihat dari biaya, volume dan penerimaan yang diperoleh dari penerapan teknologi tersebut, salah satu caranya adalah dengan menggunakan analisis titik impas produksi dan harga, dengan cara ini dapat diketahui produksi dan harga minimal namun masih dapat memberikan keuntungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa penurunan produksi sampai 64,91 persen dari hasil aktual pada teknologi introduksi A dan 64,41 persen pada paket teknologi B masih dapat memberikan keuntungan yang wajar bagi petani, namun

apabila penurunan produksi lebih tinggi dari 64,91 persen pada teknologi introduksi A dan 64,41 persen pada teknologi introduksi B akan menyebabkan kerugian pada petani pelaku. Sedangkan pada teknologi petani batas minimum penurunan hasil produksi adalah 59,46 persen atau 1.135 kg/ha. Berdasarkan analisis titik impas produksi ini, dapat diketahui bahwa usahatani padi di Desa Pulau Jambu dengan menggunakan teknologi introduksi lebih stabil dibandingkan dengan teknologi petani.

Kenaikan harga sarana produksi usahatani sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan kemampuan petani untuk melakukan penerapan teknologi pada musim tanam berikutnya. Untuk melihat batas minimum kenaikan harga yang dapat dijangkau petani pada pelaksanaan usahataninya dapat dihitung dengan menggunakan analisis titik impas harga sebagaimana terdapat pada Tabel 4.

Hasil analisis Titik Impas Harga (TIH) teknologi pemupukan pada usahatani padi di Desa Pulau Jambu menunjukkan bahwa nilai input produksi usahatani padi dengan menggunakan teknologi petani adalah Rp. 608.037.-, artinya usahatani padi dengan teknologi petani masih menguntungkan apabila harga jual gabah turun hingga 59,46 persen. Penurunan harga gabah lebih dari harga tersebut akan menyebabkan kerugian bagi petani. Sedangkan berdasarkan TIH pada teknologi introduksi menunjukkan bahwa penurunan harga gabah antara 64,41 64,91 persen pada teknologi introduksi belum menyebabkan kerugian bagi pelaku usahatani

Tabel 3. Analisis Titik Impas Produksi Teknologi Pemupukan pada Usahatani Padi di Desa Pulau Jambu, Kabupten Kampar, 2003

(kg)

Analisis Finansial Teknologi Pemupukan Abu Janjang Sawit Sebagai Sumber K pada Padi Sawah (Ida Nur Istina dan Amiruddin Syam)

Tabel 4. Analisis Titik Impas Harga Sarana Produksi Teknologi Pemupukan pada Usahatani Padi di Desa Pulau Jambu, Kabupaten Kampar, 2003

Uraian

(Rp)

Tabel 5. Analisis Kepekaan dengan Kenaikan Harga Sarana Produksi Usahatani Padi di Desa Pulau Jambu, Kabupaten Kampar, 2003

Aktual

A. Teknologi petani

B. Teknologi introduksi A

C. Teknologi introduksi B

Harga sarana produksi meningkat 50 persen

A. Teknologi Petani

B. Teknologi Introduksi A

C. Teknologi Introduksi B

padi. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi teknologi introduksi terhadap penurunan harga gabah lebih baik dari pada teknologi petani.

Untuk melihat adanya kesalahan atau perubahan perhitungan dalam kegiatan ekonomi dapat dilakukan analisis kepekaan. Hasil analisis disebut peka apabila menunjukkan terjadinya kerugian pada usahatani dan sebaliknya tidak peka apabila hasil analisis menunjukkan keuntungan dalam usahatani. Hasil analisis kepekaan teknologi pemupukan pada usahatani padi di Pulau Jambu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5 menunjukkan bahwa secara aktual dengan nilai sarana produksi pada teknologi petani Rp. 691.500.- per musim tanam memberikan nilai B/C ratio sebesar 1.466. Sedangkan pada teknologi introduksi pemupukan A (112 kg/ha Urea + 189 kg/ha SP36 + 212 kg/ha abu) dengan nilai sarana produksi Rp. 1.003.400.memberikan nilai B/C ratio sebesar 1.846 dan teknologi introduksi pemupukan B (198 kg/ha

Urea + 189 kg/ha SP36 + 212 kg/ha abu) dengan nilai sarana produksi Rp.1.123.800.- memberikan nilai B/C ratio sebesar 1.809. Artinya meskipun nilai sarana produksi paket teknologi introduksi tinggi, namun tetap memberikan keuntungan yang besar bagi pengguna. Seandainya terjadi perubahan berupa kenaikan harga sarana produksi hingga 50 persen dapat dikatakan bahwa teknologi introduksi A dan B berturut-turut dengan B/C ratio 1,28 dan 1,22 tetap lebih menguntungkan.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

1. Teknologi introduksi pemupukan dengan abu janjang sawit memberikan peningkatan produksi sebesar 36 persen dan 42 persen serta peningkatan pendapatan 47 persen dan 52,29 persen.

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 363-371

2. Berdasarkan keragaan ekonomi teknologi pemupukan abu janjang sawit layak karena memberikan nilai B/C ratio lebih tinggi dari satu dan berdasarkan hasil analisis sensitifitas teknologi introduksi tetap layak diterapkan meskipun terjadi kenaikan harga sarana produksi sampai 50 persen.

Implikasi Kebijakan

1. Pengembangan teknologi pemupukan abu janjang sawit sebagai sumber K pada padi sawah memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang. Dalam hal pemilihan lokasi harus dilakukan secara cermat, karakteristik (fisik dan sosial) lokasi dalam penerapan teknologi tersebut hendaklah selaras dengan karakteristik lokasi kajian, perbedaan karakteristik lokasi akan berdampak kurang menguntungkan terhadap penampilan teknologi abu janjang sawit sebagai sumber K pada padi sawah.

2. Sistem pengadaan sarana abu janjang sawit di tingkat petani sangat menentukan adopsi teknologi. Tanpa dukungan sistem pengadaan abu janjang sawit yang tangguh, tidak akan tercapai sasaran yang diharapkan.

3. Untuk keberlanjutan penyebaran teknologi pemupukan perlu adanya pembinaan secara terus menerus baik dalam hal penerapan teknologi maupun kelembagaan sarana produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik dan Bappeda Provinsi Riau. 1999. Riau Dalam Angka Tahun 1998.

Buana. 1997. Adopsi Teknologi Budidaya Padi Sawah bagi Penduduk Asli di Sekitar Satuan Pe-

mukiman Transmigrasi (Kasus di Kecamatan LambuyaKabupaten Kendari).

Dinas Perkebunan. 2002. Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Provinsi Riau tahun 2002.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ProvinsiRiau. 2000. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ProvinsiRiau tahun 2000.

Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kadariah, L. Karlina, dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek LPEE-UI, Jakarta

Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. LPEE-UI. Jakarta

Lahudin. 1999. Pemanfaatan Abu Janjang Sawit Sebagai Pupuk di Indonesia. Universitas Sumatera Utara.

Soeharjo dan Patong. 1978. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Universitas Hasanudin : Ujung Pandang.

Sudarsono. 1999. Pemanfaatan dan Pengembangan Lahan Rawa/Pasang Surut untuk Pengembangan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan, Buku I. Halaman 81 95.

Suriatna S., A. Octavianus, O. Oni, H. Taufik, S. Anita, Asril dan Khaidir. 1999. Laporan Hasil Penelitian Dampak Perubahan Harga Pupuk terhadap Pendapatan Petani dan Kelumintuan Adopsi Teknologi Padi di Provinsi Riau. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Padang Marpoyan, Pekanbaru.

Susilawati, E. 1998. Potensi dan Teknik Pengomposan Tandan Kelapa sawit. Warta Penelitian PPKS. Volume 6, Nomor 2. Halaman 77 82.

Analisis Finansial Teknologi Pemupukan Abu Janjang Sawit Sebagai Sumber K pada Padi Sawah (Ida Nur Istina dan Amiruddin Syam)

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
ANALISIS FINANSIAL TEKNOLOGI PEMUPUKAN ABU JANJANG SAWIT SEBAGAI SUMBER K PADA PADI SAWAH by Chee Chow Lee - Issuu